Reuni 212
Rocky Gerung Nilai FPI Sudah Berubah, Guntur Romli: FPI Gerakan Politik yang Pakai Baju Agama
Meski dianggap banyak kalangan Rocky Gerung 'asal bunyi', karena tidak mengenal benar soal ormas Front Pembela Islam (FPI)
Sebelumnya Rocky Gerung berharap agar izin Front Pembela Islam (FPI) disetujui pemerintah
Hal tersebut tampak pada acara Rosi Kompas TV, Kamis (28/11/19).
Rocky Gerung berpendapat bahwa konsep khilafah itu belum final dan masih diperdebatkan.
"Ada orang yang memahami khilafah itu seolah-olah konsep yang final dan imperatif. Padahal konsep khilafah itu debatable. Jadi ngapain nakutin sesuatu yang debatable? Jadi pak Tito nggak ngerti juga bahwa konsep khilafah itu on going ideas" tanya Rocky Gerung.
Lalu Rocky Gerung mencontohkan seseorang yang meiliki ide untuk kembali di konsep kerajaan yang tidak demokratis.
"Padahal itu juga melanggar konsep NKRi kan, mengapa tidak ditangkap?" ujar Rocky Gerung.
Sementara itu, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli mengungkapkan adanya motif penyerangan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Reuni 212 yang berlangsung di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).
Tak hanya itu, Guntur Romli berpendapat isu pencekalan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab hanya memperkeruh suasana.

Hal ini diungkapkan Guntur Romli dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi, yang videonya diunggah pada kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (2/12/2019).
Sebelumnya Guntur mengatakan bahwa Reuni 212 merupakan gerakan politik.
Pernyataan Guntur mendapat respons dari pembawa acara Bayu Andriyanto.
Bayu mempertanyakan terkait momentum yang berkaitan dengan unsur politik tersebut.
Diketahui, Pemilihan Presiden (Pilpres) juga sudah selesai dilakukan.
Guntur menjawab bahwa gerakan 212 memiliki tujuan untuk menyerang pemerintah.
"Menurut saya tetap tujuannya untuk menyerang pemerintahan Pak Jokowi," ujarnya.