Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Aher Hubungi KPK Mangkir Pemeriksaan * KPK Imbau Soekarwo Hadiri Pemeriksaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebagai saksi

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg

TRIBUNMANADO.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebagai saksi dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta. Aher, sapaan Ahmad Heryawan, menghubungi KPK untuk menerangkan ketidakhadirannya dalam pemeriksaan tersebut.

Aher seharusnya memberikan kesaksian untuk tersangka Iwa Karniwa dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta. Aher mangkir sehingga KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan dirinya menjadi Selasa (27/8).

Baca: Jang Youn Cho Rektor Asing Pertama di Indonesia

"Saksi tadi menghubungi KPK. Tidak bisa datang hari ini. Akan dijadwalkan ulang besok (hari ini, red)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (26/8).

Aher pernah diperiksa KPK terkait Meikarta pada Rabu (9/1). Saat itu dia diperiksa terkait dengan perannya ketika menjadi gubernur Jawa Barat dalam proses perizinan Meikarta.

"Jadi proses perizinan ini baik yang diketahuinya terkait dengan perizinan Meikarta yang dilakukan Kabupaten Bekasi ataupun terkait dengan rekomendasi yang menjadi domain atau kewenangan dari pemerintah provinsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (9/1).

Selanjutnya KPK juga mengklarifikasi sejauh mana Aher mengetahui adanya dugaan penerimaan uang oleh beberapa pejabat di Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait kasus tersebut.

"Kami mulai menemukan beberapa data dan informasi dan bukti yang baru terkait dengan pihak lain yang diduga mendapatkan aliran dana. Di Pemprov Jabar, misalnya, ada pejabat atau sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi dan keluarga ke luar negeri. Itu sedang dialami oleh KPK," ungkap Febri.

Dalam perkara ini, pada Jumat (23/8) lalu, KPK juga telah memeriksa mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dalam perkara yang sama. Kala itu Deddy Mizwar mengakui rancangan peraturan daerah (Raperda) tata ruang dari Pemkab Bekasi untuk proyek pembangunan Meikarta bermasalah.

Baca: Hendardi Tidak Gentar Penasihat KPK Ancam Mundur

"Kan sudah selesai (proses perizinannya). Yang 84,6 hektare sudah selesai dan itu hak mereka. Yang jadi persoalan kan Raperda. Raperda perubahan tata ruang," ucap Deddy seusai diperiksa di Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/8) lalu.

Dalam kasus suap Meikarta ini KPK menetapkan Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin Meikarta. Dalam hal ini Iwa berperan untuk memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi (RDTR). RDTR penting untuk membangun proyek Meikarta.

Raperda RDTR Kabupaten Bekasi itu disetujui oleh DPRD Bekasi dan dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan. Pembahasan Raperda tingkat provinsi itu mandek. Raperda itu tidak segera dibahas oleh BKPRD, sedangkan dokumen pendukung sudah diberikan.

Untuk mengurus RDTR itu, Iwa diduga menerima uang senilai Rp900 juta dari mantan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili. Uang dari Neneng itu sampai ke tangan Iwa melalui sejumlah perantara seperti legislator Kabupaten Bekasi Soleman dan Anggota DPRD Jawa Barat Waras Wasisto.

Atas perbuatannya Iwa disangkakan melanggar pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain Iwa, KPK juga menetapkan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus Toto sebagai tersangka. Toto diduga berperan sebagai penyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan pengurusan izin pembangunan proyek Meikarta.

Toto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Imbau Soekarwo Datang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk datang ke markas lembaga antirasuah. Pakde Karwo, panggilan karibnya, mangkir pada panggilan pertama, Rabu (21/8) tanpa memberikan alasan.

"Karena itu sudah panggilan kedua, kami imbau agar datang memenuhi panggilan penyidik dan memberikan keterangan dengan benar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (26/8).

Baca: Jokowi Canangkan Manado Jadi Metropolitan

Pakde Karwo direncanakan untuk memberikan kesaksian dalam penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Tulungagung Tahun Anggaran 2018 yang menjerat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono. Kata Febri, Pakde Karwo diharuskan datang ke Gedung Merah Putih KPK Rabu (28/8) lusa.

"Saksi Soekarwo, mantan Gubernur Jatim dipanggil kembali untuk pemeriksaan Rabu, (28/8)," ujarnya.

KPK pada 13 Mei 2019 telah mengumumkan Supriyono sebagai tersangka terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.

Dalam konstruksi perkara kasus tersebut, Supriyono diduga menerima Rp4,88 miliar terkait proses pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.

Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.

Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang fee para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.

Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap Supriyono menerima Rp3,75 miliar dengan rincian penerimaan fee proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp2 miliar.

Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp750 juta sejak 2014-2018. Kemudian, fee proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp1 miliar. (Tribun Network/ham)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved