News
Naskah Pidato Nadiem Makarim Dikritik Fadli Zon: Lebih Banyak Arahan, Tak Ada Isu Kesejahteraan Guru
Meski sudah 25 tahun memperingati Hari Guru Nasional, menurut Fadli, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Fadli kemudian mengkritisi naskah pidato Mendikbud Nadiem Makarim untuk memperingati Hari Guru tahun ini.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengungkap hal ironis.
Meski sudah 25 tahun memperingati Hari Guru Nasional, menurut Fadli, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan.
"Saya melihat, kesejahteraan guru juga belum menjadi perhatian utama. Dari teks pidato yang beredar di media, saya perhatikan Mendikbud lebih banyak memberikan “arahan” ketimbang “penghargaan” kepada para guru," sindir Fadli Zon, Senin (25/11/2019).
"Padahal, semangat utama peringatan Hari Guru bertujuan agar semua pihak, terutama pemerintah. Untuk menghormati, mengapresiasi, dan meningkatkan kesejahteraan guru," ujarnya.
Sayangnya, lanjut Fadli pesan yang dimaksud tak tercermin dalam pidato Mendikbud tahun ini.
Tentunya, kata dia menjadi hal yang patut menjadi pertanyaan, kenapa isu kesejahteraan guru tidak ada dalam public address Mendikbud?
• Warga Grebek Oknum Anggota Dewan Tengah Berduaan dengan Janda di Dalam Rumah, Nyaris Diamuk Massa
• 21 Nama Staf Khusus Presiden Jokowi dan Wapres Maruf, Mantan Aktivis hingga Anak Mantan Kepala BIN
• PDIP Seleksi Calon Wali Kota Manado, James Sumendap : Saya Paling Kuat
"Kunci pendidikan terletak pada kualitas tenaga pengajar. Hanya saja, menurut saya, hingga saat ini, pemerintah belum secara serius mengatasi problem kesejahteraan guru, terutama guru honorer," katanya.
Padahal, Fadli mengungkap Indonesia saat ini bisa dikatakan mengalami darurat guru.
Berdasarkan data Kemendikbud, guru PNS saat ini berjumlah 1,3 juta orang.
Sementara kebutuhan guru se-Indonesia mencapai 2.1 juta.
Angka ini akan semakin meningkat, mengingat pada tahun ini terdapat 52 ribu guru PNS akan pensiun.
Sebagian kekurangan tersebut coba ditutupi dengan guru berstatus P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Dan sisanya, sebanyak 746.121 guru coba dipenuhi oleh pemerintah melalui guru honorer.
Namun, keberadaan guru berstatus honorer, menurut saya, bukannya menyelesaikan masalah tapi justru memunculkan masalah baru, di mana kesejahteraan guru honorer ternyata masih sangat jauh dari layak.
"Pada Juli lalu, misalnya, kita dikejutkan dengan kabar seorang guru di Pandeglang dengan honor 350 ribu perbulan, yang terpaksa tinggal di toilet sekolah," katanya.
• Geram dengan Ulah Lucinta Luna, Gebby Vesta Unggah Foto Paspor Muhammad Fatah: Bencong Halu!
• Dubes Arab Saudi Bocorkan Proses Negoisasi Kepulangan Habib Rizieq Shihab
"Atau guru honorer di Samarinda yang sudah 10 tahun mengajar, namun bertahan dengan gaji Rp 800 ribu perbulan. Kisah tersebut bisa jadi hanya fenomena gunung es saja. Realita di lapangan, tentunya lebih banyak lagi," lanjut Fadli.
Fadli mencatat, pemerintah memiliki rencana untuk mengatasi problem tersebut.
Tahun lalu, pemerintah menyatakan akan mengangkat minimal 110 ribu guru honorer di seluruh Indonesia setiap tahunnya.
Namun sayangya, rencana tersebut tidak didukung oleh komitmen yang kuat.
Bulan lalu, Menko Pembangunan dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyatakan tahun ini sebenarnya ada kuota 156 ribu pengangkatan guru PNS.
Tapi sayangnya, menurut pemerintah, kuota tersebut tak bisa dipenuhi lantaran banyak guru honorer tidak memenuhi syarat.
"Jika sikap seperti itu yang selalu dikedepankan, menurut saya, pemerintah memang setengah hati memperhatikan guru honorer. Kalau kuota tersedia, dan secara real tenaga guru honorer juga dibutuhkan, kenapa statusnya untuk menjadi PNS dipersulit?" Fadli mempertanyakan.
Jika pemerintah serius dengan nasib guru honorer, semestinya ada prioritas.
Jangan sampai, upaya para guru honorer mengubah nasib, dihambat hanya karena persyaratan administrasi dan test yang kerap bersifat formalitas, sementara negara tetap menggunakan mereka dengan kesejahteraan yang minim.
Jika demikian, imbuh Fadli, dimana letak apresiasi pemerintah terhadap nasib guru honorer?
• Ponsel Terbaru di Indonesia, Vivo S1 Pro Dijual Seharga Rp 3,9 Jutaan, Simak Spesifikasi Lengkapnya
• Namanya Masuk Survei Bursa Calon Wali Kota, Jurani Rurubua Mengaku Tak Ingin Mencalonkan Diri
Guru honorer seperti dieksploitasi, padahal banyak dari mereka telah mengajar dan mendidik belasan bahkan puluhan tahun.
"Hari Guru tahun ini, semestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyelesaikan problem kesejahteraan guru honorer yang kerap terkatung-katung. Bangsa yang abai terhadap guru, pasti akan sulit maju," kata Fadli.
"Karena kualitas generasi penerus salah satunya ditentukan oleh bagaimana negara tersebut mengapresiasi profesi guru. Kualitas generasi harusnya sejalan dengan upaya memprioritaskan sumber daya manusia unggulan," ujarnya lagi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Subscribe YouTube Channel Tribun Manado: