Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Presiden Ingatkan Pemda Tak Ada Lockdown

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah agar memiliki satu visi yang sama dengan pemerintah pusat

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool via TribunnewsBogor
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah agar memiliki satu visi yang sama dengan pemerintah pusat dalam menangani pandemi Covid-19. Dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), daerah tidak mengambil kebijakan yang bertentangan dengan pemerintah pusat.

Melihat Aktivitas Pahlawan Covid-19: Lewatkan Momen Romantis demi Pasien

Menurut Presiden, opsi kebijakan PSBB diambil setelah pemerintah mempelajari kebijakan yang diambil pemerintah luar negeri dalam menghadapi pandemi Corona. Setiap kebijakan, kata Presiden, ada baik dan buruknya, sehingga harus disesuaikan dengan karakteristik Indonesia.

"Kita ini bekerja berdasarkan aturan UU yang ada, kita bekerja juga karena alasan konstitusi, jadi pegangannya itu, kalau ada UU mengenai Karantina Kesehatan ya itu yang dipakai, jangan membuat acara sendiri-sendiri, sehingga pemerintahan berada dalam satu visi yang sama," kata Presiden usai meninjau Rumah Sakit Darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, (1/4).

Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan adalah kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sehingga langkah penanganan dan antisipasi dapat berjalan efektif. Mulai dari penanganan kesehatan masyarakat yang terpapar virus Covid-19 maupun jaring pengamanan sosial bagi masyarakat yang terdampak.

"Ini penting sekali, ini menyangkut nanti orang yang mudik, yang kemudian di sana ada isolasi mandiri, kepala desanya bisa menyelenggarakan itu, meskipun hanya satu orang atau dua orang, tapi bisa menyelenggarakan itu.

Di desa juga mampu menyiapkan jaring pengamanan sosial, bantuan sosial, bagi mereka, sehingga ini bekerja dari pucuk yang paling atas sampai yang berada di paling bawah. Pegangannya satu undang-undang," katanya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, pembatasan-pembatasan sosial yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah memang masih dalam tahap wajar dan tidak bertentangan dengan Pemerintah Pusat. Hanya saja, Presiden mengingatkan agar tidak melakukan karantina dalam cakupan wilayah yang luas atau menggunakan istilah lockdown atau karantina total.

"Saya kira saat ini belum ada yang berbeda, dan kita harap tidak ada yang berbeda , bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas saya kira itu pembatasan batasan yang wajar, daerah ingin mengontrol wilayahnya," kata Presiden.

‘Bantuan Covid’ Bidik 250 Ribu Penduduk: Sopir Mikrolet dan Ojek Dapat Beras

Apalagi, menurut Presiden pemerintah daerah menggunakan istilah lockdown atau karantina total. Karena apabila lockdown, maka semua aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi berhenti.

"Tapi sekali lagi tidak dalam bentuk keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan yang gede, atau istilah yang sering dipakai lockdown. Lockdown itu apa sih, karena harus sama.

Lockdown itu orang tidak boleh keluar rumah, transportasi berhenti, baik itu bus, kendaraan pribadi, sepeda motor , kereta api, pesawat. Kegiatan kantor semuanya dihentikan. Kan kita tidak mengambil jalan yang itu," tegas Presiden.

Presiden kembali menegaskan, dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), aktivitas ekonomi tetap berjalan, namun masyarakat melakukan social distancing atau Phsycal distancing.

"Jadi kalau kita semuanya disiplin melakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan setiap habis kegiatan, jangan pegang hidung, mulut, mata, kurangi itu, kunci tangan kita , sehingga penularannya bisa dicegah," katanya.

Persetujuan Menkes

Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro menjelaskan, opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diambil dengan tiga pertimbangan. Pertama, pertimbangan keselamatan warga. Kedua, pertimbangan karakteristik bangsa yang memiliki luas wilayah dan penduduk yang besar.

Ketiga, pertimbangan kemampuan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Hal itu disampaikan Juri Ardiantoro saat konferensi pers melalui disiarkan langsung siaran YouTube BNPB Indonesia, Rabu (1/4).

"Atas dasar pertimbangan-pertimbangan itu lah, kebijakan ini diambil sebagai lanjutan kebijakan yang sebelumnya telah diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19," katanya.

Juri menambahkan, kebijakan ini tak ada ubahnya dengan kebijakan sosial distancing yang sudah berjalan selama ini. Hal itu juga merujuk Pasal 4 PP 21/2020, pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

"Memang benar sudah dilakukan pembatasan ini sebelumnya, tapi PP ini diterbitkan pemerintahan agar pelaksanaan pembatasan sosial ini lebih tegas, efektif, terkoordinasi dan lebih disiplin," jelasnya.

Belum Bisa Bertemu, Rossa Kangen Mama dan Papa di Sumedang

Juri mengatakan, pemerintah daerah dapat mengajukan PSBB untuk lingkup satu provinsi atau hanya mencakup kabupaten atau kota. Namun seluruh permintaan PSBB harus dengan persetujuan menteri kesehatan.

Sehingga, Juri menegaskan, tidak semua daerah dapat atau wajib memberlakukan kebijakan ini. Ada banyak pertimbangan yang harus diambil untuk menentukan suatu daerah menjalankan PSBB.

"Dengan pengertian ini artinya tidak semua daerah dapat atau harus melaksanakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar ini, karena PSBB ini harus berdasarkan pada pertimbangan yang lengkap konfrehensif, menyangkut epidemiologi, besarnya ancaman, efektivitas lingkungan sumber daya, teknik operasional, pertimbangan politik sosial ekonomi budaya pertahanan dan keamanan," jelas Juri.

Ia menyebut kriteria PSBB tidak mudah dan sederhana. Harus dilihat berapa jumlah kasus jumlah kasus atau kematian akibat corona. Atau kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

"Jadi inilah cara-cara yang oleh pemerintah diatur oleh peraturan pemerintah diatur jika daerah ingin menerapkan kebijakan sosial berskala besar," kata Juri.
Hal yang sama dikatakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menegaskan, pemerintah daerah tetap harus menerapkan kebijakan yang memiliki ritme sama dengan pemerintah pusat, yakni melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk bergerak di dalam kebijakan itu, tetapi tetap dengan ritme kekompakan dengan pemerintah pusat seperti yang selama ini," ujar Mahfud, dalam video yang diterima Tribunnews.com, Rabu (1/4). (taufik/fransiskus/fahdi/vincentius/tribunnetwork/cep)

INI 7 PASAL PENTING PSBB

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tekah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan sosial berskala besar (PSBB). PP ini bernomor 21 TAHUN 2O2O Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). PP ini diteken Presiden Jokowi pada tanggal 31 Maret 2020.

Adapun dasar hukumnya adalah Undang-undang nomor 6 Tahun 2019 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Berikut isi lengkap PP tersebut:

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).

Pasal 2
(1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/ kota tertentu.

(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Pasal 3
Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Pasal 4
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum.

(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Pasal 5
(1) Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 6
(1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

(3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu.

(4) Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. (Srihandriatmo Malau/tribunnetwork/cep)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved