Mantan Menpora Imam Nahrawi Minta Dibebaskan
Mantan Menpora Imam Nahrawi melalui gugatan praperadilan ke Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11),
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mantan Menpora Imam Nahrawi melalui gugatan praperadilan ke Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11), meminta status tersangkanya dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI, dibatalkan dan dibebaskan oleh hakim. Dia menilai penetapan tersangka dirinya oleh KPK tidak sesuai prosedur.
• Jokowi Pilih Ahli Hukum Jadi Dewan Pengawas KPK
Dalam materi permohonan gugatan yang dibacakan kuasa hukumnya, Saleh, Imam juga menyinggung penahanan dirinya pada 27 September 2019, terjadi saat pimpinan KPK, Saut Sitomurang, telah menyerahkan mandat operasional KPK ke Presiden Joko Widodo. Hal itu terjadi pada 13 September 2019.
"Yang melakukan penahanan tanggal 27 September adalah Agus Rahardjo selaku penyidik. Sementara kita tahu bahwa Pak Agus Rahardjo, ini Pak Agus sendiri loh yang ngomong di media, ia menyerahkan mandat kepada presiden di tanggal 13 September 2019," kata Saleh.
Saleh juga berpendapat, dengan pengembalian mandat operasional KPK kepada Presiden, maka saat itu Saut Situmorang telah mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK.
Dengan demikian, keputusan KPK menahan Imam dinilai cacat hukum karena ada salah satu pimpinan yang tidak ikut dalam pengambilan keputusan itu. "Nah oleh karena itu, ini kolektif kolegialnya, kita kemudian jadikan materi praperadilan," tutur Saleh.
Selain itu, Imam juga belum diperiksa sebagai calon tersangka sesuai putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014. Pihak Imam juga mempertanyakan mengapa pemeriksaan saksi-saksi baru dilakukan setelah penetapan Imam sebagai tersangka, yaitu pada 28 Agustus 2019.
Kemudian, kuasa hukum juga mempermasalahkan proses investigasi yang tumpah tindih. Sebab, Saleh mendapatkan informasi bahwa ada kasus yang melibatkan kliennya di Kejaksaan Agung.
• Ahmad Dhani Enggan Gantikan Tri Rismaharini
"Juga ada hal lain bahwa proses penyidikan terkait dengan proses yang hari ini dilakukan oleh KPK, juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Kami punya panggilan-panggilannya dan sampai sekarang masih berjalan," tutur dia.
Saleh juga menilai proses hukum untuk kliennya seharusnya batal demi hukum karena tidak menggunakan UU KPK hasil revisi.
Diketahui, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK yang baru berlaku setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat undnag-undang tersebut dalam Lembaran Negara pada 17 Oktober 2019.
Imam mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Dilansir dari situs http://sipp.pn-jakartaselatan.go.id, Jumat, Imam mendaftarkan permohonan praperadilan pada 8 Okotber 2019.
Ada beberapa petitum permohonan praperadilan Imam Nahrawi. "Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi petitum permohanan praperadilan.
Kemudian, menyatakan penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi sebagaimana surat penyidikan KPK pada 28 Agustus 2019 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Imam juga minta majelis hakim menyatakan Surat Perintah Penahanan dirinya adalah tidak dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Petitum selanjutnya, memerintahkan KPK untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap Imam Nahrawi. Selain itu, memerintahkan KPK mengeluarkan Imam Nahrawi dari Rutan Pomdam Jaya Guntur sejak putusan dibacakan.