Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Siapkan Basarah Jadi Ketua MPR: Ini yang Ditargetkan PDIP

PDIP menyiapkan empat nama calon ketua MPR. Partai tengah membahas nama-nama tersebut secara internal.

Editor: Lodie_Tombeg
KOMPAS.com/JESSI CARINA
Wakil Sekjen PDI-Perjuangan Ahmad Basarah di kompleks parlemen, Selasa (13/11/2018). 

Gerindra sudah membantahnya. Namun tak dipungkiri bahwa pertemuan itu terjadi tak lama setelah Gerindra secara terang-terangan menyatakan membidik kursi Ketua MPR periode 2019-2024 sebagai bagian rekonsiliasi pasca Pilpres 2019.

"Semangat rekonsiliasi pertama harus diwujudkan oleh para wakil rakyat anggota MPR, dari anggota DPR dan DPD, terutama oleh pemimpin partai dalam menetapkan ketua MPR. Dengan semangat itu maka komposisi terbaik adalah ketua MPR dari Gerindra, ketua DPR dari PDIP, dan Presiden adalah Joko Widodo," ucap Ketua DPP Gerindra, Sodik Mujahid lewat keterangan tertulis, Jumat (19/7/2019).

Pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes menilai posisi ketua MPR periode 2019-2024 strategis lantaran muncul rekomendasi untuk melakukan amendemen terbatas terhadap UUD 1945 pada periode mendatang.

MPR sebelumnya telah menyepakati perlunya haluan negara semacam GBHN yang dimasukkan dalam konstitusi lewat amendemen terbatas UUD.

"Pimpinan punya tanggung jawab yang besar karena melibatkan siapa pihak-pihak yang ikut dalam penyusunannya," kata Arya.

Selain itu, posisi ketua MPR juga menjadi strategis karena memiliki kewenangan untuk memberhentikan presiden. Posisi ketua MPR, lanjut Arya, akan menguntungkan Gerindra sebagai oposisi. "Potensi publisitasnya menjadi tinggi dan itu juga bisa jadi tiket bagi Gerindra dalam kepemimpinan nasional," tuturnya.

Pendekatan pada PDIP menjadi penting, lantaran pemilihan pimpinan MPR dilakukan berdasarkan sistem paket. Setiap fraksi berhak mencalonkan anggotanya sebagai Ketua MPR dalam paket yang diajukan fraksi atau kelompok fraksi.

Baca: Struktur RSUD Kotamobagu Hadapi PR Berat

Mekanisme pemilihan itu diatur dalam Pasal 15 Undang Undang MD3 Tahun 2018. Namun, menurut peneliti dari Populi Center, Rafif Pamenang Imawan, pertemuan Mega-Prabowo hanya memberi peluang kecil bagi Gerindra untuk mendapat jatah kursi MPR pada periode mendatang.

Koalisi Jokowi dinilai telah kuat sehingga negosiasi kursi kepada Gerindra tak menjadi keharusan. "Pada dasarnya dengan komposisi koalisi Jokowi saat ini, tidak mengakomodasi Gerindra pun tidak masalah," ujar Rafif.

Selain itu, jatah kursi ketua MPR untuk Gerindra juga sulit diberikan karena bisa mempengaruhi soliditas koalisi partai pendukung Jokowi. Gerindra memang bukan satu-satunya partai yang mengincar kursi Ketua MPR. Ada juga tiga parpol dari koalisi presiden terpilih Joko Widodo yang ingin menempatkan kadernya pada posisi ketua MPR, yakni PDIP, Golkar dan PKB.

Untuk mencegah kekisruhan tersebut Rafif berkata sebaiknya kursi Ketua MPR tetap menjadi bagian dari koalisi Jokowi. "Akomodasi Gerindra oleh Jokowi akan mengganggu kesolidan dari koalisi Jokowi itu sendiri," tutur Rafif.

Kemungkinan Gerindra Gabung Pemerintah

Ahli komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Jakarta Emrus Sihombing menilai ada kemungkinan Partai Gerindra bergabung dengan partai pendukung pemerintah di eksekutif atau bekerja sama dengan partai pendukung pemerintah di parlemen.

"Kalau mencermati sejarah dan latar belakangnya, Partai Gerindra memiliki hubungan baik dengan PDIP, terutama antara ketua umum kedua partai tersebut," kata Emrus Sihombing, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin kemarin.

Menurut Emrus Sihombing, Megawati dan Prabowo pernah berpasangan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu presiden 2009. "Itu artinya, PDIP pernah berkoalisi dengan Partai Gerindra," katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved