Sarankan Jokowi Hentikan Impor Garam: Ini Alasan Menteri Luhut
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan agar pemerintah menghentikan impor garam. Sebab mendatangkan produk impor
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan agar pemerintah menghentikan impor garam. Sebab mendatangkan produk impor justru mengacaukan situasi saat dalam negeri sedang panen. Hal itu ia sampaikan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
"Tadi saya saran ke presiden soal harga garam, supaya jangan lagi impor-impor kita, karena saya pikir itu membuat harga garam jadi turun. Apalagi impor pada waktu panen," ujar Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/7).
Baca: Bercanda soal SK Golkar: SAS Tanggapi Maju Pilkada Tomohon
Menurut Luhut, proyeksi produksi garam industri secara nasional pada 2021 mencapai 800 ribu ton, seiring adanya pembangunan pabrik garam di Nusa Tenggara Timur. "Jadi sebenarnya kita tidak usah lagi impor-impor. Sekarang ini saya sarankan presiden eloknya tidak usah ada impor-impor lagi lah. Itu bikin kacau," tutur Luhut.
Luhut menilai, tingginya impor telah membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tertekan. Dengan menghentikan impor garam, maka tekanan terhadap defisit transaksi diharapkan dapat berkurang.
"Jadi dari situ kita lihat current account deficit kita mestinya sangat bagus sudah. Karena tahun 2023 - 2024 kita sudah ekspor 35 miliar dolar AS dari sana,” papar Luhut, pensiunan jenderal TNI AD.
Sebelumnya, petani garam yang berada di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengaku sangat merugi pada musim panen tahun ini. Sebab, hasil produksi garam hanya dihargai sangat murah. Petani merugi karena harga garam milik mereka terus anjlok, bahkan saat ini yang baru masuk musim panen harganya Rp 300 per kilogram.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti buka suara terkait jatuhnya harga garam di tingkat petani. Impor terlampau banyak merupakan salah satu penyebab merosotnya harga produk dalam negeri.
Susi juga menyebutkan, merembes atau bocornya impor garam ke pasaran juga menjadi penyebab jatuhnya harga garam petani. "Persoalan harga jatuh adalah impor terlalu banyak dan bocor. Titik. Itu persoalannya," kata Susi, awal Juli 2019.
Baca: Yasti Dukung Olly Tolak Sawit
Menurutnya, jika volume impor garam tidak tinggi, harga garam di tingkat petani masih bisa dijaga. "Kalau diatur impornya di bawah 3 juta ton, kayak tempo hari, harga di petani masih bisa Rp 2.000, Rp 1.500. Persoalannya impor terlalu banyak dan itu bocor," kata Susi menandaskan.
Lahan Garam
Berdasarkan data, realisasi impor garam kebutuhan industri di semester I - 2019 telah mencapai sekitar 1,2 juta ton dari alokasi impor yang diberikan di awal tahun sebesar 2,7 juta ton untuk 55 perusahaan.
Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan Indonesia bisa berhenti mengimpor garam pada 2021. Kenapa? Karena lahan garam seluas 3.720 hektar di Kupang, Nusa Tenggara Timur bakal mulai berproduksi.
Selama ini, lahan garam tersebut menjadi sengketa yang tak kunjung selesai. Bila lahan ini bisa digunakan, nantinya bakal memproduksi sekitar 800 ribu ton garam industri tiap tahun. Garam yang akan diproduksi di sana berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri. "Jadi itu dapat kira-kira bisa 800 ribu ton garam industri high quality," kata Luhut, pekan lalu.
Luhut memperkirakan, lahan tersebut akan siap memproduksi garam setelah satu tahun ke depan. Dia meyakini, dengan dukungan lahan garam di Kupang ditambah sentra-sentra produksi lainnya, Indonesia bakal setop impor di 2021.
Baca: Ketum Parpol Pendukung Jokowi Bertemu: Begini Kata Pengamat Politik
"Belum dari daerah lain yang sedang kita garap. Jadi kita berharap janji kita 2021 tidak impor lagi mudah-mudahan terjadi," kata Luhut di kantornya, 18 Juli lalu.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil, mengatakan pihaknya telah membatalkan Hak Guna Usaha (HGU) lahan di Kupang seluas 3.720 hektare tersebut. Nantinya 40% dari lahan tersebut akan dibagikan ke rakyat dalam bentuk Tanah untuk Objek Reforma Agraria (TORA).
Artinya lahan yang akan dimanfaatkan oleh industri garam adalah sebesar 2.220 hektare ditambah 400 hektare yang sudah digunakan oleh PT Garam (Persero). Totalnya 2.620 hektare untuk industri.
"Jadi 2.600 hektare sekarang siap dikembangkan. Dan sudah ada mulai mengembangkan skala-skala kecil," kata Sofyan.
Penanganan impor garam berada dalam otoritas dua kemenenterian, Kemenenterian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Terkait impor garam, Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita menuturkan, pernah satu ketika pemerintah melarang impor garam. Pada masa itu, sulit sekali memperoleh garam yang sesuai spesifikasi industri farmasi lantaran tak ada impor, sementara garam produksi lokal belum memenuhi syarat secara kualitas.
Akibatnya, beberapa pabrik farmasi terpaksa gulung tikar. "Garam (lokal) untuk industri nggak bisa. Sudah ada pabrik infus gulung tikar karena nggak ada izin impor garam yang keluar," kata Enggar, beberapa waktu lalu.
Industri jelas tak bisa memaksakan menyerap garam yang di bawah kualifikasi lantaran produk akhir dari industri ini menyangkut kesehatan pasein yang mengkonsumsinya. "Tolong ya, yang sekarang itu, dia kasih air garam untuk infus dari garam Indonesia, bisa itu pasti mati dia (pasien)," imbuh Enggar.
Enggar menjelaskan ada kadar khusus untuk garam agar bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan cairan infus. Sementara garam rakyat yang bisa di produksi di dalam negeri, kondisinya di bawah standar kebutuhan industri farmasi.
"Selalu dipertentangkan, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Saya harus sampaikan ini, masalahnya tidak ada yang pernah membina industri garam rakyat. Kalau ada garam produksi pantai utara itu, saya orang yang pertama yang tolak impor garam," jelas Enggar.
Enggar menjelaskan, produktivitas garam di dalam negeri hanya sekitar 50 persen. Garam yang di produksi di sekitar Pulau Jawa sudah tidak lagi sehat, pasalnya Laut Jawa sudah berwarna cokelat yang artinya air garam di laut tersebut sudah terkontaminasi.
"Tingkat produktivitas 50% dan garam itu bukan lagi coklat karena Laut Jawa sudah luar biasa terkontaminasi," papar dia. (tribun network/sen/dtc)
