Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Megawati: Panglima TNI Perempuan Why Not, Mahfud: Konstitusi Tak Bedakan Gender

Kedudukan laki-laki dan perempuan sama di mata hukum. Karenanya, bisa saja suatu saat Panglima TNI dijabat oleh perempuan.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
YouTube/KompasTV screenshot
Megawati Soekarnoputri saat pidato dalam seminar Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju oleh BPIP di The Ritz-Carlton Jakarta, Jakarta, Minggu (22/12). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Megawati Soekarnoputri mengatakan, Panglima TNI bisa saja dijabat oleh perempuan, karena setiap warga negara, laki-laki maupun perempuan punya kedudukan yang sama di mata hukum.

"Panglima TNI why not tidak boleh ya perempuan. Presiden saja sudah loh. Artinya ke bawahnya ya boleh dong," ujar Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dalam sebuah seminar nasional.

Seminar nasional Perempuan Hebat Untuk Indonesia Maju itu digelar oleh BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) di The Ritz-Carlton Jakarta, Minggu (22/12/2019).

Menurut Megawati, UUD 1945 memberi kesempatan setiap warga negara Indonesia (WNI) untuk berkontribusi kepada bangsa dan negara.

Laki laki dan perempuan, kata Megawati, mempunyai peluang yang sama dapat menempati jabatan penting di negara ini.

Jokowi Respons Cepat Permintaan Megawati, Cari Pengganti Maruf Amin dan Mahfud MD di BPIP

Bahkan, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan perempuan menjabat sebagai Panglima TNI.

"Kita harus ucapkan terima kasih kepada pemimpin, pejuang yang memerdekaan republik ini dan membuat konstitusi yaitu UUD 1945.

Baca konstitusi, di situ tidak ada laki-laki, perempuan, tetapi setiap warga negara.

Setiap warga negara laki-laki dan perempuan mempunyai hak sama di mata hukum," kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Megawati menegaskan bahwa negara memandang laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama.

"Jadi jangan berpikir kaum perempuan di belakang laki-laki. Konstitusi mengatakan seperti itu," kata dia.

Megawati mengatakan, pada zaman penjajahan, sejumlah perempuan turut maju ke medan perang.

Di antaranya Cut Nyak Dien dan Laksamana Malahayati.

"Saya tidak terbayang Ibu Cut Nyak Dien ikut perang. Laksamana Malahayati dia laksamana benar.

Dia bukan embel-embel dia ikut perang. Bukan tidak bangga kita punya Laksamana Malahayati.

Panglima TNI, why not perempuan," kata Megawati.

Sepanjang 74 tahun Indonesia merdeka, Indonesia pernah memiliki presiden perempuan dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat perempuan.

"Artinya, ke bawah boleh, dong. Betul atau tidak," tambah presiden kelima Republik Indonesia itu.

Megawati Soekarnoputri menyoroti dominasi kaum pria di posisi ketua DPR.

Sebelum Puan Maharani, anak Megawati, menjabat sebagai ketua DPR periode 2019-2024, posisi ketua lembaga legislatif tersebut sudah sebanyak 22 kali dijabat oleh kaum pria.

"Ibu-ibu tahu. Berjalannya republik ini, ini ke-23 kali dan pertama seorang ibu (menjadi, red) ketua DPR.

Yang 22 kali itu kaum pria, dominasi pria kuat sekali," kata dia.

Puan Maharani dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mendapatkan 450 ribu suara di pemilihan legislatif (pileg) 2019.

Ini merupakan perolehan suara terbanyak seorang calon anggota legislatif.

Megawati menyoroti naik-turun partisipasi perempuan di bidang politik.

Padahal, aturan 30 persen perempuan berpartisipasi di parlemen sudah dirumuskan sejak zaman Megawati masih menjabat sebagai presiden.

"Tiga puluh persen besar. Apakah perempuan bersedia di bidang politik?

Pada kenyataan, sampai hari ini capaian itu sulit. Ada yang katakan baru sampai 20 persen.

Meskipun ada kenaikan, tetapi bagi saya seorang wanita yang berkecimpung di politik (partisipasi perempuan di parlemen, red) itu naik-turun dan ini persoalan bersama.

Bagaimana menjalankan tata pemerintahan tanpa ada kaum perempuan," tambahnya.

Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

Mahfud menegaskan konstitusi di Indonesia tidak membedakan laki-laki dan perempuan.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengatakan, Indonesia memiliki kebijakan afirmatif.

Perempuan mendapatkan kebebasan untuk meniti karier politiknya berdasarkan kebijakan tersebut.

"Di dalam hukum kita dilakukan affirmative policy, di mana kaum perempuan itu diberi kemudahan yang lebih untuk menata karier politik," kata Mahfud.

Dia mengatakan sistem politik di Indonesia terbuka lebar untuk perempuan.

Mahfud menilai kaum perempuan Indonesia sudah maju di dunia politik.

Kebebasan berekspresi kaum perempuan kadang terbentur budaya menurut Mahfud.

Namun demikian, Mahfud yakin budaya tersebut akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan seiring perkembangan zaman.

(Tribun Network/gle/fid)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved