Lifestyle
Jangan Berbohong pada Anak Jika Tak Ingin Mereka Jadi Pembohong Saat Dewasa
What goes around, comes around. Mungkin istilah ini yang tepat untuk menggambarkan hal yang umum dilakukan oleh orangtua: berbohong kepada anak
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kebohongan pada anak bisa jadi sangat beragam di Indonesia.
Mulai dari “jangan duduk di pintu, nanti seret jodoh” atau “jangan nakal, nanti ditangkap polisi”.
Jika Anda termasuk orangtua yang kerap berbohong seperti itu, saatnya hentikan sekarang.
Penelitian membuktikan bahwa anak-anak yang pada masa kecil kerap dibohongi oleh orangtuanya, akan menjadi pembohong pada saat dewasa.
What goes around, comes around. Mungkin istilah ini yang tepat untuk menggambarkan hal yang umum dilakukan oleh orangtua: berbohong kepada anak.
Termasuk berbohong kepada orangtuanya sendiri.
Baca: 7 Manfaat Kunyit yang Diakui Dunia Barat, Bisa Mencegah dan Mengobati Berbagai Penyakit
Baca: 10 Cara Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga, dari Sauna Hingga Konsumsi Kacang-kacangan
Baca: 10 Manfaat Kopi Hitam Tanpa Gula dan Susu, Bersihkan Perut Hingga Antioksidan Bagi Tubuh
Penelitian ini dilakukan oleh Nanyang Technological University Singapore (NTU Singapore) bekerja sama dengan University of Toronto di Kanada, University of California di AS, serta Zhejiang Normal University di China.
Penelitian yang dimuat dalam Journal of Experimental Child Psychology ini dipimpin oleh Assistant Professor of Social Sciences NTU Singapore, Setoh Peipei.
“Kebohongan dalam mendidik anak mayoritas dilakukan karena sulitnya menjelaskan sesuatu hal yang kompleks.
Namun, perilaku seperti itu bisa memberikan pesan-pesan tersembunyi kepada anak.
Kebohongan yang dilontarkan orangtua bisa jadi melekat pada anak,” tutur Setoh seperti dikutip dari Science Daily, Minggu (6/10/2019).
Penelitian ini dilakukan kepada 379 orangtua muda Singapura dengan mengisi empat jenis kuisioner via online.
Kuisioner pertama adalah tentang kebohongan yang dilakukan terkait makanan, pergi atau tinggal, dan mengeluarkan uang.
Beberapa contoh kebohongan antara lain “kalau tidak ikut dengan kami (orangtua) sekarang, saya akan meninggalkanmu sendiri” serta “kami sedang tidak membawa uang, kita kembali lagi lain waktu”.
Kuisioner kedua adalah mengenai seberapa sering orangtua berbohong kepada anak mereka.
Sementara dua kuisioner lainnya adalah kondisi psikologis dan sosial masing-masing orangtua.
Suka Berbohong, Agresif, dan Egois
Analisis para peneliti terhadap semua jawaban responden adalah bahwa anak-anak yang kerap dibohongi memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi “orang yang kurang diharapkan oleh masyarakat”.
Seperti agresif, suka berbohong, egois, dan pembangkang.
Analisis selanjutnya, jenis kebohongan yang dikatakan orangtua sangat berpegaruh terhadap sifat dan sikap anak-anak di masa depan.
Orangtua yang kerap berbohong seperti “kalau tidak mau nurut, aku akan lempar kamu ke laut” berisiko tinggi membuat anak memiliki kesulitan pemahaman di masa mendatang.
Hal ini berbeda dengan kebohongan yang biasa saja atau umum, seperti “permennya sudah habis”.
Para peneliti studi ini sepakat bahwa dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang sebab orangtua mengatakan kebohongan.
“Termasuk kebohongan seperti apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dilakukan oleh orangtua agar bisa mengatakan kebenaran,” tutur Setoh.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Anak yang Sering Dibohongi, Akan Jadi Pembohong saat Dewasa", https://sains.kompas.com/read/2019/10/06/200300823/anak-yang-sering-dibohongi-akan-jadi-pembohong-saat-dewasa?