Totok Santoso Raja KAS Pernah Pinjam Rp 1,3 M dan Kontrak di Pinggir Rel Ancol
Raja KAS Totok Santoso ternyata dikabarkan pernah utang ke bank senilai Rp 1,3 miliar. Ia juga pernah tinggal di pinggir rel Ancol.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
TRIBUNMANADO.CO.ID - Totok Santoso (41), pria yang mengaku sebagai Raja Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo disebut-sebut pernah berutang Rp 1,3 miliar.
Utang dilakukan saat ia tinggal di Kawasan Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi Susianto menyebutkan, Totok pinjam uang itu di salah satu bank.
"Saudara Totok ini juga pernah pinjam atau utang uang di bank dan itu diketahui oleh Ketua RT. Berdasarkan keterangan ketua RT, utangnya sekitar Rp 1,3 miliar," kata Budhi, Kamis(16/1).
Totok menggunakan KTP yang ia urus sewaktu pertama kali pindah ke Kampung Bandan tahun 2011.
Selain itu, Totok menjadikan ruko yang ada di daerah Jakarta Barat sebagai jaminan.
• Isi Saldo Raja KAS Totok Santoso Hadiningrat Diungkap Polisi, Hanya Rp 20 Jutaan Dalam Rekening
"(Kepemilikan ruko) ini sedang kami telusuri karena kami sendiri baru tahu dan baru melakukan penyelidikan setelah kejadian ini ramai," tutur Budhi.
Usai meminjam uang, Totok tidak pernah muncul kembali di kampung itu.
Terlebih setelah rumah kontrakannya yang ada di pinggir rel terbakar.
Budhi menyampaikan, sejauh ini belum ada laporan dari pihak bank terkait pinjaman sebesar Rp 1,3 miliar itu.
Totok juga diketahui sempat tinggal di bedeng kayu berukuran 2x3 meter di pinggir rel kereta Stasiun Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Jakarta Utara.
Ketua RT 012/RW 005 Kelurahan Ancol Abdul Manaf mengatakan, Totok tinggal di sana sejak tahun 2011.
"Jadi, dia bikin surat pengantar bikin KTP 2011. 2012 balik lagi, bikin KTP," kata Abdul.
Abdul mengatakan, selama tinggal di sana, Totok tidak begitu menyita perhatian warga sekitar.
Ia hanya sekedar bertegur sapa dengan warga sekitar tanpa komunikasi yang intens.
Selama tinggal di sana, Totok juga jarang ada di rumahnya.
Abdul menyampaikan, Totok kemudian pindah setelah kawasan Kampung Bandan, termasuk rumah yang ditinggalinya, terbakar pada 2016.
Rumah yang pernah dihuni Totok saat ini sudah rata dengan tanah.
Pasalnya, rumah itu berdiri ilegal di pinggiran rel kereta api.
Warga sekitar di bekas rumah kontrakan Totok juga mengaku tidak dipengaruhi oleh ajaran KAS.
"Enggak pernah sama warga sini mah," kata Abdul Manaf.
Menurutnya, Totok termasuk bukan warga yang menonjol selama tinggal di sana.
Ia menuturkan, raja Keraton Agung Sejagat itu adalah orang yang kalem dan juga kerap menyapa warga ketika bertemu.
"Orangnya sih biasa memang, kalem. Kenal lah sama orang-orang, kalau ketemu palingan 'woi dari mana'," kata Abdul.
Senada dengan Abdul Manaf, yang menyebut Totok tak menyebarkan pengaruh apapun kepada warga, Ketua RW 005, Puji Haryati mengatakan, Totok dulu jarang terlihat.
"Boro-boro, orang dia termasuk numpang alamat doang ini," ujar Puji Haryati.
Ia mengatakan, dulu Totok mengaku sebagai pedagang di kawasan Muara Angke.
Menurutnya, ia sangat jarang menempati rumah kontrakan yang ada di bantaran rel kereta api tersebut.
Puji menambahkan, setelah kebakaran di Kampung Bandan pada tahun 2016, Totok menghilang.
"Semenjak kebakaran, dia udah enggak keliatan lagi," ujar Puji Haryati.
Mengenai pekerjaan Totok yang mengaku sebagai pedagang, Abdul Manaf mengatakan, Totok memang pernah mengungkapkan pekerjaannya sebagai pedagang atau wiraswasta.
"Waktu mengajukan (KTP) itu, bilangnya dagang, wiraswasta gitu," ujar Abdul.
Rekening Rp 20 Juta
Polda Jateng mengungkapkan, jumlah nominal rekening milik Raja dari Keraton Agung Sejagat (KAS) yakni Totok Santoso Hadiningrat (42).
"Setelah pemeriksaan buku rekening atas nama Totok hanya sejumlah Rp 20 jutaan, sedangkan uang tunai yang disita saat penangkapan senilai Rp 16,2 juta," ujar Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana.
Iskandar melanjutkan, dari segi keuangan, kerajaan bodong itu masih terus diperiksa.
"Kami banyak mengamankan buku-buku rekening selanjutnya terus dilakukan penyelidikan," katanya.
Selain itu, kata Iskandar, ternyata Keraton Agung Sejagat tidak hanya ada di Purworejo, namun juga ada di Klaten dengan nama kerajaan serupa.
Namun, yang di Klaten jumlah pengikutnya lebih sedikit.
"Ini perkembangan terakhir yang kami peroleh dan terus akan kami dalami," ujarnya.
Menurut Iskandar, Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat yakni Toto Santoso atau Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Fanni Aminadia atau Kanjeng Ratu Dyah Gitarja,
tetap bersikukuh mengakui sebagai pimpinan kerajaan tersebut.
"Menurut saya itu wajar saja mereka masih mengakui sebagai Raja dan Ratu lalu masih meyakini bahwa kerajaan itu benar," bebernya.
Kendati demikian, Iskandar mengungkapkan mayoritas para anggota Keraton Agung Sejagat setelah terjadi penangkapan terhadap Raja dan Ratu, mereka mengakui bahwa mereka menyesal.
"Selepas kejadian ini mereka sadar bahwa Kerajaan itu tidak benar," jelasnya.
Ritual Ekstrem
Pentolan KAS yang ternyata bukan pasangan suami istri sah itu rupanya memiliki jejak juga di dataran tinggi Dieng.
Pada 2019 lalu, saat Dieng dilanda suhu beku, Totok dan ratusan pengikutnya menggelar acara pengukuhan raja dan ratu agung sejagat di komplek candi Arjuna.
Ini dituturkan oleh Kepala UPTD Objek Wisata Dieng Banjarnegara Aryadi Darwanto.
Tetapi, ia tak mengetahui alasan mereka menggelar kegiatan sakral di tempat tersebut.
Dari catatan sejarah, candi-candi di Dieng dibangun sekitar abad ke 7 hingga 9 Masehi pada masa dinasti Wangsa Sanjaya.
Sedangkan Totok dan pengikutnya di situ sekaligus memperingati seribuan tahun masa kejayaan Dinasti Sanjaya.
Mereka yang datang dari berbagai daerah itu pun berpenampilan layaknya pasukan atau petinggi kerajaan.
Totok dan Dyah alias Fanni sempat didudukkan di kompleks Tuk Bimalukar yang disulap jadi singgasana dadakan.
Ini seperti terlihat dalam foto yang beredar luar di media sosial.
Mereka menggelar kirab dari tuk Bimalukar sebagai hulu Sungai Serayu menuju ke komplek Candi Arjuna Dieng.
"Mereka percaya akan datang zaman keemasan seperti dulu," kata Aryadi sembari mengatakan dirinya tidak menemukan keanehan dalam kegiatan itu, kecuali gaya pakaian mereka yang sedikit aneh.
Ini lain dari desain pakaian adat Jawa yang sudah populer di masyarakat.
Selebihnya, kegiatan itu berlangsung wajar berupa prosesi pengukuhan dan doa.
Meski mereka punya keyakinan kuat, masa keemasan kerajaan zaman dahulu akan direngkuh kembali.
Aryadi mengaku hanya menghadiri acara yang kental nuansa budaya itu sampai sekitar jam 22.00 WIB.
Ia memutuskan balik kanan karena tidak kuat dengan suhu di kompleks candi yang membeku.
Semakin malam, suhu di Dieng terus turun hingga tercipta embun es.
Tetapi, hawa dingin yang ekstrem itu ternyata tak membuat kelompok tersebut membubarkan diri.
Mereka tetap semangat mengikuti acara dan bertahan hingga dini hari.Ini yang membuat Aryadi terheran.
Padahal, mereka tidak mengenakan baju tebal atau jaket untuk melindungi tubuh dari paparan suhu ekstrem.
Mereka bahkan tak mengenakan alas kaki.
(Tribun Network/iwn/nur/wly)