Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Paskah dan Jumat Agung

Kisah Guru di Puncak Golgotha, Meski WajahNya Bersimbah Darah tapi KasihNya Tak Pernah Sirna

Hari ini, Jumat (10/04/2020), seluruh umat Kristen memperingati Jumat Agung.

Editor: Alexander Pattyranie
Istimewa/https://triaskun.id/ via Wartakotalive
Ponsius Pilatus cuci tangan, melepaskan tanggung jawab akan nasib Yesus 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Hari ini, Jumat (10/04/2020), seluruh umat Kristen memperingati Jumat Agung.

Jumat Agung juga adalah peringatan wafatnya Yesus di kayu salib.

Berikut artikel menarik yang dikutip dari Wartakotalive :

Guru di Puncak Golgotha
Oleh Trias Kuncahyono

Guru yang sangat baik itu, sudah tak berdaya. Wajahnya bersimbah darah. Begitu banyak pukulan dan gebukan yang mendarat di badan.  

Bahkan juga wajah-Nya. Bukan hanya pukulan, tetapi juga tendangan dan ludahan, serta caci-maki, hinaan, dan ejekan.

Padahal, guru kebenaran yang  sangat kharismatik itu, tidak pernah sekalipun membuat orang lain menderita. Namun, sekarang menderita.

Guru yang juga tukang kayu itu tidak pernah melakukan kekerasan; juga tidak pernah menganjurkan para muridnya untuk melakukan kekerasan. Ia orang bijak. Bukan penghasut.

Ia juga bukanlah seorang propagandis. Bukan! Ia tidak mengumbar kata-kata tak berisi, yang hanya manis di telinga. Ia  memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.

Guru itu sangat yakin, yang mengangkat pedang akan mati karena pedang pula. Karena itu, ia menasihati murid-muridnya jangan melawan kejahatan dengan kejahatan!

Cintailah musuh-musuhmu seperti kamu mencintai dirimu sendiri,” kata Guru suatu ketika. "Si vis amari, ama.., Jika engkau ingin dicintai, maka cintailah…” begitu kata Guru berkali-kali.

Tetapi, ketika Ia menderita, Ia kesendirian. Orang-orang yang dicintainya, malah meninggalkannya. Namun, bagi Guru, kesendirian bukan berarti tak ada cinta. Dalam kesendirian justru cinta menyempurnakannya.

Kata Guru, "Aku mencintai, karena itulah aku ada.” Hanya cintalah yang dapat membawa setiap individu menuju kesempurnaan hidup sebagai individu.

Cinta memungkinkan manusia semakin bersatu dengan yang lain tanpa kehilangan keunikan masing-masing. Karena itu, “Marilah kita juga memberi cinta," katanya. 

Cinta hanya sepotong kata; ibarat air yang bisa menguap karena kepanasan; ibarat mega-mega putih di langit biru yang bisa hancur berantakan berubah bentuk disapu angin; ibarat mendung hitam yang berubah menjadi hujan dan turun ke Bumi yang lalu menelannya atau masuk ke sungai mengalir ke laut. 

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved