Imam Nahrawi Tutupi Borgol dengan Map
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) menjalani pemeriksaan perdana di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/10).
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) menjalani pemeriksaan perdana di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/10), pasca-ditahan karena kasus dugaan suap pengurusan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
• Prabowo Ajak Golkar Berkompetisi: Prabowo Bertemu dengan Airlangga
Imam menutupi tangannya yang terborgol dengan map saat datang dan sepulang pemeriksaan tersebut.
Imam yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK di Pomdam Jaya, dibawa penyidik ke Gedung KPK dengan mobil tahanan pada pukul 10.00 WIB.
Imam mengenakan kemeja putih berbalut rompi tahanan warna oranye dan celana panjang hitam. Sebuah map merah menutupi sebagian tangannya yang terborgol. Tak diketahui isi map tersebut. "Sehat, alhamdulillah," kata Imam setiba di Gedung KPK.
Imam tidak lama menjalani pemeriksaan di dalam Gedung KPK. Ia dengan kawalan petugas meninggalkan Gedung KPK sekitar pukul 13.30 WIB.
Tampak Imam masih mengenakan pakaian yang sama. Hanya map yang menutupi borgolnya menjadi warna biru, tidak seperti map yang dibawa saat masuk ke dalam Gedung KPK.
• Suap Bupati Indramayu Pakai Kode ‘Mangga Manis’: KPK Ciduk 46 Kepala Daerah
Imam pun kembali enggan menjawab saat sejumlah wartawan menanyakan pemeriksaannya. Ia hanya tersenyum tipis.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, Imam diperiksa penyidik sebagai saksi untuk penyidikan kasus pengurusan propoasal dana hibah Kemenpora ke KONI, dengan tersangka mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. "Penyidik akan mendalami keterangan yang bersangkutan sepanjang pengetahuannya dalam kasus ini," ujar Febri.
Febri menambahkan, pihaknya memperpanjang masa penahanan Imam Nahrawi selaku tersangka kasus suap ini. "Terhadap tersangka IMR (Imam Nahrawi), Menteri Pemuda dan Olahraga dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari terhitung sejak 17 Oktober sampai dengan 25 November 2019," jelasnya.
Pada 18 September 2019, KPK mengumumkan Menpora Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka. Imam Nahrawi selaku Menpora diduga menerima suap Rp14.700.000.000 melalui asiten pribadinya, Miftahul Ulum, selama rentang waktu 2014-2018. Selain itu, Imam juga diduga turut meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.
Total dugaan penerimaan suap Imam Nahrawi adalah Rp26,5 miliar. Uang sebanyak itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Diduga Imam Nahrawi menerima uang tersebut dalam kapasitasnya sebagai Menpora, sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Tugas Program Indonesia Emas, serta jabatan lainnya di Kemenpora.
Uang puluhan miliar rupiah untuk Imam Nahrawi dilakukan melalui perantara asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Sebagian uang itu telah digunakan untuk kepentingan pribadi Imam Nahrawi dan pihak Iain yang terkait.
• Gerindra Gabung Koalisi Pemrintahan Jokowi, Wongkar: PDIP Partai Terbuka
Miftahul Ulum telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak KPK.
Imam Nahrawi ditahan pihak KPK pada "Jumat Keramat", 27 September 2019. Penahanan terhadap menteri tersebut terjadi tidak lama setelah pihak DPR bersama pemerintah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
KPK menyatakan penetapan tersangka kepada Menpora Imam Nahrawi dan asprinya, Miftahul ulum, merupakan pengembangan dari kasus yang sama yang menjerat tiga pejabat Kemenpora dan dua petinggi KONI.
Kelimanya adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, staf Kemenpora Eko Triyanto, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhony E Awuy.
Kelimanya diproses hukum oleh KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) melakukan dugaan transaksi suap pada 18 Desember 2018. Saat OTT, petugas KPK menemukan sejumlah barang bukti, termasuk Rp7 miliar saat menggeledah kantor KONI.
Kelimanya telah diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hamidy divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan Johnny divonis 1 tahun 8 bulan penjara. Sementara itu, Mulyana divonis 4 tahun 6 bulan penjara. Adapun Adhi Purnomo dan Eko divonis 4 tahun penjara.
Hamidy bersama Johnny terbukti menyuap Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanta dengan 1 Toyota Fortuner, ATM bersaldo Rp100 juta, uang tunai Rp 300 juta dan ponsel Samsung Galaxy Note 9. Adhi Purnomo dan Eko Triyanta diberikan suap berupa uang tunai Rp215 juta.
Pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana dan dua rekannya itu membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora yang diajukan KONI.
Proposal bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.
Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018. (tribun network/ilh/coz)