Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta: Si Gondrong Gunakan Glock 42

Polisi kembali menyampaikan hasil investigasi kerusuhan 21-22 Mei versi mereka yang mengakibatkan sembilan orang tewas.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Demonstran terlibat bentrok dengan polisi saat menggelar Aksi 22 Mei di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Aksi unjuk rasa itu dilakukan menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional Pemilu serentak 2019. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA  - Polisi kembali menyampaikan hasil investigasi kerusuhan 21-22 Mei versi mereka yang mengakibatkan sembilan orang tewas. Diklaim untuk korban Harun Al Rasyid (15) tewas karena ditembak dari jarak 11 dengan pistol Glock 42. Pelaku diduga pria bertubuh tinggi dan berambut panjang dengan pistol Glock 42.

"Info dari Krimum Polda Metro Jaya, hasil Laboratorium Forensik (Labfor) itu, senjatanya diduga sejenis Glock 42," ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Baca: Mata Istri Kivlan Zen Berkaca-kaca: Ini Kata Pengacara soal Sidang Ditunda

Kesimpulan ini berdasarkan uji balistik Polri terhadap proyektil peluru kaliber 9 x 17 milimeter yang menembus dada kanan dan bersarang di otot ketiak kanan korban Harun Al-Rasyid. Peluru kaliber 9 x 17 mm dengan enam alur ke kanan merupakan karakter proyektil yang dientik dengan pistol semiotomatis buatan Austria, Glock 42.

Lebih lanjut, Dedi menyebut Polda Metro Jaya selaku pihak yang menangani kasus ini telah mendapat seorang saksi kunci yang mengetahui peristiwa penembakan tersebut. "Saksi kunci sekarang sedang diperiksa oleh Polda Metro Jaya. Tunggu dulu, sabar, mohon doanya agar segera terungkap pelakunya," kata dia.

Jumat (5/7/2019), Polri bersama Polda Metro Jaya melansir hasil sementara investigasi versi mereka atas kerusuhan 21-22 Mei yang terjadi di Jakarta. Disebutkan, dari keterangan saksi, pelaku penembakan terhadap korban Harun Al-Rasyid (15) di Flyover Slipi, Jakarta Barat, pada 22 Mei 2019, berperawakan kurus, tinggi 175 cm dan berambut panjang. "Dia menembakkan dengan tangan kiri. Ini yang sedang kami dalami. Ada saksinya," ujar Dedi.

"Karena ada saksi yang melihat korban itu tertembak, jatuh, kemudian dievakuasi. Semuanya itu akan kami dalami," tambah Dedi.

Keterangan ini sesuai dengan hasil uji balistik terhadap korban meninggal dunia. Arah peluru dianalisis dari samping, bukan dari arah bakrikade polisi yang berhadapan dengan massa di flyover Slipi.

Baca: Rupiah Lemah Efek Sikap The Fed

Kerusuhan terjadi di beberapa titik di ibu kota bersamaan unjuk rasa penolakan hasil Pilpres 2019 yang digelar di sekitar gedung Bawaslu Jakarta, pada 21 dan 22 Mei 2019 lalu. Dalam peristiwa itu, sembilan orang tewas, ratusan warga dan polisi luka-luka serta 442 orang perusuh ditangkap. Sembilan korban tewas ditemukan di tiga titik berbeda.

Empat korban tewas di antaranya dipastikan tewas karena terkena peluru tajam. Korban lainnya belum diketahui penyebab kematiannya karena keluarga korban menolak dilakukan autopsi. Selain Harun, korban tewas akibat peluru tajam adalah Abdul Aziz yang ditemukan di dekat Asrama Brimob, Petamburan.

Dua cara digunakan pihak Polda Metro Jaya untuk mengidentifikasi penembak misterius tersebut. Pertama, menganalisis video rekaman kerusuhan dari sejumlah rekaman video, kamera pengawas atau CCTV, serta mengkombinasikannya dengan keterangan para saksi mata.

Kedua, penyidik juga menggunakan teknologi voice analysis, yakni mengidentifikasi jenis suara letusan pada saat kerusuhan.

Kedua cara itu lebih lanjut dikombinasikan dengan hasil rekonstruksi terhadap korban meninggal dunia, termasuk keterangan saksi.

Polri bersama Polda Metro Jaya juga menyebut ada delapan kelompok yang terlibat dalam kerusuhan di ibu kota pada 21-22 Mei 2019. Kelompok-kelompok tersebut mendesain kerusuhan di ibu kota.

Beberapa kelompok teridentifikasi, di antarana adalah kelompok teroris. Kelompok tersebut merencanakan memanfaatkan momentum keramaian unjuk rasa massa untuk melancarkan aksi terorisme. Kelompok itu juga menyiapkan beberapa senjata tajam dan senjata api saat ingin melancarkan aksinya. Kelompok tersebut telah menyiapkan siapkan puluhan bom, baik low atau high explosive.

Dedi mengungkapkan, kelompok tersebut teridentifikasi bagian dari kelompok tersangka kasus dugaan penyelundupan senjata Mayjen (Purn) Soenarko.

Kemudian, kelompok lainnya yang teridentifikasi adalah terkait dengan penangkapan dari tersangka kasus dugaan makar Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Baca: Jadi Tumbal, Bayi Tiga Tahun Nyaris Jadi Korban Ritual Keluarganya

Kelompok lain yang ikut bermain dalam kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta adalah oknum yang mengatasnamakan kelompok agama yang datang dari sejumlah daerah. Mereka berasal dari Serang, Tangerang, Cianjur, Banten, Jakarta, Banyumas, Majalengka, Tasikmalaya, Lampung, dan Aceh.

Ada juga kelompok mengatasnamakan organisasi masyarakat dan relawan politik yang juga terlibat dalam kerusuhan tersebut, seperti GRS, FK, dan GR.

Selain itu, dari investigasi versi polisi, diketahui ada empat lapis atau layer yang terlibat dalam kerusuhan terkait Pemilu 2019 ini. Namun, baru lapis ketiga dan keempat yang berhasil dotangkap. Mereka adalah pelaku kekerasan dan perusakan.

Sementara, lapis kedua yakni orang yang menyuruh, yang menggerakkan dan membagikan sejumlah uang kepada orang-orang di lapis ketiga. Sementara itu, polisi belum mau menjelaskan siapa pihak yang bertindak sebagai lapis pertama dalam kerusuhan tersebut karena masih dalam proses penyidikan.

Tindak Lanjut Kasus Sipil Ditagih

Perwakilan organisasi internasional yang fokus pada bidang HAM, Amnesty International Indonesia, mendatangi kantor Bareskrim Polri di Jakarta. Mereka menemui beberapa petinggi Polri guna menanyakan perkembangan lebih jauh penyidikan tewasnya sejumlah warga sipil dalam kerusuhan 21- 22 Mei 2019 di Jakarta.

"Dalam pertemuan hari ini kami ingin menanyakan lebih jauh tentang perkembangan dari hasil penyidikan kepolisian terkait dengan dugaan-dugaan kematian yang tidak sah terhadap sekitar 10 orang di Jakarta ataupun yang di Pontianak," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Menurut Usman, pertemuan ini merupakan lanjutan dari dua pertemuan sebelumnya. Amnesty juga ingin menanyakan perihal dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota Kepolisian RI selama peristiwa tersebut. "Dan juga berkaitan dengan kekerasan, penyiksaan dan perlakuan buruk lain yang dilakukan oleh anggota kepolisian di dalam peristiwa tersebut," ucap dia.

Tim Amnesty juga bertemu dengan Komnas HAM dan Ombudsman RI terkait penyelidikan kerusuhan 21-22 Mei ini. Usman mengatakan bahwa tim yang bertemu dengan Komnas HAM membicarakan investigasi dari segi dugaan pelanggaran HAM. Sementara itu, tim Amnesty berencana menyerahkan sejumlah dokumen kepada Ombudsman.

"Tim yang kedua menemui Bareskrim dalam hal ini kami, yang ketiga Ombudsman Republik Indonesia. Tim ini berencana menyerahkan beberapa berkas sesuai dengan permintan Ombudsman. Tiga pertemuan ini bagian dari pertemuan yang kami harapkan bisa mendorong semacam kejelasan," ujar dia.

Selain itu, Amnesty Internasional Indonesia juga akan menemui Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Gatot Eddy Pramono pada Selasa hari ini. Agenda pertemuan tersebut untuk membicarakan tindak lanjut dari pertemuan di Bareskrim Polri, khususnya kasus para warga sipil yang tewas. Sebab, Polda Metro Jaya merupakan pihak yang menangani secara langsung kasus kerusuhan 21-22 Mei.

"Pertama, adalah kasus Farhan dan kedua itu saya lupa, itu juga dari pihak kepolisian akan dilanjutkan proses investigasi yang berikutnya, terhadap siapa yang melakukan penembakan terhadap tujuh orang lainnya di luar dari Abdul Aziz dan Harun Al Rasyid, termasuk yang di Pontianak," ujarnya. (tribun network/rez/fah/coz)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved