Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Benny Wenda Aktor Rusuh Papua: Mobilisasi Informasi di Inggris-Australia

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Benny Wenda sebagai aktor yang menunggangi kerusuhan di Papua

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
Pimpinan Gerakan Papua Merdeka, Benny Wenda 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Benny Wenda sebagai aktor yang menunggangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat baru-baru ini. Moeldoko mengatakan Benny Wenda melakukan pergerakan politik di luar negeri.

"Ya jelas, toh. Jelas Benny Wenda itu," ujar Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/9).
Moeldoko menyebut Benny Wenda, yang saat ini tinggal di Inggris dan menjadi pimpinan Gerakan Papua Merdeka, melakukan pergerakan politik di luar negeri.

Baca: 85 Anggota DPR RI Terpilih Terancam Tak Dilantik

Moeldoko juga menyebut Benny telah menyebarkan informasi yang tidak benar kepada pihak asing maupun masyarakat di Papua.
"Dia mobilisasi informasi yang missed, yang tidak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," kata Moeldoko.

Untuk menangani Benny Wenda perlu melakukan penanganan secara politik. Menurut Moeldoko penanganan Benny Wenda tidak bisa menggunakan cara militer.

Moeldoko mengatakan alasan menggunakan penanganan politik adalah karena Benny bergerak di front politik.
"Kami sudah lakukan komunikasi dengan otoritas Inggris," ujar mantan panglima TNI itu.

Pemerintah pusat mendapatkan nama Benny Wenda berdasarkan laporan dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Polisi Budi Gunawan.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto seusai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Jumat (30/8).

Wiranto menuturkan dia mendapat laporan kerusuhan di Papua Barat dan Papua ditunggangi oleh oknum tertentu. Menurut Wiranto oknum tersebut coba mendapatkan keuntungan dari kerusuhan yang terjadi di dua provinsi tersebut.

Baca: Mobil yang Dikendarai Suherman Terbang Setelah Ditabrak dari Belakang, Penumpangnya Hanya Lecet

Saat itu Wiranto enggan menyebutkan siapa oknum yang menunggangi kerusuhan di Papua Barat dan Papua. Namun demikian, Wiranto kemudian mengonfirmasi oknum yang dia maksud adalah Benny Wenda.

"Saya kira benar Benny Wenda memang bagian dari konspirasi untuk masalah ini," ujar Wiranto di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (2/9).
Wiranto memaparkan Benny Wenda sejak dulu diketahui memiliki aktivitas yang sangat tinggi dalam memberikan informasi palsu. Benny juga disebut kerap masuk dan keluar Indonesia.

"Dan kita tahu mereka selalu melakukan provokasi ke luar negeri seakan-akan Indonesia tidak mengurus Papua dan Papua Barat. Seakan-akan kita menelantarkan, seakan-akan banyak pelanggaran HAM setiap hari, penyiksaan, pembunuhan, tetapi semua itu tidak benar," kata Wiranto.

Berdasarkan penelusuran Tribun Network, Benny Wenda adalah pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat. Benny juga ketua dari United Liberation Movement for West Papua. Organisasi tersebut fokus menggalang bantuan untuk kemerdekaan Papua.

Sejak rezim Orde Baru tumbang, dia makin gigih memperjuangkan hak-haknya melalui berbagai program. Satu di antaranya adalah organisasi Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka.

Benny Wenda tinggal di Inggris sejak 2002 setelah mendapat suaka dari Pemerintah Inggris. Di sana Benny aktif mengampanyekan kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Benny mempersembahkan Petisi Rakyat Papua Barat kepada pemimpin oposisi Inggris Jeremy Corbyn, anggota pendiri Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP).

Tutup Akses untuk Orang Asing

Pemerintah menduga pihak asing terlibat dalam aksi massa yang berujung kerusuhan di sejumlah wilayah Papua dan Papua Barat. Dalam menyikapi hal tersebut, pemerintah berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri untuk membatasi akses kepada warga negara asing yang akan bepergian ke Papua.

"Kemarin saat rapat dengan Menteri Luar Negeri, kami memastikan tidak membuka seluas-luasnya Papua dan Papua Barat kepada orang asing," kata Wiranto.
Ini adalah cara yang harus dilakukan oleh pemerintah mengacu pada dampak dari kerusuhan yang terjadi di sana. Namun demikian, pembatasan ini akan dicabut bila kondisi di Papua dan Papua Barat kembali kondusif.

Baca: Tiba-tiba Berbahasa Asing Setelah Terkena Stroke, Ini Penjelasan Terapi Wicara

"Ada filter-filter yang kita lakukan. Jika keadaan nanti sudah kondusif, sudah aman, silakan. Ini adalah hak negara kita untuk melakukan itu," ujar Wiranto.
Kantor Imigrasi Kelas II Sorong mendeportasi empar orang warga negara Australia, Senin (2/9).

Empat orang tersebut dideportasi karena diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Sorong beberapa waktu lalu.

"Benar," ujar Kasubbag Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Sam Fernando ketika dikonfirmasi Tribun Network, Senin (2/9).

Empat orang WNA Australia tersebut adalah Baxter Tom (laki-laki, 37 tahun), Davidson Cheryl Melinda (perempuan, 36 tahun), Hellyer Danielle Joy (perempuan, 31 tahun) dan Cobbold Ruth Irene (perempuan, 25 tahun).

Sam menuturkan proses deportasi dilakukan Senin (2/9) melalui Bandar Udara DEO Kota Sorong menggunakan maskapai penerbangan Batik Air nomor penerbangan ID 6197 menuju Bali melalui Makassar.

"Semua WNA akan dipulangkan menuju Austria menggunakan Qantas QF 44 kecuali Davidson Cheryl Melinda yang akan berangkat ke Australia 4 September 2019 menggunakan Virgin Australian Airline pukul 15.45 WITA ," papar Sam.

Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Imigrasi Sorong Cun Sudirharto mengatakan empat WNA Australia itu tersebut dideportasi karena melanggar Undang-Undang Keimigrasian. Dia mengatakan mereka seorang rekan mereka yang masih ada di Sorong saat ini masuk ke Indonesia menggunakan izin berwisata.

"Mereka menggunakan kapal ke Raja Ampat melalui Banda Neira Maluku, namun kapal mereka rusak sehingga mampir di Kota Sorong pada tanggal 10 Agustus 2019 dengan alasan mencari alat kapal," ujarnya seperti dikutip Antara.

Saat berada di Kota Sorong mereka melihat aksi demonstrasi masyarakat Sorong menolak rasisme. Mereka kemudian mengikuti aksi tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan pihak imigrasi, mereka tidak mengetahu apa arti demonstrasi tersebut.

Mereka mengaku diajak warga setempat yang menyebut aksi itu adalah festival budaya. "Seorang rekan mereka masih di Sorong bersama kapalnya karena tidak melihat demo rasisme," kata Cun. (Tribun Network/sen/dit/ant)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved