Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Komisi III DPR: SP3 Bukan ATM Baru KPK

Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Desmond J Mahesa meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menyalahgunakan kewenangan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
antara
Komisioner KPK mengikuti rapat dengan Komisi III DPR RI di Senayan, Rabu (27/11/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Desmond J Mahesa meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menyalahgunakan kewenangan untuk menerbitkan Surat Penghentian dan Penyidikan Perkara (SP3). Desmond ingin KPK tidak menjadikan kewenangan itu menjadi ibarat anjungan tunai mandiri lembaga antirasuah tersebut.

Bamsoet Tak Yakin Aklamasi Ketum Golkar: Pleno Jelang Munas 2019

Desmond Mahesa menyampaikan permintaan itu saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR dengan KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11). Pada rapat tersebut Komisi III meminta penjelasan dari KPK soal kasus-kasus korupsi yang belum selesai.

Menurut Desmond kasus-kasus yang belum selesai tersebut juga terkait dengan kewenangan KPK menerbitkan SP3.

Kewenangan tersebut tertuang dalam Undang-undang KPK yang direvisi. "Ada tidak catatan yang layak diberikan terkait SP3 agar semua yang berkaitan dengan SP3 paham? Kasus-kasus lama yang terselesaikan? Kriterianya perlu," ujar Desmond.

Terkait SP3 tersebut, Desmond menegaskan harapannya kepada KPK. Politikus Partai Gerindra itu tidak ingin KPK menyalahgunakan kewenangan menerbitkan SP3. Desmond minta kewenangan itu tidak menjadi ATM baru bagi KPK. "Jangan kesannya ini jadi ATM baru. Kalau di lembaga lain SP3 ini jadi ATM baru," kata Desmond.

Jokowi: Silakan Gugat Jabatan Wakil Menteri ke MK, Tugas Menteri Terlalu Berat

Komisi III juga meminta masukan dari para pimpinan KPK periode 2015-2019 tentang kriteria SP3. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan sebetulnya lima pimpinan KPK telah terang-terangan menolak kewenangan tersebut. Pertimbangan mereka kewenangan ini rentan disalahgunakan.

"Kalau kami ditanya kriteria, menurut kami harus sama dengan KUHAP," ujar Laode.

Mengacu Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, terdapat tiga alasan sebuah kasus dapat dihentikan. Pertama, penyidik tidak memperoleh bukti yang cukup untuk menuntut tersangka.

Selain itu, bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka juga menjadi alasan penerbitan SP3.

Alasan kedua adalah peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, penghentian penyidikan demi hukum.

Alasan ini dapat dipakai bila terdapat alasan-alasan penghapusan hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana karena nebis in idem (seseorang tidak boleh dituntut kali kedua dalam kasus yang sama), tersangka meninggal dunia atau karena perkara pidana kedaluwarsa.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan pihaknya bakal menerbitkan SP3 terhadap empat kasus. SP3 tersebut dihentikan karena tersangka dalam kasus-kasus itu meninggal dunia.

Max Rembang: Peta Kekuatan Calon Gubernur Sulut Pilkada Mendatang, Petahana Punya Modal Politik

"Kalau terkait dengan berapa yang akan kita terbitkan, yang jelas ada empat tersangka yang sudah meninggal. Tentu kami akan terbitkan SP3. Selebihnya tidak ada, hanya empat orang," ujar Alexander yang tidak menjelaskan empat kasus tersebut.

Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis (kiri) menjabat tangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/11/2019). Pertemuan Kapolri dan Ketua KPK bertujuan untuk membahas sinergi dalam pemberantasan korupsi.
Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis (kiri) menjabat tangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/11/2019). Pertemuan Kapolri dan Ketua KPK bertujuan untuk membahas sinergi dalam pemberantasan korupsi. (antara)

Lebih dari Setahun

Dalam rapat ini para komisioner KPK juga menyampaikan perkembangan kasus korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino. Laode M Syarif menuturkan KPK saat ini mengalami kesulitan dalam melimpahkan berkas perkara RJ Lino. KPK belum mendapatkan jumlah kerugian yang dialami oleh negara dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Syarif menuturkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersedia menghitung kerugian negara jika telah ada penetapan tersangka.

Menurut Syarif sebuah kasus korupsi biasanya diselidiki setelah BPK mengungkap adanya potensi kerugian. Namun demikian, Syarif mengungkapkan sampat saat ini BPKP juga belum menghitung jumlah kerugian negara pada kasus RJ Lino.

"Di situlah kita minta BPKP, tapi BPKP lama, hampir satu tahun lebih tidak mau hitung. Saya tidak tahu apa yang terjadi," tutur Syarif.

Setelah meminta penghitungan kerugian negara dari BPK, kerugian tersebut ternyata juga tidak dihitung. Menurut Syarif alasan BPK adalah pembandingnya tidak ada yang dari China.

"Waktu itu saya dengan Pak Agus sudah di Beijing mau minta itu, tapi pertemuannya dibatalkan. Harusnya kan ada harga karena kan barangnya barang China. Harga dari sana berapa? Tidak ada. Setelah itu apa yang kami lakukan sekarang? Pihak otoritas China ini memang tidak kooperatif," jelas Syarif.

KPK kemudian meminta ahli untuk menghitung komponen per komponen dan membandingkan dengan harga di pasar dunia. Syarif menegaskan penyidikan terhadap kasus RJ Lino tetap berjalan. (Tribun Network/fhd)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved