Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Polemik Izin FPI

Budiman Sudjatmiko: FPI Punya Konstitusi Membunuh Negara, Rocky Gerung: FPI Konsep Belum Final

Siapa yang tak kenal politisi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko yang dulu merupakan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Editor: Aswin_Lumintang
Tangkap Layar Kompas TV
Rocky Gerung dan Budiman Sudjatmiko 

"FPI itu bukan ide, FPI itu adalah ide yang sudah berwujud menjadi pentungan," kata Budiman Sudjatmiko.

"Bukan FPI nya, ini nih enggak nangkap-nangkap," imbuh Rocky Gerung.

"FPI adalah ide yang sudah menjadi pentungan, yang bisa dipakai untuk memukul Anda ketika mereka mengetahui bahwa Anda minum wine," tegas Budiman Sudjatmiko.

Menanggapi ucapan Budiman Sudjatmiko, Rocky Gerung mengaku sebenarnya sudah ada perubahan yang dilakukan FPI.

Tak terima dengan ucapan tersebut, Budiman Sudjatmiko justru membahas soal eksistensi FPI yang seolah masih bercitra kurang baik.

Guna menengahi perdebatan itu, Rosiana Silalahi pun mengurai kesimpulan.

"Saya itu anti FPI, gue berkelahi sama Munarman walaupun dia teman gue, tapi itu 20 tahun lalu. Sekarang Anda lihat perubahannya ?" ucap Rocky Gerung.

"Berubah di mana ? AD/ART nya masih sama," kata Budiman Sudjatmiko.

"Bertambah enggak kekerasan FPI sekarang ?" tanya Rocky Gerung.

"Berubah enggak eksistensinya ?" tanya Budiman Sudjatmiko.

"Oke udah clear. Sebenarnya kita sama bahwa tidak ada yang bisa membunuh ide selama itu hanya sekadar ide. Tapi ketika itu menjadi sesuatu kekuatan untuk melakukan kekerasan, mengganti dasar negara, itu yang sebenarnya dicemaskan Budiman. Buat Bung Rocky itu bisa diselesaikan dengan KUHP," imbuh Rosiana Silalahi.

Budiman Sudjatmiko Akui SKB 11 Menteri Represif

BUDIMAN Sudjatmiko menilai penerbitan SKB 11 menteri tentang penanganan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan tindakan represif yang dilakukan pemerintah.

"Represif pasti iya, dalam negara demokrasi selain ada unsur kebebasan, juga ada unsur represif salah satunya adalah penegakan hukum," ujar Budiman dalam program acara Rosi di Kompas Tv, Kamis (28/11/2019).

Menurut Budiman, ASN merupakan bagian dari birokrasi negara.

Untuk itu, Budiman menilai hak asasi dari ASN tersebut harus dibedakan dari warga pada umumnya.

"Sebagaimana ketika Anda menjadi anggota organisasi apapun, ada ketentuan misalnya menjaga rahasia organisasi," ucap Budiman.

Budiman lalu mengatakan, tindakan ini digunakan untuk mengontrol perilaku ASN dalam menggunakan fasilitas negara.

Ia menyebut ada beberapa lembaga negara yang digunakan ASN untuk menyebarkan pemahaman yang bertentangan dengan ideologi negara.

"Banyak sekali lembaga-lembaga negara, BUMN, birokrasi yang sering dipakai beberapa fasilitas untuk kemudian berbicara mengganti dasar negara," papar Budiman.

"Menilai kebijakan politik pimpinan politiknya."

Budiman mengatakan ketika hal tersebut dibicarakan di internal ASN, maka tidak jadi masalah.

Namun ketika sudah dibicarakan di luar area dalam hal ini adalah pada media sosial, maka hal tersebut menjadi tidak etis.
Hal berbeda disampaikan oleh peneliti P2D Rocky Gerung.

Rocky mengatakan, aturan tersebut hanya berlaku saat ASN berada di lingkungan kerjanya.

"Jadi ketika jam 16.31 dia berpikir untuk mengganti ideologi negara, ya boleh saja," ujar Rocky.

Ia juga mengatakan, ASN juga membutuhkan privasinya sebagai manusia.

"Ya kalau enggak apa, hidupnya kehilangan privasi, masak 24 jam mikir negara terus,"

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan SKB 11 menteri mengenai penanganan radikalisme di kalangan aparatur sipil negara.

Dilansir dari laman Kompas.com, Selasa (26/11/2019), SKB tersebut telah terbit sejak pertengahan November lalu.

Poin penting yang harus dipatuhi oleh ASN adalah tidak memberikan pendapat baik lisan maupun tulisan yang mengandung ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah di media sosial.

Terbitnya SKB ini mengindikasikan pemerintah punya perhatian serius pada ASN agar tak mudah terpapar oleh radikalisme.

Tak hanya itu, hal ini juga membuat ASN lebih berhati-hati lagi dalam membuat unggahan di media sosial.

Penerapan SKB ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan memiliki tolok ukur yang tepat.

Sementara itu, pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan SKB tersebut adalah:

1. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB)

2. Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

3. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham)

4. Menteri Agama (Menag)

5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)

6. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)

7. Badan Intelijen Negara (BIN)

8. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

9. Badan Kepegawaian Negara (BKN)

10. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

11. Komisi Aparatur Sipil Negara

Namun, penerbitan SKB ini justru menimbulkan polemik dari berbagai pihak.

SKB ini dinilai dapat membuat kebebasan dari ASN itu sendiri terkekang.

Menurut Partai Gerindra, terbitnya SKB tersebut dinilai kurang tepat dalam proses demokrasi di Indonesia.

Hal itu dapat membuat kebebasan pendapat dari warga negaranya yang menjadi ASN menjadi berkurang.

Tak hanya itu, SKB 11 menteri ini dianggap sebagai kemunduran pemerintahan Presiden Joko Widodo-Maruf Amin.

Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

PKS lalu mengingatkan agar aturan tersebut tidak digunakan pemerintah untuk menyingkirkan kelompok-kelompok yang tak sepaham dengan pemerintah di tubuh ASN. (TribunWow.com/Fransisca Mawaski)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved