Sejarah Perang Teluk
Sejarah Perang Teluk, Dari Perang Iran Vs Saddam Husein Hingga Invasi Amerika ke Irak
Komitmen Iran untuk membalas kematian Jenderal Qassem Soleimani dieksekusi, Rabu (8/1/2020). Iran menghujani dua basis Militer Amerika Serikat di Irak
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
Irak, yang saat itu dipimpin oleh Saddam Husein juga berambisi untuk menguasai Shatt Al Arab, sebuah jalur perairan strategis yang memisahkan Iran-Irak menuju teluk Persia.
Jalur itu adalah jalur ekspor minyak kedua negara. Perang Iran-Irak juga lebih diperpanas dengan adanya revolusi Islam di Iran pada Januari 1979.
Revolusi Islam tersebut berhasil menjatuhkan rezim Shah Iran (Shah Reza Pahlevi) yang didukung Amerika Serikat. Tonggak penguasa selanjutnya dipegang kaum ulama yang dipimpin Ayatollah Khomeini.
Perang pertama kali pecah dengan peledakan bom di Universitas Mustansiriyah Baghdad pada tanggal 1 April 1980.
Kala itu tengah ada acara mahasiswa se Asia untuk menghadiri Konferensi Ekonomi Internasional.
Kegiatan mengalami kegagalan dan dijadikan sebuah alasan oleh pihak Irak sebagai tantangan untuk perang.
Pada tanggal 4 September 1980, Iran melancarkan serangannya ke perbatasan Irak.
Irak tak tinggal diam, mereka mencoba membalas dengan menyerang Iran pada tanggal 22 September 1980.
Perang ini berlangsung selama 8 tahun dan berakhir pada tahun 1988. Pihak Barat turut terlibat dalam perang ini dengan memberikan suplai peralatan militer dan dana.
Perang teluk pertama, tidak memiliki pemenang. Namun akibatnya, jumlah korban hampir menyamai korban perang dunia I dan ekonomi kedua negara menjadi hancur.
Perang diakhiri dengan gencatan senjata pada tanggal 20 Agustus 1988.
Perang Teluk 2: Invasi Irak ke Kuwait
Perang ini tidak seperti Perang Teluk 1 yang memakan waktu cukup lama, Perang Teluk 2 hanya berlangsu selama 7 bulan.
Berawal dari kondisi ekonomi Irak yang cukup merosot setelah Perang Teluk 1.
Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi.