News
Ratna Sarumpaet Dibebaskan dari Penjara, Ini Awal Mula Ibu Atiqah Hasiholan Sampai Dibui dan Dibully
Ratna Sarumpaet bebas dari jeruji besi Lapas perempuan kelas II A Pondok, Bambu, Jakarta Timur. pada Kamis (26/12/2019) hari ini.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ratna Sarumpaet akhirnya dibebaskan dari penjara.
Ratna Sarumpaet bebas dari jeruji besi Lapas perempuan kelas II A Pondok, Bambu, Jakarta Timur. pada Kamis (26/12/2019) hari ini.
Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Desmihardi, mengatakan kliennya dinyatakan bebas setelah permohonan pembebasan bersyarat dikabulkan.
"Pembebasan ini diberikan setelah permohonan pembebasan bersyarat ibu Ratna dikabulkan serta ibu Ratna mendapatkan remisi idul fitri dan 17 Agustus oleh Menkumham," ujar Desmihardi dalam keterangan tertulisnya.
Bebasnya Ratna Sarumpaet membawa berita bahagia untuk ankanya Atiqah Hasiholan.
Artis peran Atiqah Hasiholan mengaku senang.
"Iya betul (bebas)," kata Atiqah Hasiholan tegas.
Atiqah Hasiholan mengatakan bahwa keluarga besar memang sudah menantikan kebebasan Ratna Sarumpaet.
"Gua sebagai anak happy lah," ucapnya.
Nah untuk merefresh ingatan, Tribunmanado.co.id mengajak pembawa untuk mengetahui awal mula hingga mertua Rio Dewanto itu sampai dibui dan di-bully.
Diketahui, Ratna Sarumpaet harus berurusan dengan hukum atas kasus penyebaran berita bohong atau hoaks.
Ratna Sarumpaet harus mendekam di penjara atas kasus penyebaran berita bohong atau hoaks dan divonis hukuman penjara terhitung sejak Oktober 2018.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ratna Sarumpaet mengaku bahwa dirinya telah dikeroyok sejumlah orang saat di Bandung, Jawa Barat.
Belakangan, setelah sejumlah orang curiga atas bentuk luka yang dideritanya, Ratna Sarumpaet mengaku bahwa diriya telah berbohong setelah foto lebam di wajahnya tersebar di media sosial.
Wajah lebam seperti tampak dalam foto yang beredar luar di media sosial bukan karena pukulan, melainkan karena efek operasi plastik.
Ratna Sarumpaet dikenai pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan pasal 28 jo pasal 45 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tersangka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Saat kasus penyebaran berita bohong itu diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menyatakan bahwa Ratna Sarumpaet bersalah.
Dia divonis dua tahun penjara pada Kamis (11/7/2019).
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni enam tahun penjara.
Disinggung soal biaya operasi platik sebesar Rp 90 juta di Rumah Sakit Khusus Bina Estetika, Menteng, Jakarta, Isnak menyebut uang tersebut bukan berasal dari sumbangan bencana tenggelamnya kapal Sinar Bangun di Danau Toba.
• Jalani Masa Kurungan 15 Bulan, Ratna Sarumpaet Hari Ini Bebas, Pembebasan Bersyarat Dikabulkan
Ratna Sarumpaet pernah melakukan penggalangan dana buat keluarga korban tenggelamnya kapal motor tersebut.
Sumbangan diarahkan ke sebuah nomor rekening tertentu dan dari hasil pelacakan polisi pembayaran biasa operasi plastik berasal dari rekening tersebut.
"Saya udah tanya kepada Ibu Ratna Sarumpaet, beliau mengatakan itu tidak ada dana bantuan untuk korban kapal tenggelam di Danau Toba yang digunakan untuk biaya operasi. Pembayaran berasal dari dana pribadi Ibu Ratna," ungkap Insank.
Pihaknya justru balik mempertanyakan apa bukti kliennya menggunakan uang sumbangan korban tenggelamnya kapal Sinar Bangun.
"Dana yang mana. Itu kan hanya buka rekening atas nama beliau," tegas Insank.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan adanya temuan terkait rekening yang digunakan Ratna untuk membayar biaya operasi.
Ia mengatakan rekening tersebut ternyata rekening yang digunakan untuk mengumpulkan dana bantuan bagi korban musibah di Danau Toba.
• 5 Alasan Hakim Memvonis Ratna Sarumpaet 2 Tahun Penjara, Timbulkan Keonaran Hingga Malu Karena Oplas
"Dalam proses penyidikan beliau melakukan pembayaran menggunakan nomor rekening itu. Kalau Anda buka di internet, ternyata beliau menggunakan rekening itu untuk mengumpulkan sumbangan musibah Danau Toba," ujar Setyo, di Amos Cozy Hotel, Melawai, Jakarta, Kamis (4/10) lalu.
Atas 'pembodohan' publik inilah, Ratna Sarumpaet di-bully habis-habisan oleh publik.
Terlebih ketika Prabowo cs timnya Amien Rais menggelar konfrensi perss dan menyebut jika Ratna menjadi korban kekerasan.
Yang usut punya usut belakangan diketahui jika Ratna bukanlah habis dipukuli tetapi karena habis operasi.
Dalam kasus penyebaran hoaks ini, selain Ratna Sarumpaet, nama Prabowo, Amien Rais hingga Fadli Zon pun ikut terseret.
Diketahui, sejumlah elite politik di atas ini ikut mengabarkan bahwa Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan.
Atas kasus ini, Mahfud MD, Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), pun sempat angkat suara terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah tokoh dalam kasus kabar bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet.
Tanggapan tersebut disampaikan Mahfud MD saat menjadi narasumber acara Special Report di iNews, Jumat (6/10/2018) malam.
Mulanya, Abraham selaku pembawa acara menanyakan pada Mahfud terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah elite politik yang ikut mengabarkan bahwa Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan
Menurut Mahfud, orang yang turut menyiarkan berita bohong Ratna Sarumpaet tidak bisa dijerat UU ITE.
UU ITE, kata Mahfud, hanya untuk mereka yang sengaja menyebarkan, sementara para tokoh tersebut tidak sengaja menyebarkan.

"Kalau yang menyiarkan itu seperti Prabowo, Rachel Maryam, Amien Rais, Fadli Zon itu bisa iya, bisa tidak (dijerat hukum). Tapi dia tidak bisa dikenakan dengan UU ITE karena UU ITE itu disebutkan, dengan sengaja menyiarkan padahal tahu bahwa itu adalah kebohongan," ujar Mahfud.
"Menurut saya Prabowo, Amien Rais, Fadli Zon dan lainnya itu tidak sengaja tahu bahwa itu bohong, dia hanya terjebak oleh keterangan Ratna Sarumpaet."
"Oleh sebab itu, kemungkinan paling buruk, mereka bisa dikenakan pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 UU tahun 1946, yaitu menyiarkan berita bohong yang patut diduga menimbulkan keonaran."
"Kalau menurut pasal 14 ayat 2 itu, siapa yang menyiarkan suatu berita atau membuat pemberitaan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedang ia patut dapat menyangka bahwa berita itu dapat menimbulkan keonaran atau bohong, itu dihukum dengan pidana penjara setinggi-tingginya 3 tahun."
"Karena yang pasal 1 Bu Ratna itu melakukan sendiri sedangkan mereka ini hanya patut menduga, seharusnya menduga dong bahwa itu tidak mungkin. Kenapa itu 10 hari baru melapor, dan lain-lain, lalu menyiarkan begitu saja. Mestinya ia (tokoh yang ikut menyebarkan kabar hoaks Ratna) patut menduga, tapi tergantung pada alasannya ketika diperiksa oleh polisi. Sebenarnya sesimpel itu masalahnya," ujar Mahfud MD.
Mantan Ketua MK ini juga mengatakan Ratna Sarumpaet bisa terkena hukuman 10 tahun penjara.
Hukuman tersebut bukan berasal dari UU ITE melainkan pasal pemberitahuan berita bohong dengan cara menyebarkan pada lebih dari satu orang.
"Nah, sekarang soal kasus hukumnya, ini sederhana saja. Yang dijerat utama itu Ratna Sarumpet dengan pasal 14 ayat 1 UU no 1 tahun 46 yaitu, dia menyiarkan pemberitahuan bohong."
"Memang tidak menyiarkan kepada publik sehingga tidak bisa dijerat dengan UU ITE, tidak melalui televisi atau cuitan tapi ia memberitahu langsung. Pertama kepada anaknya, kedua pada Fadli Zon, ketiga pada Prabowo dan Amien Rais ketika dikunjungi. Dia selalu membenarkan dan tidak pernah meralat cerita-cerita itu."
"Sehingga menurut hukum, yang dikatakan membuat siaran kepada publik itu menurut putusan MK, kalau dia memberitahu lebih dari satu orang itu dianggap itu sudah menyiarkan. Nah dia sudah menyiarkan berkali-kali dan tidak meralat ketika ditengok, malah bercerita terus. Itu bisa terkena hukuman 10 tahun penjara dengan pasal 14 ayat 1 UU no 1 tahun 1946," tambahMahfud.
Lihat videonya di bawah ini:
Berita ini adalah berita kompilasi yang telah tayang di Tribungrup. (Tribunmanadi.co.id/Indri Fransiska Panigoro)