Tiga Kekuatan di Istana, Prabowo dan Moeldoko Bersaing, Luhut dan Surya Paloh Terdepak
Sejak awal Presiden Joko Widodo berkuasa banyak yang percaya ada beberapa orang berpengaruh di belakang Presiden Jokowi.
"Sekarang terlihat bahwa relawan bukan relawan, tapi orang yang punya pamrih itu dan pamrih itu pasti ditranksaksikan dengan presiden pada sebelum pemilu yang lalu itu," tutur Rocky Gerung.
Sehingga, Rocky Gerung menilai keinginan relawan untuk mendapat balasan dari Jokowi dalam merusak etika politik.
"Sekarang terlihat bahwa enggak ada yang disebut relawan Jokowi, semuanya itu adalah pamrih dan pamrih itu harus sekarang dibayar."
"Nah itu pelajaran yang buruk bagi etika politik," kata Rocky Gerung.
Jika yang meminta kekuasaan adalah partai politik maka hal itu dinilai wajar.
"Di dalam teori politik demokrasi itu tidak wajar karena partai jelas minta dari kekuasaan."
"Tapi relawan enggak boleh minta, di mana-mana orang yanng paling mengerti kekuasaan itu harus dirawat dengan kondisi etik maksimal," lanjut Rocky Gerung.
Menurutnya, relawan seharusnya membantu menghasilkan suara bagi kekuasaan, bukan menagih kekuasaan.
"Relawan sebetulnya mensuplay bagian etika, bagian moral dari politik."
"Dia enggak boleh nagih kekuasaan itu itu kacaunya pengertian relawan di Indonesia,"
"Volunteer itu artinya membantu untuk menghasilkan suara bukan untuk menagih suara," ujar Rocky Gerung panjang lebar.

Pada kesempatan itu, Rocky Gerung juga menilai nantinya akan ada tiga tokoh yang menjadi sorotan dalam Istana.
Mulanya, Rocky Gerung menduga Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memiliki pusat kekuasaanya sendiri.
"Kalau dilihat dari sudut power game (permainan kekuasaan), kelihatannya Pak Moeldoko juga ingin bikin pusat kekusaan yang lebih besar," ujar Rocky Gerung.
Rocky Gerung menduga, Moeldoko ingin membangun kekuasaan ada kaitannya dengan Menteri Pertahnan Prabowo Subianto yang menjadi sorotan.