Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sri Mulyani Kurangi Pajak Badan: Hapus Pajak Dividen Perusahan yang Ekspansi

Pemerintah berencana melakukan deregulasi perpajakan. Di antaranya, mengurangi pajak badan secara bertahap dari 25 persen menjadi 20 persen

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com
Menteri Keuangan Sri Mulyani usai menghadiri diskusi 'Challenges of Diversity Management in a Public Organization' di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI), di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/10/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah berencana melakukan deregulasi perpajakan. Di antaranya, mengurangi pajak badan secara bertahap dari 25 persen menjadi 20 persen. Juga akan menghapuskan pajak dividen. Itulah fokus dalam omnibus law perpajakan yang drafnya bakal dirampungkan pada Desember mendatang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan enam fokus omnibus law perpajakan. Inti dari omnibus law perpajakan merevisi beberapa undang-undang menjadi satu sekaligus, yaitu undang-undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan undang-undang mengenai kepabeanan.

Ketua DPR Tolak Usulan PBNU soal MPR Pilih Presiden: Ini Kata Wapres

"Kita menggunakan omnibus law dalam rangka membuat rezim perpajakan kita sesuai dengan prioritas pemerintah dalam transformasi ekonomi dan mengantisipasi perubahan terutama digital ekonomi," kata Sri Mulyani ketika memberikan paparan dalam acara KOMPAS100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (28/11).

"Juga mengantisipasi perubahan, terutama digital ekonomi dan bagaimana bisa kompetitif dengan rezim perpajakan global maupun regional," ujar Sri, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Omnibus law adalah sebuah undang-undang yang mengatur atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Omnibus Law bertujuan merampingkan regulasi dari segi jumlah, menyederhanakan dan merapikan peraturan agar lebih tepat sasaran.

Omnibus law bisa menjadi cara singkat sebagai solusi peraturan perundang-undangan yang saling berbenturan, baik secara vertical maupun horizontal.

Adapun enam hal yang menjadi fokus pemerintah dalam omnibus law sebagai berikut, pertama, pajak penghasilan badan diturunkan bertahap Bendahara Negara memaparkan, fokus utama adalah mengenai pajak penghasilan, yaitu pajak penghasilan badan atau korporasi.

Secara bertahap, pemerintah bakal mengurangi PPh badan yang saat ini sebesar 25 persen menjadi 20 persen. Awalnya, PPh Badan diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen pada 2021, sebelum akhirnya menjadi 20 persen pada 2023.

Ekonom Robert Winerungan: Perayaan Natal Dorong Konsumsi dan Permintaan Barang

"Dilakukan bertahap karena dampak fiskalnya harus dijaga. Karena dengan penurunan itu, juga menurunkan basis perpajakan kita secara signifikan," jelas Sri Mulyani.

Pemerintah juga bakal memberi insentif perpajakan jika perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa. Besaran potongan pajak yang diberikan sebesar 3 persen untuk lima tahun. "Supaya ada additional perusahaan listing sehingga bursa semakin dalam dan berkembang," ujar dia.

Kedua, menghapus pajak dividen. Sebelumnya, pemerintah masih membebankan pajak kepada perusahaan dengan nilai saham kurang dari 25 persen dari jumlah modal yang disetorkan. Namun, kini dividen tidak lagi menjadi objek pajak pemerintah, terutama untuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang melakukan ekspansi ke luar negeri.

"Contohnya, Gojek buka di Flipina dan Vietnam, ada share lebih dari 25 persen otomatis tidak dipajakin, tapi selama ini kurang dari itu tetap dipajakin. Makanya akan kita hapuskan," jelas Sri Mulyani.

Sri menyatakan, RUU Omnibus Law akan disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dalam waktu dekat. Dengan demikian maka bisa dilakukan pembahasan pada awal tahun depan.

"Kira-kira itu difinalkan, timelinenya berharap draft bisa selesai dan harmonisasi dan bisa disampaikan ke DPR sebelum reses 18 Desember. Januari sudah bisa bahas dan sudah komunikasi ke DPR."

Ketiga, rezim pajak menjadi teritorial. Sri Mulyani memaparkan, wajib pajak baik dari luar negeri maupun dalam negeri menjadi wajib pajak luar negeri wajib membayarkan pajak penghasilan mereka ke Indonesia tergantung berapa lama waktu tinggal di Indonesia.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved