News
DAFTAR Rudal Balistik Yang Dimiliki Iran dan Amerika Serikat, Jangkauan 2000 dan 13.000 Kilometer
Daftar rudal yang dimiliki dua negara yakni Amerika Serikat dan Iran. Tensi Iran dan Amerika Serikat ( AS) kembali memanas.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jenderal top Iran Qasem Soleimani meninggal dunia diserang militer Amerika Serikat. Kemudian Pangkalan militer AS diserang rudal balistik Iran.
Serangan itu diklaim oleh Garda Revolusi, dan merupakan pembalasan.
Karena itu, kini tensi Iran dan Amerika Serikat ( AS) kembali memanas.
Baik Iran maupun AS menyatakan, terdapat "puluhan rudal balistik" yang menghantam pangkalan Ain al-Assad dan Irbil di Irak.
Inilah daftar rudal yang dimiliki kedua negara.
Dilansir dari situs Missile Threat, Center for Strategic & International Studies, berikut sejumlah rudal balistik yang dipunyai Iran serta Amerika Serikat.
Iran
1. Shahab-1
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 285-330 Km
Status: Operasional
2. Zolfaghar
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 700 Km
Status: Operasional
3. Qiam-1
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 700-800 Km
Status: Operasional
4. Shahab-3
Jenis: Rudal Balistik Jarak Menengah
Jangkauan: 1.300 Km
Status: Operasional
5. Sejjil
Jenis: Rudal Balistik Jarak Menengah
Jangkauan: 2.000 Km
Status: Operasional
Amerika Serikat (AS)
1. ATACMS
Status: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 165-300 Km
Status: Operasional
2. Minuteman III
Status: Rudal Balistik Antar-Benua
Jangkauan: 13.000 Km
Status: Operasional
3. Trident D-5
Status: Rudal Balistik Antar-Benua dari Kapal Selam (SLBM)
Jangkauan: 12.000 Km
Status: Operasional
Serangan Iran
Iran menghujani puluhan roket di pangkalan militer AS di Ain Al Asad Provinsi Anbar Rabu (8/1/2020) dini hari waktu setempat.
Kabar awal ini diwartakan akun stasiun televisi Iran, PressTV, Rabu pagi ini WIB. Belum ada keterangan resmi militer Irak.
Di lapangan terbang ini, ditempatkan sejumlah pesawat nirawak MQ-1 Reaper, yang diduga turut dikerahkan saat pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani.
Serangan roket diduga dilakukan Brigade 45 Khataib Hezbollah Irak, bagian kelompok Popular Mobilization Unit (PMU) yang diakui militer Irak.
Namun versi lain menyebut, serangan terkoordinasi ini dilakukan elemen-elemen Korps Garda Republik Iran (IGRC).
Perkembangan lebih lanjut terkait serangan roket ke pasukan AS di Irak masih menunggu laporan-laporan lebih detil dari lapangan.
Qassem Soleimani, Kepala Pasukan Quds Garda Republik Iran tewas akibat serangan rudal di Bandara Baghdad, Kamis (2/1/2020).
Pembunuhan dilakukan militer AS atas perintah Presiden Donald Trump. Kematian Qassem menyulut kemarahan Iran dan Irak.
Iran bertekad membalas serangan ini menggunakan segala cara. Parlemen dan pemerintah Irak memutuskan mengusir pasukan AS dan sekutunya dari negara itu.
Jerman lebih awal menarik kontingen mereka di Irak. Prajurit Jerman yang bertugas sebagai instruktur ditarik ke Yordania dan Kuwait.
Swedia, Denmark, dan Latvia juga melakukan hal sama mengingat perkembangan situasi yang tidak kondusif di Irak.
Sebaliknya, Pentagon mengirimkan 3.000 prajurit Lintas Udara 82 dari Fort Bragg, North Carolina menuju Kuwait.
Sebagian dikirim ke Lebanon, guna melindungi Kedubes AS di negara yang sebagian dikuasai kelompok Hezbollah Lebanon.
Menyusul reaksi kemarahan Iran, Presiden Trump mengekuarkan serangkaian ancaman serangan lebih kuat ke 52 sasaran penting di Iran, termasuk situs warisan budaya dunia.
Menlu Mike Pompeo dalam pernyataan terbarunya menegaskan, keputusan AS melenyapkan Qassem Soleimani memiliki dasar kuat.
Meski begitu, kalangan Kongres AS menyatakan, Trump tidak melalui proses konstitusional, meminta persetujuan Kongres atas keputusan eksekutifnya membunuh Qassem.
Mengintip Kekuatan Militer Iran yang Bakal Berperang dengan Amerika Serikat
Target serangan udara AS di Bandara Internasional Baghdad, telah menewaskan Qasem Soleimani pada Jumat 3 Januari 2020 lalu.
Pemimpin pasukan al-Quds Iran ini telah lama masuk dalam daftar orang yang paling dicari di Amerika Serika selama bertahun-tahun.
Qasem Soleimani tewas bersama pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Kematiannya jelas mengejutkan.
Pasalnya, dia merupakan komandan Pasukan Quds yang adalah cabang dari Garda Revolusi Iran.
Rekaman CCTV yang beredar memperlihatkan, konvoi Jenderal Iran itu dan Muhandis terbakar setelah dihantam rudal dari drone AS.
Selain Soleimani, Brigadir Jenderal Hussein Jafari Nia dan Mayor Jenderal Hadi Taremi yang notabene figur Garda Revolusi juga tewas dalam serangan.
Dilansir Daily Mirror Jumat (3/1/2020), Soleimani dilaporkan "tewas tercabik-cabik" dalam serangan rudal itu.
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyerukan "serangan balasan terhadap penjahat" yang menewaskan Soleimani.
Sementara Presiden Donald Trump beralasan, Jenderal Qasem Soleimani dibunuh demi "menghentikan perang, bukan memulainya".
Dilansir BBC Indonesia, berikut merupakan kekuatan militer Iran setelah mereka berencana membalas kematian Soleimani.
1. Berapa jumlah personel militer mereka?
Menurut lembaga kajian Inggris, International Institute for Strategic Studies, Teheran, diperkirakan memiliki 523.000 tentara aktif.
Jumlah itu mencakup 350.000 personel reguler dan 150.000 anggota Garda Revolusi yang merupakan cabang elite militer mereka.
Kemudian, terdapat 20.000 anggota Garda Revolusi yang masuk angkatan laut dan melakukan operasi di wilayah Selat Hormuz.
Garda Revolusi juga membawahkan Unit Basij, beranggotakan para relawan dan kadang dikerahkan untuk menumpas perlawanan dalam negeri.
Didirikan 40 tahun silam, Garda Revolusi berfungsi mempertahankan sistem Islam di Iran dan berkembang menjadi kekuatan utama di bidang militer hingga politik.
Meski anggotanya lebih sedikit dari tentara reguler, Garda Revolusi Iran dianggap sebagai kekuatan militer yang sebenarnya.
2. Bagaimana operasi militer di luar negeri?
Pasukan Quds, elite di dalam Garda Revolusi, dipimpin oleh Mayor Jenderal Qasem Soleimani, dan melakukan operasi militer di luar negeri.
Diyakini, mereka mempunyai sekitar 5.000 personel, dan melapor langsung kepada Pemimpin Tertinggi Khamenei.
Unit Quds dikerahkan antara lain ke Suriah, di mana mereka menjadi penasihat bagi milisi dan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Kemudian di Irak, Quds memberikan bantuan bagi kelompok paramiliter Syiah dalam menumpang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
AS mengklaim, Quds menyediakan dana, pelatihan, senjata, dan peralatan bagi kelompok yang dikategorikan teroris di Timur Tengah.
Kelompok yang masuk dalam daftar hitam Washington tersebut antara lain Hezbollah di Lebanon, serta Jihad Islam di Palestina.
Akibat masalah ekonomi dan sanksi yang dijatuhkan AS, Teheran tidak bisa leluasa membeli senjata, menurut Stockholm International Peace Research Institute.
Sebagai perbandingan, impor pertahanan Iran periode 2009-2018 sama dengan 3,5 persen total belanja pertahanan Arab Saudi pada rentang waktu yang sama.
Kebanyakan pemasok militer Iran berasal dari Rusia serta China.
3. Apakah Iran punya rudal?
Berdasarkan data Kementerian Pertahanan AS, Iran mempunyai kekuatan misil terbesar di Timur Tengah. Sebagian adalah jarak pendek dan menengah.
Dikatakan, negara tetangga Irak itu tengah menguji coba teknologi luar angkasa yang bisa memungkinkan mereka meluncurkan rudal antar-benua.
Namun, proyek tersebut dilaporkan terhenti pada 2015 silam setelah Iran menjalin kesepakatan nuklir dengan negara besar dunia.
Lembaga kajian Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, ada kemungkinan program ini berlanjut setelah perjanjian nuklir mengalami ketidakpastian.
Dilaporkan, ada bukti bahwa sejumlah proksi Iran menggunakan rudal dan sistem panduan yang diberikan untuk menyasar Israel, Saudi, hingga Uni Emirat Arab.
Pada Mei 2019, Washington memberangkatkan sistem pertahanan Patriot ke Timur Tengah setelah ketegangan dengan Teheran meningkat.
Keputusan ini mengisyaratkan AS mengantisipasi rudal balistik, rudal penjelajah, dan pesawat canggih dari pihak musuh.
4. Apa Iran Punya senjata non-konvensional?
Meski terkena sanksi dari pihak Barat selama bertahun-tahun, Iran disebut tetap mampu mengembangkan senjata nirawak (drone).
Lembaga kajian RUSI memaparkan, drone tersebut sudah dikerahkan pada 2016 untuk melawan ISIS, dan bisa masuk ke wilayah Israel dari Suriah.
Pada 2019, serangan rudal dan drone Teheran dikabarkan menghantam dua fasilitas penting milik perusahaan minyak Saudi, Aramco.
AS dan Riyadh menyebut bahwa serangan itu dilakukan Iran.
Namun, Teheran berkelit dan menyatakan insiden itu diklaim oleh kelompok pemberontak Yaman, Houthi.
5. Apakah Iran punya kemampuan siber?
Sejak serangan siber yang menimpa fasilitas nuklir mereka pada 2010 silam, Teheran mulai serius membenahi sektor itu.
Diduga, Garda Revolusi mempunyai pusat komando siber sendiri, yang bertugas melakukan kegiatan mata-mata, baik untuk militer maupun ekonomi.
Laporan militer AS pada 2019 mengungkapkan, Iran melancarkan serangan siber yang menyasar perusahaan aeronautika, kontraktor pertahanan, hingga perusahaan telekomunikasi.
Kemudian raksasa teknologi Microsoft menjelaskan, ada kelompok peretas yang berhubungan dengan Teheran mencoba membobol akun pejabat AS. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan di Tribunnews.com
Subscribe YouTube Channel Tribun Manado: