News
Pemimpin Iran Akan Balas Dendam Pada AS Atas Kematian Jenderalnya, Pentagon Ambil Tindakan Defensive
Menurut AS, Soleimani memiliki hubungan dekat dengan jaringan kelompok-kelompok bersenjata yang didukung oleh Iran di Timur Tengah.
TRIBUNMANADO.CO.ID – Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah akan balas dendam kepada AS disertai gerakan perlawanan dengan motivasi ganda.
Serangan udara Amerika Serikat menewaskan Komandan Pasukan Quds Iran, Qasem Soleimani di Baghdad, Kamis (2/1/2020) malam waktu setempat.
Hal tersebut dinyatakan oleh Pentagon melalui rilis resmi.
Pentagon tidak menguraikan secara spesifik yang menyebabkan mereka melakukan pembunuhan Jenderal Soleimani.
Misi yang sangat rahasia itu dilatarbelakangi kematian seorang kontraktor Amerika pada 27 Desember dalam serangan roket oleh milisi yang didukung Iran, kata seorang pejabat senior Amerika, dilansir oleh New York Times, Jumat (3/1/2020).
• Donald Trump Posting Bendera AS di Twitternya Setelah Jenderal Iran Qasem Soleimani Meninggal

Dalam membunuh Jenderal Qasem Soleimani, Presiden AS, Donald Trump mengambil tindakan yang sebelumnya ditolak oleh Presiden George W. Bush.
Barack Obama sendiri khawatir hal itu akan menyebabkan perang antara Amerika Serikat dan Iran.
Ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran ini dapat menyebabkan meluasnya kekerasan baik di antara kedua negara ataupun aspek lain.
Dikutip dari Washington Post, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark T. Esper mengatakan Pentagon hanya mengambil tindakan defensive (pertahanan) terhadap Soleimani.

Soleimani sendiri merupakan Komandan Pasukan Quds Iran.
Menurut AS, Soleimani memiliki hubungan dekat dengan jaringan kelompok-kelompok bersenjata yang didukung oleh Iran di Timur Tengah.
Serta memikul tanggung jawab atas ratusan kematian orang Amerika.
Dalam sebuah pernyataan, Esper mengatakan bahwa Jenderal Soleimani merencanakan serangan kepada diplomat Amerika.
• Ide Anies Tidak Mungkin Berhasil Dilakukan Untuk Tangani Banjir Jakarta, Susahnya Setengah Mati

"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang diplomat Amerika dan anggota militer di Irak dan di seluruh wilayah itu,” kata Esper dalam sebuah pernyataan, Kamis (2/1/2020).
"Serangan ini bertujuan untuk menghalangi rencana serangan Iran di masa depan." lanjutnya.
Iran pun mengkonfirmasi kematian salah satu tokoh militernya yang paling aktif tersebut.
Bahkan Iran bersumpah akan membalas dendam terhadap Amerika Serikat.

Dalam sebuah pernyataan, Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan gerakan perlawanan akan berlanjut dengan motivasi ganda.
Menteri Pertahanan Brigjend Jenderal Amir Hatami menambahkan bahwa serangan itu akan disambut dengan respon yang dapat menghancurkan AS.
Dikutip dari NY Times, Menteri luar negeri Iran, Javad Zarif, menyebut pembunuhan Jenderal Suleimani sebagai tindakan "terorisme internasional".
Ia juga memperingatkan itu sebagai eskalasi yang sangat berbahaya dan konyol.
"AS memikul tanggung jawab untuk semua konsekuensi dari petualangan jahatnya," tweet Zarif.
• Musim Hujan Diprediksi Sampai Februari 2020, Menteri PUPR Ucap Begini Soal Kemungkinan Istana Banjir
Sebelumnya, pejabat milisi Irak dan saluran TV pemerintah negara itu mengumumkan bahwa Soleimani telah tewas dalam serangan udara bersama seorang pemimpin milisi Irak terkemuka Jamal Jaafar Ibrahimi di luar bandara utama negara itu.
Jamal Jaafar Ibrahimi, yang lebih dikenal dengan Abu Mahdi al-Muhandis, terkait erat dengan serangan-serangan terhadap Amerika Serikat pada tahun 1982.

Reaksi Perdana Menteri Irak
Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi mengutuk "pembunuhan" yang dilakukan AS.
Ia menambahkan bahwa pembunuhan pemimpin milisi Irak adalah tindakan agresi terhadap Irak dan itu merupakan pelanggaran terhadap kondisi di mana pasukan Amerika beroperasi di negara itu.
Dia juga dituduh sebagai perancang perang proksi di seluruh wilayah yang melibatkan AS dan saingan regional Teheran.
Trump mengambil garis keras terhadap Iran ketika ia berkampanye untuk kepresidenan dan pada tahun 2018.
Ia menarik AS dari pakta nuklir multilateral untuk mendorong Teheran membatasi program nuklirnya.

Sejak itu, AS telah memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap republik Islam itu untuk membawa "tekanan maksimum" pada perekonomiannya yang bergantung pada minyak.
Pada bulan Juni, Trump hampir meluncurkan serangan militer pada fasilitas yang dijalankan oleh Pengawal Revolusi - yang AS tetapkan sebagai organisasi teroris pada bulan April.
Ketegangan tampaknya mereda dalam beberapa pekan terakhir.
• Info BMKG: Peringatan Dini Cuaca Sabtu 04/01/20, DKI Masih Waspada, Hujan Petir Berpotensi Terjadi

Tetapi pada Desember 2019, Washington menyalahkan milisi yang didukung Iran karena menembakkan rentetan roket ke sebuah pangkalan di Irak yang menampung pasukan AS.
Serangan tersebut menewaskan seorang kontraktor sipil Amerika.
Kematian itu memicu serangan udara terhadap Kata'ib Hizbollah, seorang milisi Irak yang pro-Iran.
Serangan itu menewaskan 25 pejuangnya yang pada gilirannya menyebabkan serangan balasan pada hari Selasa di kedutaan AS di Baghdad.
Subscribe Tribun Manado Official