Pilkada 2020
Jelang Pilwako 2020, Ferry Daud Liando: Ada Empat Pola Pikir Pemilih di Manado
Ferry Daud Liando, pengamat politik Unsrat, memberikan tanggapan terkait pola pikir pemilih di Kota Manado dalam Pilwako 2020 nanti.
Penulis: Dewangga Ardhiananta | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ferry Daud Liando, pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, memberikan tanggapan terkait pola pikir pemilih di Kota Manado dalam Pilwako 2020 nanti.
Hal ini disampaikannya kepada Tribun Manado saat dihubungi, Senin (10/02/2020).
Ada 4 pola pikir pemilih di Kota Manado yang kemudian dapat mempengaruhi sikap pilihannya.
Pertama, pemilih yang berpola pikir pragmatis yaitu jenis pemilih ini adalah pemilih yang tidak mengukur kapasitas dan moralitas calon sebagai dasar baginya untuk memilih.
Pilihannya sangat tergantung siapa calon yang memberikannya hadiah seperti uang dan barang.
Tingginya tingkat partisipasi pemilih pada pilkada-pilkada sebelumnya disebabkan bukan karena kesadaran pemilih sebagai warga negara yang baik.
• OD-SK 4 Tahun Pimpin Sulut, Richard Sualang Beber 3 Poin Capaian Kinerja
Namun, kehadirannya di tempat pemungutan suara disebabkan karena berhutang pada calon yang telah memberinya uang atau barang.
Kedua, pemilih yang berpola pikir sosiologis yaitu jenis pemilih ini tidak mengandalkan calon yang berkualitas dan calon yang membagi-bagikan uang.
Pilihannya sangat tergantung pada hubungan emosional antara dirinya dengan calon.
Nama lain dari pemilih ini adalah pemilih emosional.
Pemilih akan memilih bagi calon yang memiliki kesamaan latar belakang dengan calon.
• 52 Nama Calon Kepala Daerah PDIP Menanti Jadwal Fit And Proper Test
Seperti kesamaan asal usul, kesamaan etnik atau kesamaan agama.
Ketiga, pemilih dengan pola pikir apatis adalah jenis pemilih ini yaitu pemilih yang tidak percaya lagi dengan sistem apapun.
Baginya, memilih atau tidak memilih dalam Pilkada, tidak lagi akan berpengaruh terhadap nasibnya.
Ia tak percaya lagi dengan janji-janji calon yang menurutnya tidak mungkin memenuhi janji-janji itu.
Karena ketidakpercayaan itu maka ia tidak lagi mau memilih.

Istilah ini sama dengan pemilih golput atau pemilih tidak bersikap.
Keempat pemilih dengan pola pikir politis.
Pemilih jenis ini adalah pemilih yang mendasarkan pilihannya atas kepercayaannya terhadap calon.
Ia memilih karena prestasi masa lalu yang pernah dilakukan oleh calon.
Jadi, pilihannya didasarkan pada dedikasi calon yang dianggap sangat berjasa bagi banyak orang.
Pilihannya jatuh kepada calon yang punya reputasi baik, moralnya bagus dan sangat dipercaya publik.
• Ini Aktivitas 11 Mahasiswa Bolmong di Cina, Pasca-Merebaknya Virus Corona
Jenis pemilih seperti ini harusnya perlu dipacu tetapi sayangnya populasi dari jenis pemilih di Manado sangat sedikit.
Pemilih di Manado kemungkinan akan dikuasai oleh jenis pemilih pertama dan kedua.
Ini keprihatinan kita bersama sebab jika mayoritas pemilih pragmatis dan pemilih sosiologis yang dominan maka dikhawatirkan yang akan terpilih adalah pemimpin yang tidak diharapkan.
Ini jadi tantangan juga bagi parpol.
Sejauh mana parpol memiliki tanggung jawab untuk menyeleksi calon yang bermoral.
Sifat-sifat buruk pemilih seperti menerima uang dari calon akan dapat teratasi jika calon-calon yang berkompetisi memiliki moral yang baik.
• Pra-Rekonstruksi Kasus Penganiayaan Bayi oleh Ayah Kandung, Keluarga Sempat Tak Mau Lapor Polisi
Money politik bisa dihilangkan, kalau semua calon itu punya moral yg baik karena uang itu kan dari calon.
Kebanyakan calon yang bagi-bagi uang bukan pemimpin yang bermoral.
Mereka berusaha membeli suara pemilih dan jika tepilih maka kesempatan mereka untuk memperkaya diri sendiri.
Mengembalikan berkali-kali lipat dari uang yang dikeluarkan saat kampanye pemenangan.
Jika semua calon hanya bermodalkan uang dalam kompetisi pilkada maka pilkada bukan lagi ajang demokrasi tetapi menjadi arena pertarungan aktor-aktor licik.
• HEBOH, Peserta CPNS Bawa Jimat Berisi Mantra Saat Ikuti Ujian SKD, Minta Agar Diluluskan
Jangan menjadikan kompetisi pilkada itu pertarungan si licik melawan si licik.
Jika mencalonkan diri menjadi kepala daerah hanya bermotifkan pengabdian dan ingin berbakti pada rakyat, tentu tidak mungkin baginya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.
Namun, karena telah memiliki target hanya untuk memperkaya diri ketika hendak berkuasa, maka segala cara bisa dilakukannya untuk mendapatkan kekuasaan termasuk menyuap pemilih. (Ang)
• Disnakertrans Minsel Harap Perusahaan Melapor Jumlah Tenaga Kerja Asing