Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Kesehatan

Meski Sama-sama Akibatkan Tubuh Pendek, Stunting Tidak Sama dengan Kerdil

Pemerintah di berbagai negara saat ini tengah bekerja untuk mengatasi masalah stunting pada generasi mereka.

Editor: Rizali Posumah
Serambi Indonesia - Tribunnews.com
ilustrasi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah di berbagai negara saat ini tengah bekerja untuk mengatasi masalah stunting pada generasi mereka.

Demi memenuhi target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, Indonesia berusaha mengurangi stunting dan anak-anak dengan tinggi badan pendek.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama sehingga membuat pertumbuhan anak tidak optimal.

Kondisi yang terbentuk sejak 1.000 hari pertama kehidupan di dalam rahim itu tidak hanya menghambat pertumbuhan, tapi juga berisiko pada perkembangan kemampuan kognitif dan intelektual anak.

Namun tahukah, meski rata-rata penderita stunting bertubuh pendek, hal ini tak serta merta disebut juga dengan kerdil.

Menurut penuturan dr. Windhi Kresnawati, Sp.A, penyebab stunting tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu non-organik, dan organik.

Masalah non-organik mencakup faktor psikososial dan nutrisi, berbagai masalah psikosopsial yang melatarbelakangi, yaitu kehamilan yang tidak direncanakan (contoh: gagal KB, kehamilan diluar nikah), jarak dengan saudara kandung kurang dari 18 bulan, berasal dari ibu yang terlalu muda, lahir tanpa ayah (single-mother), atau ibu mengalami depresi, komplikasi saat kehamilan (namun ini sangat jarang), bahkan tidak adanya ikatan kasih sayang yang kuat antara ibu dan anak.

Menurut definisi UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak.

Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.

"Anak yang dinyatakan stunting bila indeks tinggi badan terhadap umur kurang dari minus dua standar deviasi dari median kurva standar pertumbuhan," jelas Dr. dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi, pengajar di Departemen Ilmu Gizi FKUI, melansir Kompas.com.

Dengan kata lain, anak disebut stunting bila tinggi badan lebih pendek atau lebih lambat dari teman sebayanya.

Lantas apa bedanya stunting dengan kerdil?

Kalau anak stunting bertubuh pendek karena kurang gizi, maka dwarfisme (kerdil) atau perawakan pendek biasanya dipicu oleh faktor keturunan atau gangguan hormon.

Melansir Emidicine Health, anak-anak dwarfisme dengan perawakan pendek umumnya memiliki orangtua yang juga pendek.

Sementara anak-anak stunting pertumbuhannya lebih lambat sekitar empat cm tiap tahun di masa pubertas.

Anak stunting juga mengalami keterlambatan masa puber, biasanya baru dialami pada usia 15 tahun.

Jadi, mulai sekarang jangan samakan stunting dan kerdil, karena dua hal tersebut jauh berbeda. (*)

Pentingnya Peran Protein Hewani untuk Mencegah Stunting

Pentingnya menjaga asupan nutrisi Si Kecil pada periode emas merupakan hal yang wajib.

Sebab kekurangan nutrisi yang penting bagi Si Kecil bisa berujung kepada stunting.

Stunting sendiri datang dari kekurangan nutrisi yang berkepanjangan dan berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama.

Sehingga nutrisi yang sangat dibutuhkan Si Kecil untuk tumbuh kembang tidak terpenuhi.

Nyatanya stunting itu bukan hanya membuat Si Kecil kekurangan tinggi badannya saja Moms.

Bayangkan jika Si Kecil hanya memiliki IQ di bawah 80 padahal sudah mau bertumbuh menjadi remaja.

Perkembangan otak yang terhambat ini juga menjadi salah satu dampak buruk dari Si Kecil yang kena stunting.

Jadi bukan hanya pertumbuhan fisiknya saja yang terganggu jika Si Kecil mengalami stunting.

Padahal pada masa periode emas mereka yaitu sampai umur dua tahun sudah menjadi tugas orangtua untuk memenuhi nutrisi Si Kecil agar tidak ada mal nutrisi.

"Tidak boleh terjadi malnutrisi untuk anak di bawah 2 tahun. Itu tugas dari orangtua, tugas dari pemerintah untuk membantu orangtua mendeteksi dini dan segera diatasi." ujar Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) selaku Dokter Anak Spesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik pada Anak.

Beliau menyampaikan materi tentang pentingnya mencegah stunting untuk Si Kecil pada acara peluncuran Susu Siap Minum Frisian Flag Junio.

Pada kesempatan ini Prof. Damayanti juga mengatakan bahwa stunting itu tidak bisa diobati hanya bisa dicegah.

"Stunting itu tidak bisa diobati. Tetapi bisanya dicegah. Karena jika sudah stunting maka kita hanya bisa mengobati otaknya sebanyak 90 %, fisiknya tidak," ujar Prof. Damayanti.

Karena itu sangat penting untuk memberikan asupan nutrisi kepada Si Kecil yang mengandung protein.

Protein diteliti merupakan sumber asam amino esensial yang besar sehingga mampu membantu tumbuh kembang Si Kecil.

Sebab asam amino esensial itu tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh jadi harus didapatkan dari makanan Si Kecil.

Prof. Damayanti menyatakan bahwa asam amino esensial itu hanya dimiliki oleh protein hewani dan bukan nabati.

"Kalian bisa mendapatkan asam amino esensial itu melalui protein hewani ya bukan nabati. Tahu, tempe, kacang-kacangan, itu ga lengkap," ujar Prof. Damayanti.

"Yang lengkap itu adalah protein hewani seperti telur, ikan, ayam, susu, jadi itu yang harus dikonsumsi Si Kecil," tegasnya lagi.

Karena itu Prof. Damayanti menghimbau semua orangtua agar protein hewani itu menjadi menu utama Si Kecil.

Sebab pola makan yang Moms berikan Si Kecil akan memengaruhi tingkat besar atau tidaknya Si Kecil terkena stunting.

Sebab pertumbuhan tinggi badan yang terhambat itu hanya karena dua hal yaitu asupan nutrisi yang tidak pas dan penyakit.

Dan kebanyakan memang berasal dari asupan nutrisi di mana orangtua dianggap tidak terlalu tahu nutrisi seperti apa yang diperlukan Si Kecil.

Selain itu Prof. Damayanti juga mengatakan hindari menggunakan vitamin-vitamin peninggi badan.

"Kita tidak perlu vitamin-vitamin yang dari luar negeri, kenapa kita tidak memanfaatkan yang ada di rumah kita, seperti telur. Ga punya telur? Pelihara ayam untuk dapat telur,"

"Ikan bisa beli, ikan kembung kadar DHA nya 3 kali lipat lebih banyak, kurang murah apa?"

"Vitamin-vitamin itu ternyata kenaikannya hanya 0.09 cm setiap tahun padahal 1 tahun pertama anak harus naik 25 cm."

Sehingga Prof. Damayanti merasa tidak ada gunanya mengeluarkan banyak uang untuk vitamin-vitamin tertentu.

Lebih baik Moms memerhatikan asupan protein hewani untuk Si Kecil, sebab protein itu yang akan memberikan hormon untuk pertumbuhan tulang.

Selain itu Prof. Damayanti juga memberikan salah satu hasil riset tentang pola makan Si Kecil.

"Ada penelitian yang dilakukan si Uganda di sebuah desa, satu desa anaknya itu vegan dan desa satunya anaknya makan daging dan susu. Ternyata anak-anak di desa yang makan daging susu tumbuh lebih tinggi dibanding anak-anak yang vegan, bahkan anak-anak yang vegan itu jadi lebih gendut," pungkas Prof. Damayanti.

Karena itu pada kesempatan ini juga Frisian Flag mengenalkan produk terbarunya yaitu Frisian Flag Junio.

Di mana susu yang satu ini siap minum dan bisa dijadikan sebagai makanan pendamping ASI untuk Si Kecil.

"Produk ini memadukan susu sapi dengan asam amino esensial terlengkap, diperkaya dengan 'nutribrain' yang mengandung 9 vitamin, 6 mineral, serta omega 3 dan omega 6," ujar Felicia Julian selaku Marketing Director Frisian Flag Indonesia.

Susu ini diklaim aman untuk dikonsumsi Si Kecil yang sudah berusia 1 tahun.

Jangan Selalu Pakai Lift, Naik Tangga Baik untuk Kesehatan Fisik dan Mental Lho!

Artikel ini telah tayang di GRIDHEALTH.ID dengan judul Berantas Stunting: Sama-sama Bertubuh Pendek, Ini Bedanya Stunting dengan Kerdil

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved