Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KPK Rahasiakan Pemberi Perintah Suap Wahyu Setiawan

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat mengusut kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memberi keterangan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (10/1/2020) dini hari. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat mengusut kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) caleg DPR dari PDIP. Tim penyidik menggeledah sejumlah lokasi terkait penyidikan kasus ini. Penggeledahan ini dilakukan penyidik setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

"Tim penyidik sejak semalam sudah langsung bekerja dan saat ini izin dari Dewas untuk melakukan beberapa kegiatan di beberapa tempat sudah kami terima," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (10/1).

Ahok Jadi Sorotan Saat Hadiri Rakernas PDIP, Ditanya Kabar Istri dan Yosafat Abimanyu Purnama

Meski demikian, Ali enggan membeberkan lokasi yang digeledah tim penyidik. Hal ini lantaran tim penyidik masih bekerja. Ali berjanji akan menyampaikan perkembangan setelah mendapat informasi dari tim penyidik.

"Untuk kepentingan penyidikan mohon maaf untuk sementara belum bisa kami sampaikan detailnya. Perkembangannya akan kami sampaikan kembali pada kesempatan pertama," katanya.

Hingga kemarin, KPK masih 'tutup mulut'. Dalam konferensi pers penetapan tersangka, KPK membuka identitas kedua inisial itu, yakni Saeful yang disebut sebagai pihak swasta dan Doni, advokat yang juga caleg PDIP. Saeful pun telah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Sedangkan, Doni hanya menjadi terperiksa setelah giat OTT dilakukan. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan Doni bukannya lolos dari status tersangka. Ia menyebut tahapan penyidikan terus dikembangkan. Bisa saja, kata Lili, tersangka bakal bertambah."Belum tentu kata-kata lolos atau jangan-jangan lagi ada bertambah. Tinggal di penyidikan nanti dikembangkan," kata Lili

Lili mengatakan, Doni berperan mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 peraturan KPU 3 2019 tentang Pemungutan Perhitungan Suara ke Mahkamah Agung. Pengajuan ini terkait dengan meninggalnya caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019. PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang pemilu legislatif, masuk kepada Harun Masiku.

Pengurus DPP PDIP yang dimaksud diduga memerintahkan seorang advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. "Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu," kata Lili.

Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut. Namun, dalam Rapat Pleno pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan caleg lainnya bernama Riezky Aprilia sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas.

"Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg," katanya.

Dalam proses tersebut, Saeful yang hanya disebut sebagai seorang swasta menghubungi mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina yang merupakan orang kepercayaan Wahyu Setiawan.

Sejumlah Destinasi Pariwisata Mitra Mulai Dioperasikan 2020 Ini

Saeful bermaksud meminta Agustiani yang juga mantan caleg PDIP untuk melobi Wahyu agar mengabulkan Harun sebagai anggota DPR PAW."Selanjutnya, ATF (Agustiani Tio Fridelina) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful) kepada WSE (Wahyu Setiawan) untuk membantu proses penetapan HAR (Harun) dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas, 'Siap, mainkan!'," katanya.

Untuk merealisasikan permintaan Wahyu yang memasang tarif Rp900 juta, terjadi dua kali proses transaksi. Pada pertengahan Desember 2019, seorang sumber yang masih didalami penyidik KPK memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, Doni dan Saeful.

Dari jumlah itu, Wahyu menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Selanjutnya, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni. Sementara sisanya, sebanyak Rp700 juta yang masih berada di tangan Saeful dibagi menjadi Rp450 juta untuk Agustiani dan Rp250 juta untuk operasional. "Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," papar Lili.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved