Ini yang Dilakukan Bahar bin Smith Dengar Vonis Hakim
Terdakwa Habib Assayid Bahar bin Smith alias Bahar bin Smith (36), mencium bendera Merah Putih di ruang persidangan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, BANDUNG - Terdakwa Habib Assayid Bahar bin Smith alias Bahar bin Smith (36), mencium bendera Merah Putih di ruang persidangan di Gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/7), usai divonis tiga tahun penjara karena terbukti melakukan penganiyaan dua remaja. Selain pidana penjara, Bahar juga dikenai denda Rp 50 juta.
Ketua majelis hakim, Eddison Mochamad menyatakan pimpinan Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bogor, itu terbukti melakukan penganiayaan terhadap dua remaja, berinisial MKU (17) dan CAJ (18), di pondok pesantren miliknya, di Bogor, setahun yang lalu.
Baca: Kepulangan Rizieq Syarat Islah Jokowi-Prabowo: Begini Kata Ketua Gerindra Sulut
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap Bahar bin Smith dengan pidana selama tiga tahun, denda Rp 50 juta. Jika tak dibayar, diganti kurungan selama 1 bulan kurungan," ujar Eddison.
Eddison mengatakan Habib Bahar terbukti melanggar sejumlah pasal, antara lain Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 333 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP tentang penganiayaan, dan Pasal 351 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. "Mengharuskan terdakwa membayar biaya perkara Rp 5 ribu," ujar Eddison.
Putusan hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni enam tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hal yang meringankan, kata Eddison, terdakwa selalu bersikap sopan saat menjalani sidang, mengakui dan menyesali perbuatan melanggar hukumnya, serta masih memiliki tanggungan keluarga. Selain itu, bahar bin Smith selaku terdakwa juga telah meminta maaf dan melakukan perdamaian dengan orang tua korban.
Baca: Ahli Akuntansi Unsrat Nilai Pernyataan Jems Tuuk Tidak Tepat Mengenai Opini Disclaimer Bolmong
Namun, hal memberatkan, terdakwa pernah dihukum. Perbuatan terdakwa yang menyebabkan kedua korbannya luka juga menjadi pertimbangan yang memberatkan. Pertimbangan lainnya, apa yang dilakukan terdakwa merusak nama baik ulama dan santri.
Putusan hakim ini direspons peserta sidang dengan ucapan hamdalah. Para pendukung Bahar juga menggemakan takbir di ruang sidang.
Bahar beranjak dari kursi terdakwa dan menghampiri meja majelis hakim. Seraya tersenyum, ia menyalami ketiga hakim. Lantas, dia menghampiri bendera Merah Putih yang berada di kanan meja majelis hakim. Ia mencium bendera negara Indonesia tersebut sebanyak empat kali pekikan takbir dengan mengepal tangan. Ia juga menyalami tim jaksa penuntut umum.
Seketika, sausana ruang sidang di Gedung Arsip Bandung itu menjadi riuh. Sejumlah petugas kepolisian langsung mengevakuasi Bahar ke milik polisi dikawal anggota Brimob Polda Jabar.
Massa pendukung Bahar bin Smith yang sedari pagi sudah datang, kembali meneriakkan dukungan untuk Bahar meski sang pimpinan ponpes tersebut telah meninggalkans lokasi persidangan.
Sementara itu, bersamaan dengan selesainya putusan dibacakan, massa mulai perlahan membubarkan diri setelah diberi arahan oleh seorang koordinator lapangan. "Sidang vonis untuk Habib Bahar sudah dibacakan. Tolong jika yang mau membubarkan diri agar memunguti sampah-sampah yang berserakan," ujar seorang pria di mobil komando.
Kuasa hukum Bahar, Ichwan Tuankota, menyatakan apresiasinya terhadap putusan majelis hakim. Putusan majelis hakim, ujarnya, sudah obyektif dan proporsional sesuai fakta-fakta yang terungkap di persidangan. "Kami sangat mengapresiasi hakim berani memutuskan ini," ujarnya.
Namun, kata Ichwan, mereka belum memutuskan langkah apa yang akan bereka lakukan, apakah banding atau menerima.
"Keputusannya seminggu ke depan, setelah hari ini," kata Ichwan. "Namun, yang jelas, apa yang disampaikan majelis hakim sudah mencerminkan keadilan menurut kami, sesuai dengan fakta persidangan."
Baca: Di Era Ini Polisi Mudah Dilihat dan Mudah Dihubungi
Seperti halnya pengacara terdakwa, pihak JPU juga belum memutuskan menerima atau menolak putusan hakim. Mereka menyatakan pikir-pikir.
Bahar diadili atas penganiayaan yang dilakukannya terhadap CAJ dan MKU yang mengaku- ngaku sebagai Bahar saat kedua korban berada di Bali. Penganiayaan dilakukan Bahar di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bogor, yang dipimpinya. Akibat penganiayaan yang terjadi pada Desember 2018 itu, kedua korban mengalami luka.
Dianiaya hingga Kepala Dijadikan Asbak
Sebagaimana dakwaan jaksa, kasus ini bermula saat korban, MKU (17) dan CAJ (18), mengunjungi Seminyak, Bali, pada 26 November 2018 karena diminta menghadiri acara. Namun, setiba di Bali, panitia kegiatan tidak bisa dihubungi.
Kemudian keduanya menginap di Bali selama tiga hari. Saat berada di Kuta, Bali, 29 November, seorang pria menyebut CAJ yang diketahui juga berambut panjang dan pirang, sebagai Bahar bin Smith. Selanjutnya, MKU meminta CAJ untuk mengaku sebagai Habib Bahar bin Smith.
Selanjutnya, CAJ yang dikira Habib Bahar, dijemput oleh jamaah majelis Rahibul Hadat menuju Bandara Ngurah Rai untuk kembali ke Jakarta dan dibelikan bersama Mhu. Kabar CAJ yang mengaku-ngaku sebagai Habib Bahar bin Smit, sampai ke telinga Habib Bahar bin Smith.
Bahar meminta rekannya mencari CAJ dan MKU yang mengaku-ngaku sebagai Bahar bin Smith hingga akhirnya keberadaan kedua remaja itu diketahui.
Bahar meminta sejumlah orang dari ponpesnya untuk menjemput CAJ dari rumahnya ke Pondok Pesantren Tajul Al Awiyin. Orang tua CAJ sempat menolak anaknya dibawa, namun kemudian dipersilahkan dengan syarat membawa kendaraan sendiri. CAJ diinterogasi selama perjalanan.
Setibanya di Ponpes Tajul Awiyin, CAJ dan MKU diinterogasi oleh Bahar bin Smith. Lantas, Bahar melampiaskan kemarahannya dengan melakukan penaniayaan kepada kedua remaja itu di beberapa tempat di dalam komplek pondok pesantren miliknya.
Di antaranya memukul dengan tangan kosong, menjambak dan membanting CAJ di lahan kosong di belakang pondok pesantren. Bahkan, pelaku tiga kali menendang bagian wajah korban menggunakan lutut. MKU yang berhasil dijemput, juga mengalami penganiayaan oleh santri.
Cerita penganiayaan keduanya belum usai. CAJ dan MKU dibawa ke luar ke halaman dan diminta berkelahi. MKU juga dipukuli oleh sekitar 15 santri. Selain itu, kedua rambut korban juga dipangkas hingga botak. Bahkan, kepala MKU dijadikan asbak untuk mematikan rokok oleh salah seorang santri yang bertato.
Saat sidang pemeriksaan terdakwa, Bahar mengaku menganiaya kedua remaja itu karena marah dan tidak terima istrinya diakui sebagai istri CAJ untuk aksi penipuan di Bali. "
"Saya marah mereka mengaku-ngakui istri saya. Yang mulia, yang mengaku sebagai saya banyak, yang menipu orang banyak. Banyak yang menipu disuruh Habib Bahar, bahkan jutaan. Tapi yang bikin saya marah adalah ketika dia membawa nama istri saya dan mengakui istri saya agar orang-orang yakin itu saya," kata Bahar dalam persidangan 24 Mei 2019.
Tunggu Saya Keluar
Selain terjerat kasus penganiayaan dua anak remaja, Bahar bin Smith diproses hukum atas kasus dugaan ujaran kebencian dan atau penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo di media sosial menyusul ceramahnya di Palembang.
Dia dijerat kasus dugaan ujaran kebencian di Bareskrim Polri. dengan sangkaan Pasal 16 jo Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Dia terancam hukuman pidana lima tahun penjara.
Bahkan, seusai sidang kasus penganiyaan kedua remaja di Bandung, pada 14 Maret 2019 lalu, Bahar sempat melontarkan kalimat bernada ancaman kepada Presiden Jokowi lantaran merasa ketidakadilan dalam kasus yang menimpanya.
"Tunggu saya keluar, ketidakadilan hukum dari Jokowi, tunggu saya, akan dia rasakan," kata Bahar saat itu. Saat itu, agenda sidang berisi tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi yang dibacakan penasehat hukum Bahar.
Bukan Dendam
Majelis hakim yang memimpin sidang Bahar bin Smith menyatakan putusan untuk terdakwa Bahar bin Smith bukanlah dendam atas perbuatan Bahar. "Putusan ini bukan maksud balas dendam atas perbuatan yang dilakukan terdakwa," ucap Eddison.
Menurut Eddison, putusan ini sebagai pembinaan dan pembelajaran, agar Bahar tak mengulangi perbuatan serupa. Dan menurutnya, putusan tiga tahun yang dijatuhkan kepada Bahar dirasa tepat sesuai dengan perbuatannya. "Majelis menilai pidana yang dijatuhkan sebagaimana dalam amar putusan patut, tepat dan adil sebagaimana tingkat kesalahan terdakwa," ujarnya.
Dijaga Ketat
Sidang vonis Habib Bahar, kemarin, mendapatkan penjagaan ketat aparat keamanan. Untuk dapat memasuki ruang persidangan, pengunjung, termasuk awak media, harus menghadapi sejumlah pos pemeriksaan. Tak cuma identitas, semua barang bawaan juga diperiksa.
Barikade kawat berduri juga dibentangkan petugas di halaman depan Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung. Di halaman gedung, masa pendukung Habib Bahar berkerumun. Selain membentangkan sejumlah spanduk berisi dukungan, mereka juga melantunkan doa-doa.
Jalan di sekitar gedung persidangan juga ditutup sepanjang sidang berlangsung. Kendaraan yang akan menuju Jalan LLRE Martadinata (Jalan Riau) melalui Jalan Seram dialihkan ke arah GOR Saparua. Kendaraan selanjutnya dialirkan ke Jalan Banda untuk kembali masuk ke Jalan Riau.
Hingga sidang berakhir tak ada kericuhan. Para pendukung Habib Bahar membubarkan diri dengan tertib setelah vonis untuk Habib Bahar dijatuhkan. (tribun network/tribun jabar/coz)