Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Kesehatan

Dirumorkan Populer Lewat Lagu The Beatles: Lucy In the Sky with Diamond, Berikut Fakta Buruk LSD

Di Indonesia LSD atau Lysergyc Acid Diethylamide dikategorikan sebagai Psikotropika Golongan 1.

Penulis: Reporter Online | Editor: Rizali Posumah
via Tribun Sumsel
Ilustrasi LSD 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Di Indonesia LSD atau Lysergyc Acid Diethylamide dikategorikan sebagai Psikotropika Golongan 1.

Dikutip dari laman resmi BNN, pemakaian LSD memberikan efek halusinasi bagi penggunanya.

Pengguna LSD akan mengalami perubahan perasaan secara drastis.

Efek buruk dari penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah.

Sejarah LSD

Dikutipp dari Kompas.com, LSD diciptakan pertama kali pada 16 November 1938 oleh peneliti Swiss, Albert Hoffman.  

Hofmann adalah seorang ahli kimia yang bekerja untuk Sandoz Pharmaceutical, Basel, Swiss. 

Dikutip dari CNN Indonesia, Hofmann sebenarnya secara tak sengaja mensintesis LSD saat diriyan sibuk mencari formula stimulan darah.

Saat itu dirinya tak mengetahui bahwa obat ini memiliki kemampuan halusinogen alias menyebabkan halusinasi.

Efek halusinasi ini baru diketahui pada tahun 1943, ketika Hofmann tak sengaja menggunakannya.

Ia kemudian menemukan bahwa dosis oral sebanyak 25 mikrogram, yang setara dengan berat beberapa butir garam ini mampu menghasilkan halusinasi hidup.

Awalnya, obat ini digunakan untuk penelitian para psikiater di tahun 1940, 1950 dan 1960-an.

Hal ini disebabkan karena LSD memiliki kesamaan dengan suatu zat kimia dalam otak dan juga memiliki kesamaan efek dari aspek tertentu gangguan jiwa.

Nyatanya tak semua penelitian psikiater ini membuahkan hasil sempurna.

Peneliti gagal justru menemukan manfaat medis LSD untuk obat.

Baca: Mantan Bos YG Entertainment Yang Hyun Suk Jadi Tersangka Kasus Dugaan Prostitusi

Baca: Begini Ekspresi Pebulutangkis Tercantik di Dunia usai Menderita Kekalahan

Baca: 5 Kuliner yang Wajib Dicoba Mahasiswa Baru Universitas Indonesia

Contoh-contoh gratis LSD pun didistribusikan secara luas yang akhirnya mengarah pada penggunaan zat ini secara bebas dan tampa tanggung jawab.

The Guardian dalam artikelnya ”A brief history of psychedelic psychiatry”, 2014, menyebutkan, psikiater Humphry Osmond adalah salah satu ahli yang memelopori eksperimen LSD untuk perawatan para pencandu alkohol dan penyakit mental pada awal 1950-an.

Pada tahun 1960-an, LSD merambah ke jalanan. Popularitasnya menanjak dibarengi dengan gerakan fenomena counterculture, sebuah fenomena gerakan anti kemapanan yang awalnya muncul di Amerika Serikat, kemudian Inggris, dan meluas ke dunia Barat pada tahun 1967.

LSD kemudian diisukan sering dipakai oleh para musisi rock dan blues. Efek halusinogennya dipercaya bisa memicu daya kreativitas para musisi ini untuk menghasilkan karya. 

Fatalnya, efek mabuk LSD justru mengakibatkan penggunanya merasa sangat putus asa dan cenderung ingin bunuh diri.

LSD kian terkenal saat grup musik legendaris asal Liverpool, The Beatles merilis lagu ”Lucy in the Sky with Diamond” pada 1967.

Singkatan judul lagu yang terdapat di album Sgt Pepper’s Lonely Hearts Club Band itu dianggap merujuk LSD.

John Lennon dalam wawancaranya dengan majalah Rolling Stone menegaskan, ”Lucy in the Sky with Diamonds” bukanlah lagu tentang obat.

”Saya tidak tahu (lagu) itu disingkat LSD,” kata Lennon pada tahun 1970."

"Inspirasi lagu itu, menurut Lennon, adalah lukisan anaknya, Julian, yang melukis Lucy O’Donnell, gadis temannya."

”Dia menggambarnya dengan sejumlah bintang di langit dan menyebutnya ’Lucy in the Sky with Diamonds’,” ujar Lennon sebagaimana yang diberitakan Kompas.com.

BBC sempat melarang lagu tersebut karena diasosiasikan dengan LSD.

Terlepas dari penjelasan Lennon, sejarawan musik rock masih berdebat mengenai pengaruh LSD pada grup-grup musik legendaris Inggris.

Media di Inggris dan Amerika sudah memperingatkan akan bahaya LSD sejak sekitar 1966.

Baca: Ini Wajah Tua dan Keriput Artis Terkenal, Ikut Trend Age Challenge

Baca: Pramugari Dipaksa Layani Bos, Kalau Mau Terbang Harus Main dengan Direksi Maskapai

Baca: Inilah Sosok yang Siap Pulangkan Habib Rizieq untuk Saksikan Pelantikan Jokowi-Maruf, Siapakah Dia?

Efek buruk dari LSD

Ilustrasi penggunaan LSD
Ilustrasi penggunaan LSD (LSD via Tribun Sumsel)

Dilansir dari Halosehat.com, efek halusinogen akan langsung bekerja cepat dan intens menyebabkan halusinasi bahkan jika seseorang baru pertama kali menggunakan LSD.

Semakin banyak yang Anda gunakan, maka semakin kuat dan tahan lamalah efek narkoba ini.

Efek samping halusinasi yang dirasakan pengguna sering disebut dengan istilah “tripping” atau kalau di-Indonesiakan, “nge-trip”.

Pengguna LSD umumnya ikut merasakan kehilangan nafsu makan, kurang tidur, mulut kering, tremor, dan merasakan perubahan visual.

Biasanya, pengguna LSD akan terfokus pada satu warna dengan intensitas tertentu.

Efek halusinogen dari LSD juga dapat menyebabkan pergeseran mood besar-besaran, yang seringnya diikuti oleh gangguan perilaku dan emosi.

Gangguan ini sering disebut dengan istilah “bad trip” yaitu gejala cemas, ketakutan, dan panik yang terjadi pada pengguna LSD.

Berkat bad trip ini, bahkan sentuhan biasa dapat dirasakan secara berlebihan dan menakutkan oleh para penggunanya.

Banyak pemakai LSD sering mengalami “bad trip” bahkan beberapa hari dan berminggu-minggu setelah menggunakan LSD.

Selain itu, dapat terjadi pula komplikasi yang disebut ergotism, serangkaian gejala yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah.

Ergotism dapat menyebabkan sensasi nyeri seperti panas pada kaki, hilangnya sensasi pada ujung tangan dan kaki, serta pembengkakan.

Ergotism juga dapat berlanjut menjadi nyeri kepala, kejang, dan gangguan saraf lainnya.

Jeratan hukum

Ilustrasi Hakim
Ilustrasi Hakim (kompas)

LSD digolongkan sebagai psikotropika, dimana Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan peredaran psikotropika (Convention on psychotropic substances).

Konvensi ini diselenggarakan di Vienna dari tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, diikuti oleh 71 negara ditambah dengan 4 negara sebagai peninjau.

Dikutip dari wikipedia, konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut:

1. Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

2. Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara bersama pula.

3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan trans-nasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

Di Indonesia sendiri soal psikotropika dibahas dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika. 

Ancaman pidana psikotropika tertera di Pasal 59 UU tersebut, yang berbunyi: barang siapa secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun. 

Selain dipenjara, pelaku psikotropika juga dikenai denda. (*)

Baca: Macam-macam Hoax Kesehatan yang Marak Beredar Luas di Masyarakat, Termasuk Lewat WA

Baca: Ini Wajah Tua dan Keriput Artis Terkenal, Ikut Trend Age Challenge

Baca: Viral, Curhatan Penjual Popcorn Sering Ditertawakan ABG: Gak Perlu Malu yang Penting Cari Uang

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved