Sulawesi Utara
Kain Bentenan, Karya Asli Orang Minahasa Abad ke-15, Sempat Hilang Kini Muncul Lagi
Kain Bentenan, sejak dulu sudah menjadi buah karya Orang Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kain Bentenan, sejak dulu sudah menjadi buah karya Orang Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.
Sempat hilang dari peradaban zaman, kembali muncul menjadi bagian gaya busana masa kini.
Dari catatan Museum Daerah Sulut, kain di Nusantara sudah dikenal sejak 4.000 tahun silam.
Bukti sejarahnya, ditemukan batu ike, semacam alat pemukul kulit kayu di situs arkeologi.
Dikutip dari buku kerajinan orang Minahasa karya J Pangemanan 1919, Suku Minahasa sekitar abad ke 7 membuat busana dengan menggunakan bahan bahan dari serat kulit kayu.
Disebut fuya diambil dari pohon Lahendong dan pohon Sawukouw, serta serat nenas atau pisang disebut koffo dan serat bambu disebut wa'u.

Sekitar abad 15 orang Minahasa mulai menenun dengan benang katun, hasil tenunan inilah yang dinamakan Kain Bentenan.
Kain Bentenan ini berasal dari Desa Bentenan terletak di Pantai Timur Minahasa.
Inilah tempat Kain Tenun Bentenan pertama ditemukan, dan terakhir ditenun di daerah Ratahan pada tahun 1900.
Kain bentenan adalah salah satu kain yang sangat tinggi mutunya di dunia.
Bukan saja karena tekniknya, yakni bentuk kain lingkaran tanpa guntingan/sambungan lain, dan menggunakan lonceng kecil di sekeliling sehingga disebut Pasolongan Rinegetan, bahkan sebelum menenun dilantunkan dulu pujian ke Tuhan.
Sempat menghilang dari peradaban, kain Bertenan muncul kembali, sebagai upaya melestarikan kerajinan Minahasa dari abad ke 15.
Sejak 2006 muncul Yayasan Karema, singkatan Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara.
Karema inilah yang memunculkan kembali kain Bentenan. Karema membangun Galeri, memproduksi, sekaligus memasarkan kain khas Sulut ini.
Johana Mamesah, Manager Galery Karema mengatakan, kain bentenan ini muncul kembali buah kerja sama antara sejarawan Minahasa Jessy Wenas dan Oni Makardi Pemilik Karema.
Jessy Wenas kembali menelusuri motif-motif asli kain bentenan di masa lampau.
"Jadi digambar dan lebih disempurnakan," ujar dia.
Hasil kreasi Kain Bentenan saat ini ada beberapa jenis.
Pertama tetap mempertahankan cara tradisional yakni kain tenun.
Membuatnya pun butuh waktu, karena masih mepertahankan cara tradisional, sampai-ampai membutuhkan waktu hingga 3 bulan.
Harga kain tenun ini pun dibanderol cukup mahal per meternya bisa mencapai Rp 2 juta.
Tetap mengikuti perkembangan zaman, Kain Bentenan pun saat dibuat dengan cara dicetak, bahannya ada dari katun, satin dan poliester.
Harganya pun tergantung bahan, kisarannya dari Rp 60 ribu hingga Rp 650 ribu.
Bagi yang tertarik dengan kain bentenan masa kini, Karema membuka galeri di Jalan Acmad Yani, dan MTC.
Ada juga tempat produksi, sekaligus show room kain tenun Bentenan di Sonder, Minahasa.
Saat ini Kain Bentenan sudah cukup populer di kalangan masyarakat Sulut, bahkan jadi seragam wajib PNS dan siswa sekolah. Bahkan jadi buah tangan turis yang datang ke Sulut.
Sedikitnya ada tujuh motif asli Kain Bentenan yaitu Tonilama tenun dari benang putih tidak berwarna dan merupakan kain putih.
Sinoi, tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis-garis
Pinatikan, tenun dengan garis-garis, motif jala dan bentuk segi enam, ini masuk jenis pertama yang ditenun di Minahasa
Tinompak kuda, tenun dengan aneka motif berulang
Tinoton Mata, tenun gambar manusia
Kaiwu patola, tenun dengan morif yenun patola india
Kokera, tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik manik.
Saat ini, di dunia hanya ada 28 lembar kain tenun asli Bentenan Jenis Pinatikan terdapat 20 lembar.
Koleksi asli itu disimpan di dalam dan luar negeri.
2 lembar di Museum Nasional Jakarta, 4 lembar di Tropen Museum Amsterdam
7 lembar di museum voor Land an Volkenkunde Roterdam, 2 lembar di Museum fur Volkenkunde Frankfurt-am-Main, Jerman
4 lembar di Etnographical Museum Dresden. Kemudian selembar lainnya di Indonesisch Ethnografisch Museum, Delft
Sedangkan jenis Kaiwu Patola ada 8 lembar
2 lembar ada di Museum Nasional Jakarta
4 lembar di Tropenmuseum Amsterdam, dan 2 Lembar di Rotterdam Ethnology Museum
Museum Daerah Sulut juga menyimpan koleksi Kain Bentenan, meski bukan yang asli dari masa lampau.
Di kotak kaca besar terpampang berlembar-lembar kain dengan beragam motif khas.
Kain itu hasil tenunan berwarna-warni, dari catatan museum daerah disebutkan kain ini digunakan laki-laki maupun perempuan.
Awalnya, kain bentenan ini seluruhnya berjumlah tiga helai, dua helai warna biru dan satu lagi merah muda.
Penenunan menggunakan alat tenun tradisional.
Salah satu bagian alat itu yakni pemintal benang terbuat dari kayu jadi koleksi Museum Daerah Sulut.
Terakhir kain muncul sekitar tahun 1900-an, kemudian Kain Bentenan sempat hilang dari kehidupan masyarakat setempat.
Febby Pomohon menungkapkan, Kain Bentenan ini sempat hilang akibat agresi Jepang yang masuk ke wilayah Indonesia.
Ketika Jepang masuk ke Minahasa, menghacurkan tempat tempat produksi kain bentenan.
(Tribunmanado.co.id/Ryo Noor)
BERITA TERPOPULER :
Baca: PROFIL LENGKAP Brigjen Polisi Roycke Harry Langie, Jenderal Asli Manado yang 4 Kali Jabat Kapolres
Baca: Ahok Mengaku Banyak Dibenci Ibu-Ibu, Kalau di Gereja Saja, Semua Lihat Saya Kayak Saya Ini Sesat
Baca: Ditegur Saat Memepet di Lampu Lalu Lintas, Pria Ini Hantamkan Linggis ke Sang Sopir
TONTON JUGA :