Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Begini Reaksi Presiden Putin soal Penyusupan Intelijen

Intelijen dua negara superpower lagi jadi pusat perhatian dunia. Rusia bereaksi atas kabar yang dipublikasikan media AS

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Sumber internal Washington mengatakan, mereka mempertimbangkan Rusia sebagai salah satu ancaman bagi keamanan nasional AS, bersama dengan China. Karena itu, keputusan menyelamatkan si mata-mata dari Rusia membuat mereka tidak bisa menerima informasi level tinggi di tengah tensi dua negara yang memanas.

"Dampaknya bakal sangat besar karena sangat sulit mengembangkan sumber yang bisa mendapatkan kepercayaan di lingkaran dalam penguasa, khususnya Rusia," terang pejabat anonim itu.

Baca: Potensi Devisa KEK Likupang Rp 22,5 T

Pejabat itu menjelaskan di Rusia, sektor pengawasan dan keamanan begitu ketat diterapkan.

"Kemampuan menyusup itu tidak bisa didapatkan hanya dalam semalam," terangnya. The Times melaporkan, intelijen AS sebenarnya sempat mengupayakan untuk memulangkan si informan pada akhir 2016. Namun, dia menolak dengan alasan keluarga. Penolakan itu sempat membuat intelijen AS khawatir.

Pasalnya, mereka sempat mengira si informan menjadi agen ganda. Namun pada 2017, dia lulus dan bersedia ditarik. Presiden Donald Trump sudah menerima informasi adanya prosedur penyelamatan itu, dengan detil hingga keberadaan si informan saat ini tidak diketahui.

Keputusan untuk menarik si mata-mata terjadi setelah Trump menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Duta Besar Rusia untuk AS, Sergey Kislyak.

Dalam pertemuan di Ruang Oval Mei 2017 itu, Trump sempat menyinggung tentang si agen rahasia meski tidak menyebutkan identitasnya kepada Lavrov dan Kislyak. Diskusi itu dilaporkan membuat intelijen AS ketar-ketir, hingga puncaknya mereka membahas operasi untuk menarik mata-mata tersebut dari Rusia.

Direktur hubungan publik CIA Brittany Bramell kemudian merespons dengan membantah laporan tersebut, dan menyanggah Trump punya akses akan informasi sangat rahasia itu. "Narasi CNN bahwa CIA menggelar operasi hidup dan mati berdasarkan sebuah analisis obyektif dan koleksi data seadanya sangatlah salah," tegas Bramell.

Israel Ungkap Iran Berusaha Rekrut Agen Rahasia dari Palestina

Badan Intelijen Israel mengklaim, mereka membongkar upaya intelijen Iran dalam merekrut agen rahasia baik dari Palestina maupun warganya dari suku Arab. Pernyataan dari Shin Bet itu tidak menyebutkan identitas dari terduga mata-mata, atau apakah mereka sudah ditangkap serta menjalani sidang tuntutan.

Namun seperti diberitakan AFP Rabu (24/7/2019), Israel menyatakan jaringan agen rahasia yang dikelole oleh Iran ditemukan "dalam beberapa tahun terakhir".

"Jaringan ini berbasis di Suriah atas instruksi Iran, dan dipimpin oleh seorang agen Suriah yang dijuluki sebagai Abu Jihad," demikian pernyataan Israel.

Tel Aviv membeberkan jaringan itu kemudian berusaha merekrut orang menggunakan akun Facebook fiktik maupun berbagai aplikasi media sosial lainnya. Israel menambahkan, kelompok seperti Hamas serta Hezbollah telah menjalin kontak dengan warga Arab Israel dan Palestina menggunakan media internet.

"Mereka direkrut untuk melakukan kegiatan pengumpulan intelijen serta aksi teroris," demikian pernyataan yang dilontarkan Badan Keamanan Israel itu.

Dijelaskan bahwa mereka yang dihubungi oleh Iran diminta mengumpulkan data di tempat seperti markas militer maupun pos polisi dan menyediakan target bagi Iran. Warga minoritas Arab Israel yang berjumlah 1,3 juta orang merupakan keturunan Palestina yang memutuskan tinggal di tanah mereka begitu Israel berdiri pada 1948.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved