Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

AFPI

Wawancara Khusus AFPI : Tantangan Fintech, Antara Kebutuhan Masyarakat dan Keamanan Data Digital

Keamanan data pribadi pengguna jasa jasa soal paling menarik dibahas di tengah melesatnya financial technology (fintech) dewasa ini.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Handhika Dawangi
Tribun Manado/Fernando Lumowa
Kepala Eksekutif Pembiayaan Multiguna AFPI Dino Martin (kedua dari kanan) dan Kepala Eksekutif Bidang Edukasi Riset dan Literasi AFPI Entjik Djafar. (Kedua dari kiri) saat berkunjung ke Redaksi Tribun Manado, Kamis (01/08/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Keamanan data pribadi pengguna jasa jasa soal paling menarik dibahas di tengah melesatnya financial technology (fintech) dewasa ini.

Tribun Manado berkesempatan mewawancarai dua pimpinan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang kebetulan berada di Manado dalam rangka menghadiri kerja sama Fintech dan bank-bank daerah di era digitalisasi ekonomi.

Berikut wawancara khusus bersama Kepala Eksekutif Pembiayaan Multiguna AFPI Dino Martin dan Kepala Eksekutif Bidang Edukasi Riset dan Literasi AFPI Entjik Djafar.

Tribun Manado (TM): Saat ini fintech begitu fenomenal, bisa jelaskan peran AFPI dan korelasinya dengan OJK?

AFPI (AF): AFPI adalah organisasi yang menaungi perusahaan-perusahaan yang disebut Peer to Peer (P2P) fintech lending. AFPI adalah mitra dari OJK selaku regulator sektor jasa keuangan

TM: Ada berapa anggota AFPI saat ini?
AF: Sejauh ini, yang terdaftar di OJK 113 perusahaan. Di mana 6 telah mengantongi izin dan sisanya masih berstatus terdaftar.

Baca: Yasti Perintahkan Pasang Terali, Jangan Sampai Ada Barang Dicuri, Kantor Dinas Perikanan Diresmikan

Baca: Penentuan Ketua DPRD Kabupaten dan Kota, PDIP Siapkan Daya Tempur di Momen Politik Berikut

Baca: Hari Menyusui Sedunia 1-7 Agustus, Sudahkah Moms Memperhatikan Asupan ASI si Bayi?

TM: Fintech begitu fenomenal saat ini. Apa sebenarnya yang membuat fintech sukses di samping karena majunya teknologi digital?
AF: Kebutuhan dana masyarakat tak bisa dicukupi oleh perbankan dan pelaku usaha jasa keuangan lain seperti asuransi, multifinance dan lain-lain. Gap kredit kebutuhan masyarakat itu di Indonesia, sekitar Rp 1.000 triliun. Nah, fintech, mencoba memenuhinya dengan menjadi matchmaker antara mereka yang butuh dana dan yang punya kelebihan dana untuk diinvestasikan.

TM: Apakah fintech bisa jadi saingannya perbankan?
AF: Tidak bisa disebut seperti itu. Fintech bisa eksis karena ada ekosistem bank. Justru kami mendorong adanya kolaborasi antara fintech dengan bank dan pelaku usaha jasa keuangan lainnya. Kita siapkan platformnya, bank bisa sediakan dananya.

TM: Sejauh ini, kinerja fintech seperti apa jika dilihat dari kinerja penempatan dananya?
AF: Per Mei 2019, total dana kelolaan atau yang sudah disalurkan itu mencapai Rp 41 triliun. Jumlahnya naik 81 persen secara Year to Date (YtD).

TM: Bagaimana perkembangan pemberi dana dan peminjamnya?
AF: Rekening lender (pemberi pinjaman itu per Mei 2019, 480.262 entitas. Naik 131 persen. Sementara jumlah borrower atau peminjam, 8, 7 juta sekian entitas. Meningkat 100, 72 persen.

TM: Fintech ini lahir karena teknologi yang saat ini dikuasai millenial. Adakah korelasi fakta tadi dengan kinerja fintech.
AF: Jelas. Lender dan borrower di Fintech itu, 69 persen millenial yang usaianya 19-34 tahun. Luar biasa memang.

TM: Ini yang paling penting mungkin. Di tengah kemudahan, kecepatan yang ditawarkan fintech, berseliweran informasi fintech tak aman, ada teror jika pinjaman tak kunjung dikembalikan dan lain-lain. Bisa dijelaskan?
AF: Ini memang tantangan kita. Fakta itu ada, bahwa ada pihak-pihak yang melakukan cara-cara tidak etis dalam upaya mengembalikan pinjaman. Tapi, kalau dia fintech yang terdaftar atau berizin OJK, tidak akan seperti itu. Sebab, kita di AFPI punya code of conduct yang mengatur.

TM: Bisa lebih spesifik mungkin, terkait keamanan data borrower. Cara penagihan dan terkait itu
AF: Aturan dari OJK selaku regulator, fintech itu hanya bisa mengakses lokasi, kamera dan mikrophone si pengguna. Ada aturan bahwa data yang diberikan borrower tidak boleh disalahgunakan. Nah, yang melanggar itu, biasanya adalah fintech ilegal.

Baca: Jelang Munas Golkar, Pengamat Politik Taufik Tumbelaka: Golkar Partai Paling Demokratis

Baca: Buah Jeruk Bisa Membantu Menjaga Kesehatan Mata Anda, Simak Ini

Facebook Tribun Manado :

Baca: Tahun 1999 FPI Ikut Turun Mengamankan Sidang Umum MPR, Pernah Bentrok Dengan Massa Aliansi

Baca: Struktur PDIP Menyesuaikan Kabinet Jokowi-Maaruf, Jadi Pembahasan di Kongres PDIP

Instagram Tribun Manado :

TM: Maksudnya fintech ilegal?
AF: Iya, ada ratusan fintech di Indonesia yang tak terdaftar dan mereka ini yang memang merugikan fintech yang legal. Yang terdaftar dirugikan. Kemarin, Satgas Waspada Investasi sudah membekukan ratusan fintech ilegal, total sudah seribuan yang ilegal ditutup. Kalau fintech legal dan praktiknya tidak beretika, membeber data nasabah, intimidasi dan lain-lain, bisa dicabut izinnya. Kita punya komite etik yang mengurus itu.

TM: Berarti masih banyak pekerjaan rumah bagi AFPI untuk menciptakan iklim fintech yang sehat
AF: Benar. Kita punya PR soal tata cara penagihan, menyempurnakan sistem yang sudah ada. Pembatasan akses (data pribadi pengguna) yang penting.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved