Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Terkini

Sosok Nawawi Pomolango, Putra Daerah Sulawesi Utara, Hakim Pertama yang Jadi Pimpinan KPK

Nawami Pomolongo merupakan hakim karier pertama yang menduduki jabatan komisioner KPK yang berdiri sejak 2003.

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Tribunnews.com
Nawawi Pomolango 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Lima pimpinan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) resmi ditetapkan Komisi III DPR RI pada Jumat (13/9/2019).

Penetapan lima pimpinan komisioner berdasarkan Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan.

Diketahui, lima komisioner KPK yang terpilih yakni Nawawi Pomolango, Lili Pintauli, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Firli Bahuri.

Satu dari lima pimpinan terpilih, ternyata memecahkan rekor baru di wilayah anti rasuah.

Rekor baru yang dimaksud yakni, pimpinan KPK pertama yang berasal dari Hakim.

Jabatan hakim itu, dibawa oleh Nawami Pomolongo yang berhasil meraih 50 suara saat voting digelar Komisi III DPR RI.

Baca: Profil Irjen Firli Bahuri, Ketua KPK Terpilih Periode 2019-2023 yang Ditetapkan DPR RI

Baca: Profil 5 Pimpinan KPK dengan Suara Terbanyak yang Disepakati DPR RI, Firli Bahuri Termasuk

Baca: Anggota Komisi III DPR RI F-PAN Ini Sebut Satu Suara PAN untuk Capim KPK Firli Bahuri

Nawami Pomolongo merupakan hakim karier pertama yang menduduki jabatan komisioner KPK yang berdiri sejak 2003. 

Pria kelahiran Desa Boroko, Kecamatan Kaidipang, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, berpandangan hakim merupakan unsur penting untuk masuk dalam kepemimpinan KPK.

Mengenai banyaknya hakim yang terjerat kasus korupsi, ia berjanji tidak akan pernah ada konflik kepentingan apabila nanti ditemukan dugaan korupsi yang dilakukan rekan seprofresinya.

Bahkan, apabila nanti ditemukan adanya dugaan korupsi yang dilakukan pejabat MA ataupun hakim agung, Nawawi akan tetap memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.

“Insya Allah, janganlah berandai-andai, cuma saat seseorang terindikasi korupsi tak ada yang harus diperhatikan apa yang melekat pada diri orang tersebut, ambil tindakan!" tegasnya. 

Rekam Jejak

Nawawi Pomolango berstatus sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.

Dia memulai karier sebagai hakim di Pengadilan Negeri (PN) Soasio Tidore pada 1992. Lalu, di PN Tondano, PN Balikpapan, PN Makassar, PN Poso, PN Jakarta Pusat, PN Bandung serta PN Samarinda.

Sebelum menjadi hakim tinggi, Nawawi menjabat Ketua PN Jakarta Timur pada 2016-2017.

Dia pernah mengadili perkara suap eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.

BERITA TERPOPULER: Tampilan Gisella Anastasia saat Pakai Crop Top Putih Tembus Pandang dan Ripped Jeans, Jadi Sorotan!

BERITA TERPOPULER: PROFIL BJ Habibie: Silsilah Keluarga, Karya Terbaik, Kisah Cinta hingga Jadi Presiden RI Ke-3

BERITA TERPOPULER: Anggota Polri Bripka Joel Kritis Setelah Dipukuli Pakai Batu Sekelompok Pemuda

Majelis hakim yang diketuai Nawawi menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Patrialis, yang juga diwajibkan mengembalikan Rp4 juta dan USD10 ribu ke negara.

Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 12,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Nawawi juga menjadi ketua majelis hakim yang mengadili penyuap Patrialis, yaitu pengusaha Basuki Hariman.

Nawawi memvonis Basuki dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta.

Vonis itu lagi-lagi lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 11 tahun bui dan denda Rp1 miliar.

Di kasus Irman Gusman, Nawawi kembali memimpin majelis hakim yang menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa. Mantan Ketua DPD RI yang terjerat kasus suap itu divonis 4,5 tahun bui dan denda Rp200 juta.

Adapun tuntutan jaksa KPK ialah hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Jauh sebelumnya, pada 2013, Nawawi pernah menjadi anggota majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Nawawi dan 4 majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sepakat menjatuhkan vonis hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar kepada Luthfi. Vonis itu sedikit lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 18 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

Sebut Wadah Pegawai KPK Bermasalah

Nawawi Pomolango menyebut Wadah Pegawai KPK sebagai masalah internal di komisi anti-rasuah tersebut.

Hal itu diucapkan Nawawi saat ditanya apakah mengetahui kondisi internal di KPK, dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

“Sudah jadi rahasia umum bahwa apa yang disebut Wadah Pegawai itu sebagai persoalan."

"Kenapa? Karena WP sudah di luar kebijakan aparatur sipil negara (ASN),” ujar Nawawi.

Menurutnya, konsep kepegawaian WP KPK tak sesuai konsep ASN.

Yang dimaksud Nawawi adalah WP KPK kerap bertolak belakang dengan keinginan pemerintah dan legislatif, seperti aksi penolakan terhadap revisi UU KPK yang dilakukan beberapa waktu lalu.

“Konsep WP KPK sekarang membuat mereka merasa seperti di awan-awan,” imbuhnya.

Nawawi juga mengkritik proses promosi jabatan di KPK yang menurutnya tak berdasarkan pada rekam jejak, sehingga bisa merusak integritas pejabat di KPK.

“Seperti perekrutan penyidik dan penuntut, bagaimana bisa orang yang tak punya latar belakang posisi tersebut bisa dipromosikan?"

"Bukankah itu bisa menimbulkan masalah di kemudian hari? Apalagi sekolah penyidik itu lama,” tuturnya.

Nawawi juga mengkritik pengelolaan barang sitaan KPK yang tidak dilakukan dengan baik.

“Hal itu terlihat dari opini Wajar dengan Pengecualian yang diberikan BPK kepada KPK,” ucap Nawawi.

Sebelumnya, Nawawi Pomolango menjabarkan beberapa langkah yang bakal ia tempuh jika lolos menjadi pimpinan KPK.

Pertama, penguatan koordinasi dan supervisi. Kedua, penguatan monitoring.

Ketiga, pengoptimalan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keempat, tata kelola organisasi KPK secara internal.

"‎Kemarin ada problem muncul pegawai KPK gugat keputusan," ucap hakim Pengadilan Tinggi Bali itu, ketika tes uji publik dan wawancara di Gedung 3, Lantai 1, Setneg, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2019).

"Mahkamah Agung organisasi besar dan sumber daya manusianya banyak."

"Saya belum pernah dengar misalnya hakim dipindah ke Manado, lalu gugat Mahkamah Agung," tuturnya.

Tidak hanya itu, Nawawi juga menyinggung beberapa kali pimpinan KPK tidak tahu jika ada Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Membaca hal tersebut, dia meyakini organisasi KPK tidak sehat.

"Ada OTT tapi pimpinan belum tahu, beberapa kali seperti ini. ‎Ada problem di dalam organisasi ini."

"Saya bisa katakan organisasi KPK tidak sehat dan butuh obat. Sudah digugat oleh pegawai, pimpinannya kalah lagi," paparnya. (*)

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO TV:

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved