NEWS
Aktivitas Rutin Warga Jelang Akhir Tahun, Mengemas Barang-Barang dan Mengungsi, Takut Terkena Banjir
Inilah yang dilakukan warga menjelang akhir tahun. Mereka mengemasi barang-barang dan mencari tempat yang aman.Secara rutin banjir melanda Sulsel.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Inilah yang dilakukan warga menjelang akhir tahun. Mereka mengemasi barang-barang dan mencari tempat yang aman.
Secara rutin banjir melanda Sulawesi Selatan diawal Januari 2019 lalu, juga berimbas pada wilayah Kelurahan Manggala, Kecamatan Manggala, Kota Makasar.
Setelah beberapa bulan berlalu, Tribun Timur kembali memantau aktivitas warga yang kini mulai kondusif, Kamis (11/9/2019) pagi.
Ada yang menikmati suasana sore hari di halaman rumah bahkan kembali memancing di hilir sungai serta mengurus hewan ternak.
Para anak-anak kembali bermain riang.
Namun, beberapa diantara mereka pula sedang siap-siap mengemas barang-barang rumah yang akan diusingkan.
Pasalnya, penghujung tahun akan kembali menyapa.
Baca: Polisi Tangkap Pria Yang Sering Bertransaksi Narkoba di Rumahnya
Baca: Jambu Biji Banyak Manfaatnya, Tingkatkan Kesehatan Jantung dan Bantu Turunkan Berat Badan
Baca: Antar Penumpang Gadis, Ojek Online Ini Divonis Hakim Lima Tahun Penjara, Ternyata Ini Yang Dilakukan
Facebook Tribun Manado :
Baca: Kisah Soeharto yang Pernah Ngambek pada BJ Habibie, Sampai Tak Mau Dijenguk di Rumah Sakit
Baca: Sarapan Pagi Penting, Tapi Jangan Lewat Jam 9, Bisa Merasakan Pusing, Ini Penjelasannya
Baca: Ini Profil Kapolda Sumsel Firli Bahuri, Terpilih Sebagai Ketua KPK Periode 2019-2023
Instagram Tribun Manado :
Wartawan Tribun Timur dalam pantauannya mencoba bertanya kepada warga-warga tersebut yang tak ingin disebutkan identitasnya.
Warga pertama yang ditemui ialah salah satu yang menghuni kompleks perumahan di Kelurahan Manggala.
"Mau mi lagi bulan desember, dikemas memang mi barang," katanya.
Ia bahkan menunjukkan sisa banjir yang terjadi pada Januari lalu.
"Belum saya perbaiki itu," katanya.
Menurutnya, memperbaiki rumahnya yang terkena banjir hanya menjadi sia-sia.
Sebab, sudah sekitar dua tahun terakhir ini ia bersama keluarga hidup dalam kewaspadaan akibat air banjir yang bisa tiba-tiba datang pada akhir tahun.
"Jadi percuma kodong," katanya.
Mengingat hal yang terjadi pada Januari lalu, diakuinya membuat banyak barang berharganya habis terendam banjir bahkan hanyut terbawa arus.
"Hanya berkas-berkas penting yang diamankan," katanya.
Tidak hanya itu, ia yang baru saja tinggal dua tahun terakhir di kompleks tersebut merasa ketakutan atas banjir yang lebih besar lagi.
"Tapi kemarin (Januari 2019) sudah paling besar yang pernah saya alami dalam hidup," katanya.
Warga kedua yang ditemui Tribun Timur ialah salah satu korban banjir bernama Amir.
Ia merupakan pensiunan karyawan swasta salah satu perusahaan di Kota Makassar.
Uang hasil pensiunannya dimanfaatkan untuk membangun bangunan tempat usaha.
Sayangnya, belum kelar dibangun pondasi dan batu cor habis terhempas derasnya aliran banjir.
"Saya tidak sangka akan seperti itu," katanya.
Menurut Amir, selama ia tinggal di Jl Nipah-Nipah tak pernah ada banjir sebesar itu.
"Ini baru saya lihat, syok sekali rasanya," katanya.
Meski demikian, Amier tetap kembali membangunan bangunannya yang roboh.
Walaupun dalam keterbatasan dana.
"Uang pensiun juga menipis kan," katanya. (*)
Banjir di Kelurahan Manggala Bukan Bencana Alam, Ini Kata Pakar dari Air Inggris
Seorang pakar air dari Inggris, Richard Jones memberikan keterangan tentang hal yang terjadi di Kelurahan Manggala, Makassar
Ia mengatakan banjir yang melanda Kelurahan Manggala di area rendah bukan merupakan bencana alam.
Melainkan beberapa hal ganjal yang ditemuinya secara langsung di lapangan.
Ia pun menunjukkan tiga hal yang menjadi sebab terjadinya banjir tersebut.
"Air itu tidak berasal dari Sungai Jeneberang," katanya kepada Tribun Timur, Kamis (13/9/2019) saat dijumpai di kediamannya.
Richard sapaan akrabnya tersebut menyebutkan bahwa banjir yang terjadi berasal dari anak sungai Tallo 2.
Sebelum banjir terjadi pada tanggal 1 September 2018 ia melakukan survei di daerah kumuh sekitar kelurahan Manggala.
Survei tersebut merupakan rangkaian pekerjaan Richard di Indonesia.
Ia pun menemukan tiga permasalahan yang membuatnya sebagai seorang pakar hal tersebut tidak lah dibenarkan.
"Ada sebuah jembatan yang tidak layak digunakan sebagai penyeberangan," tuturnya.
Jembatan tersebut berupa batang kayu yang di letakkan begitu saja.
"Sepertinya itu digunakan untuk menyeberangkan hewan ternak," katanya.
Menurut Richard, hal tersebut akan menyebabkan penyempitan sungai.
"Jika dalam kondisi curah hujan meningkat, debit air sungai pun bertambah maka air sungai tidak akan mengalir dengan mudah," kata Richard.
Adapula, pintu air dari proyek sungai Jeneberang yang sudah tak terawat.
"Kondisinya setengah tertutup, karena gagang pengendali pintu sudah rusak," tuturnya.
Terkait hal ini Tribun Timur mencoba mengkonfirmasi pihak UPTD Jeneberang, Kadahfi Harun.
"Kami sudah atasi pintu air itu, sudah dibersihkan dan akan segera diperbaiki," katanya saat ditemui di Kantor PU Makassar, Jl AP Pettarani, beberapa waktu lalu.
Diakuinya, hal tersebut telah dilakukan usai mendapat laporan dari Richard Jones pada September 2019.
Permasalahan ketiga yang terjadi adalah dibangunya sebuah gorong-gorong berukuran sangat kecil sehingga juga menyebkan penyempitan sungai.
"Kalau saat musim panas seperti ini mungkin akan efektif, tapi kalau curah hujan naik tentu ini tidak akan baik. Tidak efisien," katanya.
Alhasil ia pun berkoordinasi dengan pihak terkait agar segera memperhatikan masalah ini lebih serius, sebeum timbul masalah lebih besar.
"Tapi belum ada respon," tuturnya.
Alhasil, perkiraan Richard Jones pun benar.
Banjir besar kemudian melanda hampir seluruh kelurahan Manggala, pada Januari 2019.
Tepatnya empat bulan usai Richard Jones menyampaikan masalah yang ditemukannya dilapangan.
Mendengar kabar tersebut, Richard Jones tak tinggal diam.
Ia pun melakukan survei terkait jumlah korban hingga kerugian yang dialami para warga.
Survei tersebut dilakukan sejak bulan Maret hingga April 2019.
Dari hasil survei tersebut terdapat 800 kepala keluarga yang terdiri dari tiga RW dan 11 RT zona terkena dampak banjir di keluarahan Manggala menjadi
korban dengan kerugian sejumlah Rp 7.7 Miliyar.
Richard pun sangat menyayangkan apa yang menimpa warga kelurahan Manggala.
Ia berharap agar Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Provinsi Sulsel, dan BBWS P-J cepat tanggap atas hal tersebut.
"Tiga permasalahan tersebut harus ditangani secepatnya," katanya.
Ia juga mengatakan pihak terkait perlu peringatan terlebih dahului, sehingga menimbulkan langkah-langkah yang tepat dalam pembenahan.
"Sebenarnya caranya sangat mudah dan tidak memerlukan biaya cukup besar," tuturnya.
Baginya, kesadaran manusia adalah salah satu kunci yang tepat dalam penanganan banjir yang menghantui para warga di kelurahan Manggala dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini. (Laporan Wartawan Tribun Timur Desi Triana Aswan)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Waspada Banjir Akhir Tahun, Warga Kelurahan Manggala Mulai Kemasi Barang
Subscribe YouTube Channel Tribun Manado :