Sejarah Indonesia
Kisah 'Che Guevara' Dari Sulut, Sembilan Nyawa di Filipina, Gugur Oleh Westerling
Filipina, 7 Januari 1945, Sebuah konvoi berisi puluhan tentara Jepang dihadang oleh sekelompok gerilyawan.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Mereka kemudian bergabung dengan tentara AS yang bergerilya kala itu dan tentara Filipina di Luzon.
Lembong yang pintar bahasa inggris serta punya keahlian militer mumpuni berhasil meraih kepercayaan seorang perwira Amerika bernama Kapten Robert Lapham.
Lembong lantas diserahi tugas memimpin skuadran 270 yang berisi koleganya asal Minahasa.
Ia beroleh pangkat Letnan dua. Skuadran 270 adalah bagian dari divisi ke enam tentara Amerika. Kiprah Lembong sebagai gerilyawan memang bak film.
Ia pernah beberapa kali menyusup ke daerah yang dikuasai musuh dengan cara menyamar. Pernah pula merebut gudang makanan dan peralatan Jepang.
Ia makin mirip jagoan film holywood yang tak melupakan asmara dalam sengkarut perang kala menjalin hubungan cinta dengan Asuncion Angel, wanita asal Filipina. Kisah cinta keduanya begitu mengharukan. Angel memutuskan menikahi Lembong.
Ia turut Lembong kembali ke Indonesia.Saat Lembong memutuskan keluar dari KNIL untuk bergabung dengan Indonesia, mereka jatuh miskin.
Berita Seleb
Baca: Deretan Artis yang Pernah Jadi Paskibra Sebelum HUT ke-74 RI, Ada yang Sampai Tingkat Nasional
Baca: 3 Artis Ini Pura-Pura Sombong di Layar Kaca, Watak Aslinya Dermawan Lho
Baca: Ogah Tanggapi Sindiran Sejumlah Artis, Nikita Mirzani Malah Ungkap 11 Kategori Artis Pansos
Namun Angel tak mengeluh. tetap setia pada suaminya. Bahkan ia kemudian berjuang untuk indonesia.
Menjelang berakhirnya perang dunia ke 2, Lembong mulai berpikir kembali ke kampung halamannya di Amurang yang masih diduduki Jepang.
Ia mengusulkan sebuah misi penyusupan ke Sulut. Dia berencana menyusun kekuatan gerilya di Manado, Tondano, Tonsea, Tomohon serta Kawangkoan.
Namun rencana itu tak terlaksana. Ketika perang dunia berakhir ia memutuskan kembali ke KNIL dan diberi langkat Letnan Satu.
Mendarat di Surabaya tahun 1946, setahun kemudian ia memilih bergabung dengan Indonesia saat agresi militer pertama Belanda.
Putra Ongkaw Minsel ini bergabung dengan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) di Jogjakarta.
KRIS lantas bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (TRI).