Garuda Indonesia
2 Mantan Petinggi Garuda Lakukan Aksi Ilegal di Pesawat, Ada yang Menipu dan Diduga Lakukan Korupsi
Kabar mengejutkan lagi datang dari PT Garuda Indonesia, mantan petinggi perusahaan pelat merah itu didakwa pengadilan AS.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dikabarkan seorang Warga Indonesia (WNI) didakwa AS telah melanggar aturan di Iran.
Disebutkan juga WNI tersebut sebagai mantan Direktur Utama Garuda Indonesia.
Dalam rilis resmi Kementerian Kehakiman AS,WNI tersebut diidentifikasi bernama Sunarko Kuntjoro sebagai Presiden Direktur PT MS Aero Support.
Warga Indonesia itu dituding melanggar sanksi dengan mengekspor suku cadang pesawat buatan AS ke Iran pada kurun waktu 2011 sampai 2018.
Dalam gugatan yang dilayangkan di Washington, Sunarko Kuntjoro mengirim onderdil itu ke Mahan Air yang masuk dalam daftar hitam.

Dilansir BBC Indonesia Rabu (18/12/2019), Sunarko yang didakwa di Distrik Columbia disebut adalah eks Direktur Garuda.
Pada 2005, dia ditunjuk sebagai direktur tatkala maskapai pelat merah Tanah Air itu masih dikomandoi oleh Emirsyah Satar.
Pada 2017, Sunarko yang berstatus mantan VP Engineering Maintenance and Information System dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat itu, dia berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Rolls-Royce yang menjerat Emirsyah Satar.
Selain Sunarko dan PT MS Aero Support, Washington juga mendakwa dua perusahaan Indonesia lain. Yakni PT Kandiyasa Energi Utama (PTKEU), dan PT Antasena Kreasi (PTAK).
Dalam surat dakwaan, Sunarko selaku pemegang saham Aero Support dituduh berkonspirasi dengan sejumlah pihak, baik dari Iran maupun AS.
Kementerian kehakiman menduga ada konspirasi yang melibatkan suku cadang pesawat milik Mahan Air melalui Aero Support, PTKEU, dan PTAK.
Onderdil itu bakal dikirimkan ke AS supaya diperbaiki, dan kemudian dibawa kembali ke Iran melalui sejumlah jalur pelayaran.
Dakwaan itu menuduh Sunarko Kuntjoro dan tiga perusahaan Indonesia tersebut melakukan aktivitas ilegal untuk menipu AS.
Sunarko dan tiga perusahaan itu diduga mengharapkan keuntungan finansial dengan membobol sejumlah peraturan AS.