Pengungsi Nduga
Lapar, Kedinginan dan Sakit, Sudah 182 Orang Meninggal Akibat Konflik Nduga Papua
Sudah ada 182 pengungsi Nduga yang meninggal karena konflik bersenjata di Papua
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sudah ada 182 pengungsi Nduga yang meninggal karena konflik bersenjata di Papua.
Data ini merujuk pada data yang dipegang tim kemanusiaan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Nduga.
Kejadian ini disebut sebagai,"bencana besar, tapi di Jakarta santai-santai saja."
Anggota tim kemanusiaan, John Jonga menyatakan pengungsi yang meninggal sebagian besar perempuan dan berjumlah 113 orang.
Mereka meninggal akibat kedinginan, lapar dan sakit.
"Anak-anak ini tidak bisa tahan dingin dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam yang bisa dimakan, mereka makan," kata anggota timnya, John Jonga saat merilis hasil temuannya di Jakarta, Rabu (14/8/2019)
"Ini sudah tingkat pelanggaran kemanusiaan terlalu dahsyat. Ini bencana besar untuk Indonesia sebenarnya, tapi di Jakarta santai-santai saja," tambahnya.

Sejumlah distrik lain yang tercatat adalah Kagayem 4.238, Distrik Nirkuri 2.982, Distrik Inikgal 4.001, Distrik Mbua 2.021, dan Distrik Dal 1.704.
Mereka mengungsi ke kabupaten dan kota terdekat atau ke dalam hutan, kata John.
"Ada yang ke Wamena, Lanijaya, Jayapura, Yahukimo, Asmat, dan Timika.Pengungsi-pengungsi itu (sebagian) masih ada di tengah hutan, sudah berbulan-bulan," lanjutnya.
Ditetapkan sebagai bencana nasional?

Ribuan warga sipil di Kabupaten Nduga mengungsi setelah pembunuhan belasan karyawan PT. Istaka Karya di Gunung Kabo, Desember 2018 lalu oleh anggota Organisasi Papua Merdeka.
Setelah peristiwa pembantaian ini, pemerintah menambah pasukan militer di Kabupaten Nduga untuk mengejar kelompok OPM pimpinan Eginaus Kogoya.
Di tengah operasi militer inilah ribuan warga sipil mengungsi.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hasegem mendorong pemerintah untuk menjadikan apa yang terjadi di Nduga sebagai bencana nasional.
Menurutnya cakupan korban jiwa dan penderitaan pengungsi sudah bisa dijadikan ukurannya.
"Ini sudah masuk ke dalam isu kemanusiaan," katanya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ifdhal Kasim mengatakan untuk menetapkan bencana nasional, perlu adanya evaluasi dari kementerian dan lembaga.
"Persyaratan dalam UU (Penanggulanan Kebencanaan) itu sudah memenuhi atau belum. Itu yang memerlukan pengkajian lebih jauh terhadap situasi di sana," kata Ifdhal saat dihubungi BBC Indonesia, Rabu (14/8/2019).