Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Menag Fachrul Razi Sering Pakai Celana Cingkrang, DPR Minta Dia Belajar Agama

Anggota Komisi VIII DPR fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Ali Taher meminta Menag Fachrul Razi kembali belajar tentang agama.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
Tribunnews/Jeprima
Menteri Agama Fachrul Razi saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2019). Rapat kerja itu membahas evaluasi program dan rencana program prioritas di Kementerian Agama 2020. 

TRIBUNMANADO.CO.ID -  Menteri Agama Fachrul Razi mengaku sering mengenakan celana cingkrang saat hendak melaksanakan salat di masjid dekat rumah.

Fachrul menegaskan tak melarang masyarakat mengenakan cadar dan celana cingkrang.

Ia hanya tak ingin cadar dan celana cingkrang menjadi tolak ukur ketaqwaan seseorang.

"Saya di rumah itu mohon maaf kalau cucu saya bilang kakek itu jenderal sarungan.

Terus kalau ke masjid atau main ke masjid pasti saya pakai celana cingkrang, karena masjid kami itu masjid di Bambu Apus itu pakai tangga.

Istri saya itu bilang 'pak jangan pakai sarung, nanti bapak keserimpet sarungnya nanti jatuh lagi bapak' gitu.

Jadi pakai celana cingkrang biasa saja," ujar Fachrul saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11).

Wamenag: Semua Pihak Lawan Radikalisme

Fachrul mencontohkan, pemakaian celana cingkrang harus sesuai dengan fungsinya.

Terkhusus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memang tak memperbolehkan, karena tak sesuai aturan.

"Kalau kemudian dibuat di TNI tidak boleh, ASN tidak boleh, ya pasti iya dong, di sana kan punya aturannya sendiri.

Saya enggak pernah larang, adik-adik saya juga pada pakai celana begitu juga. Tapi, tidak pada saat di tempat-tempat yang mestinya tidak memakai celana itu," tutur Fachrul.

Ia menegaskan tak pernah melarang masyarakat memakai celana cingkrang, karena bukan wewenangnya.

"Tidak pernah saya melarang memakai celana itu, apa juga kewenangan saya melarang itu.

Cuma boleh kita katakan bahwa itu juga bukan ukuran ketaqwaan orang, silakan saja pilih masing-masing," imbuh Fachrul.

Menag Usul Berdoa di Masjid Gunakan Bahasa Indonesia

Anggota Komisi VIII DPR fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Ali Taher meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi kembali belajar tentang agama.

Sehingga, ia berharap Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Fachrul tidak terlalu mencampuri perihal keyakinan yang sejatinya menjadi ranah pribadi.

Ali mengaku tidak sepakat dengan pandangan Fachrul terkait radikalisme.

Ia menilai ada kekeliruan dalam menggunakan istilah radikalisme yang justru menyasar kepada ranah keyakinan seseorang yang semestinya tidak boleh dicampuri oleh negara.

"Oleh karena itu, belajarlah tentang apa itu agama, pak menteri, dan apa itu faith, dan apa itu religion.

Agama Pasal 29 adalah organisasi, mengatur, bukan faith. Faith itu iman, jangan diganggu," ujarnya.

Lebih lanjut, Ali mengatakan religion berkaitan dengan agama dan pemerintah dalam menjaga kerukunan antarumat beragama.

Sedangkan faith berkaitan dengan keyakinan seseorang yang tidak bisa dicampuri oleh negara.

"Bicara soal salat, zakat, dan lain sebagainya itu adalah faith.

Anda tidak boleh masuk wilayah itu. Oleh karena itu menurut saya, saudara harus banyak belajar tentang apa itu religion dan apa itu faith," katanya.

Karena itu, Taher meminta Fachrul untuk lebih bijaksana lagi dalam menyusun aturan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru nantinya dianggap bertentangan dengan umat.

"Anda dan Kemenag menjadi wasit. Jangan sampai wasit, anda berjalan di dalamnya, kemudian anda kehilangan para pemain, maka anda jalan sendirian," katanya.

Saat rapat berlangsung, hampir sebagian besar anggota Komisi VIII DPR RI menanyakan langsung soal celana cingkrang kepada Fachrul.

Beberapa di antaranya, setuju soal aturan celana cingkrang dan cadar, tapi diterapkan di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Moekhlas Sidik misalnya yang mendukung soal aturan celana cingkrang dan cadar, diterapkan di lingkungan ASN.

Menurutnya, tak semua kebijakan dapat menyenangkan seluruh pihak.

"Kami mendukung bapak soal aturan cingkrang, cadar. Karena setiap pakaian ada maqomnya.

Kebijakan bapak tidak usah ragu-ragu. Kami mendukung tatkala jelas aturannya," tutur Moekhlas saat rapat kerja bersama Menag.

Sementara anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka juga menyinggung soal pernyataan Fachrul Razi mengenai celana cingkrang dan cadar.

"Baru satu langkah sudah bikin gaduh," kata Diah.

Diah melihat dari sudut yang berbeda. Ia melihat pemerintah tak pernah melarang masyarakat menggunakan apa yang menjadi identitas agamanya.

"Pak menteri juga tidak melarang itu. Hanya mengusulkan atau membuat pernyataan bagaimana dalam kehidupan bernegara. Jadi yang diatur kehidupan bernegaranya, bukan kehidupan beragamanya," katanya.

Anggota Komisi VIII DPR fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mengatakan, pernyataan Menag yang melarang penggunaan cadar justru menimbulkan kegaduhan.

Ia mengimbau Kementerian Agama untuk memperbaiki kinerja ketimbang mengatur ranah pribadi seseorang.

"Kami dari fraksi PKS menginginkan Kementerian Agama supaya menyetop statement-statement yang kontraproduktif itu dan fokus membangun Kementerian Agama, khususnya membangun kerukunan di dalam internal agama dan kerukunan dengan eksternal agama," ujarnya.

Senada dengan Iskan, Nanang Samodra dari fraksi Demokrat mengatakan Fachrul Razi harus fokus pada pengembangan Kementerian Agama.

Ia setuju dengan langkah Menag yang ingin menghentikan penyebaran radikalisme.

Namun, menurutnya, cara Menag untuk melarang penggunaan cadar kurang tepat.

"Saya sepakat untuk menghentikan penyebaran paham radikalisme.

Hanya saja caranya yang perlu kita tinjau kembali.

Prinsip dari deradikalisasi adalah bisa melakukan pendekatan religius dan pendekatan security.

Kami harap Kementerian Agama lebih fokus pada pendekatan religius," ucapnya.

Selain Iskan dan Nanang, Maman Imanul Haq dari fraksi PKB juga menilai isu radikalisme tak berhungan dengan cara berpakaian seseorang.

Ia menilai, pernyataan Menag terakait larangan penggunaan cadar membuat gaduh publik.

Maman meminta agar Menag lebih bijak mengeluarkan pernyataan di hadapan publik.

"Jadi, sebenarnya isu radikalimse itu tidak ada hubungan dengan cingkrang, tidak ada kaitannya dengan cadar.

Apalagi cingkrang hari ini jadi noise. Jadi bukan masalah radikalisme.

Sebaiknya. pak menteri berkoordinasi juga hasil penelitian di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu menunjukkan tidak ada kaitannya, kalaupun ada 1 atau 2 orang itu oknum," ujar Maman.

Setop Bicara Radikalisme

Sementara itu organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah meminta semua pihak menyudahi perbincangan mengenai radikalisme, termasuk pemerintah dan media.

Isu radikalisme yang berkembang dinilai Muhammadiyah justru kian melebar.

"Karena itu Muhammadiyah meminta supaya dosis pembicaraan tentang radikalisme ini dikurangi dan atau dikempeskan," kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas.

Sejauh ini, ia mengungkapkan, masih banyak persoalan yang lebih penting diselesaikan ketimbang isu yang berkutat pada radikalisme.

"Ini bukan berarti masalah radikalisme tidak penting dan tidak berbahaya bagi masa depan bangsa. Kita harus perhatikan dan pikirkan masalah lain seperti bidang ekonomi, politik dan pendidikan," terangnya.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menuturkan, masalah pendidikan misalnya, yang harusnya mencetak dan melahirkan generasi yang memiliki karakter insan pancasilais, seperti keinginan Presiden Jokowi.

Namun, kenyataannya, banyak mencetak anak-anak dan generasi bangsa sekuler karena pendidikan diberikan lewat mata ajar terputus dan tidak terkait dengan Tuhan atau sila pertama.

"Oleh karena itu, dunia pendidikan kita harus bisa kita benahi agar ia mampu mencetak anak-anak didik dan generasi bangsa yang tunduk dan patuh kepada Tuhan dan agama," ujar Anwar.

Menurut dia, insan pancasilais merupakan pribadi yang lebih mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam mengatasi perbedaan, berorientasi kepada kepentingan orang banyak, terutama untuk terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Padahal, kehadiran agama bagi kita bangsa Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tutupnya.

(Tribun Network/mam/nis/rin/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved