Virus Corona Indonesia
PNS Terancam Tidak Terima THR, Dikarenakan Pendapatan Negara Anjlok Selama Pandemi Covid-19
Selain itu, penerimaan negara juga diproyeksi bakal mengalami kontraksi akibat kegiatan ekonomi yang mengalami penurunan di tengah pandemik.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Informasi terkini mengenai gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) kepada PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau ASN (Aparatur Sipil Negara).
Saat ini terancam tidak dapat dibayarkan.
Hal tersebut dikarenakan pendapatan negara yang kini anjlok selama wabah Virus corona atau covid-19.
Menurut informasi yang ada penyebab lain adalah pemerintah yang secara jor-joran menggelontorkan insentif kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak virus corona.
Selain itu, penerimaan negara juga diproyeksi bakal mengalami kontraksi akibat kegiatan ekonomi yang mengalami penurunan di tengah pandemik.
"Kami bersama Presiden Joko Widodo meminta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi mengingat beban negara yang meningkat," ujar Sri Mulyani, Senin(6/4/2020).
Sri Mulyani tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai skema pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN, apakah bakal dipangkas besarannya atau ditunda penyalurannya.
Ia hanya menjelaskan, akibat pandemik virus corona, pendapatan negara diperkirakan akan mengalami kontraksi hingga 10 persen.
Dengan perekonomian yang diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen hingga akhir tahun, penerimaan negara hanya mencapai Rp 1.760,9 triliun atau 78,9 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp 2.233,2 triliun.
"Penerimaan kita mengalami penurunan karena banyak sektor mengalami git sangat dalam, sehingga outlook-nya kita di APBN 2020 untuk penerimaan negara bukannya tumbuh, namun kontraksi," ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, belanja negara akan mengalami lonjakan dari target APBN 2020 yang sebesar RP 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.
Hal tersebut menyebabkan defisit APBN yang tahun ini ditargetkan sebesar 1,76 persen dari PDB atau sebesar Rp 307,2 triliun melebar menjadi Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.
"Belanja negara meningkat untuk memenuhi kebutuhan untuk segera mempersiapkan sektor kesehatan dan perlindungan sosial masyarakat yang terdampak karena social distancing, dan langkah pembatasan mobilitas membutuhkan jaminan sosial yang harus ditingkatkan secara extraordinary. Dan juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha menyebabkan kenaikan belanja," ujar Sri Mulyani.
Pemerintah kata Bendaraha Negara juga memutuskan untuk memperlebar defisit APBN 2020 dari sebelumnya Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB menjadi Rp 853 triliun atau setara 5,07 persen PDB.
Dampaknya, outlook pembiayaan defisit anggaran pun akan mengalami peningkatan sebesar Rp 545,7 triliun.
Tambahan pembiayaan akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), Pandemic Bond, dan pinjaman program.
Berdasarkan paparan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, kemarin, outlook pembiayaan defisit anggaran yang meningkat turut mengerek outlook pembayaran bunga utang oleh pemerintah.