Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa di Sulut

Tiang Rumah dan Atap Pun Bergetar, Marcel Khawatirkan Warga di Pesisir

Gempa bumi juga sangat dirasakan di Tomohon. Warga juga mengalami kepanikan.

Penulis: | Editor: Handhika Dawangi
Istimewa
Gempa Guncang Sulut, Begini Kondisi Sistem Peringatan Dini di Sulut 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Gempa bumi juga sangat dirasakan di Tomohon.

Warga juga mengalami kepanikan.

"Sangat terasa. Tiang rumah dan atap bergetar kuat," kata Marcel, warga Paslaten.

Rumahnya saat itu mengeluarkan bunyi. Gempa kali ini sangat kuat.

"Gempa sekitar 1 menit 10 detik itu sangat lama. Sangat terasa," katanya.

Marcel justru mengkhawatirkan warga Sulut lain di pesisir. Itu terkait ancaman tsunami.

"Mudah-mudahan di pesisir tidak apa-apa. Itu yang terpikir tadi malam," ujarnya.

Di Minut juga gempa juga sangat terasa. Deitje, warga Maumbi terbangun karena gempa itu.

"Kuat sekali. Ada isu air naik," katanya. (DMA)

EWS Milik Pemerintah Provinsi Sulut

Gempa Bumi mengguncang Provinsi Sulut, tadi malam Minggu (7/7/2019).

Kejadian itu sempat membuat kepanikan warga karena gempa 7,1 skala ritchter itu diperingatkan berpotensi tsunami, meski belakangan tak benar terjadi.

Lalu bagaimana persiapan Provinsi Sulut mengantisipasi datangnya bencana?

Sebenarnya Sulut punya sebuah sistem dinamakan Early Warning Sistem (EWS) atau sistem peringatan dini bencana tsunami.

John Wungow Kepala Bidang Penanganan Darurat, BPBD Sulut mengatakan, Sulut punya 2 alat EWS.

Satu terpasang di Manado persisnya di Kantor BPBD di Jalan Bethesda, dan satu lagi di Kota Bitung.

Cara kerjanya, sistem ini terkoneksi dengan BMKG. Ketika ada peringatan dini gempa berpotensi tsunami maka sistem ini diaktifkan.

Saat aktif akan terdengar bunyi alarm, sebagai tanda warga untuk segera mengungsi.

"EWS ini kordinasi dengan BMKG. Pihak BMKG berkompeten untuk menyiapkan itu dari segi teknis, " kata dia kepada tribunmanado.co.id.

Persoalannya, EWS yang ada, range alarmnya hanya sejauh dua kilometer, belum bisa memberi peringatan secara menyekuruh ke masyarakat khususnya di pesisir.

Gempa berpotensi tsunami ini diberi peringatkan untuk daerah Minsel, Bitung, dan Minahasa Utara bagian Selatan.

Di Sulut baru 2 daerah yang punya EWS. Baiknya memwng di tiap daerah terpasang masing-masing satu

"Anggarannya satu itu sekitar Rp 2 miliar," ungkap dia.

Di samping itu, peringatan dini ini juga harus terpasang di pesisir. Semisal di Bahu Mall, Mega Mas, dan Mantoa

"Harus ada da sistem corong kecil semacam sirine jarak 300-500 meter. Itu kasih bunyi, nanti terkoneksi dengan BPBD," sebut dia.

Selain itu, sesuai SOP disiapkan pula jalur evakuasi. Ia mengakui, belum semua lokasi terpasang tanda jalur evakuasi. Masih butuh lebih banyak.

Jalur evakuasi itu, nanti menunju ke tempat aman, yakni ke tempat lebih tinggi

"Misalnya di jalan 17 Agustus, " ungkap dia. (ryo)

Terasa di Desa Kema

Gempa bumi ‎7,1 SR yang terjadi Minggu (7/7/2019) malam di barat daya Ternate disebut badan meteorologi klimatologi dan geofisika (BMKG) berpotensi memicu tsunami di wilayah Sulawesi Utara dan Maluku Utara (Malut).

Gempat terasa hingga ke Desa Kema 1, Kema 2, Kema 3 Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara (Minut) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Ratusan warga dari ketiga desa itu langsung pergi keluar rumah untuk mengungsi pasca mendengar informasi akan terjadi Tsunami.

Ini dilakukan warga karena rumah mereka sangat dekat dengan pantai Kema.‎

"Lari ke tempat aman karena warga Desa Kema 3 so lari karena somo Tsunami jadi torang baku iko lari," kata Vicky war‎ga Desa Kema 2 yang rumah dekat pantai, Senin (7/7/2019) dinihari.

Diwawancarai Tribunmanado.co.id saat pergi mengungsi ke tempat aman di persimpangan Kauditan Desa Kauditan Kecamatan Kauditan Minut, Vicky tidak sempat membawa serta harta benda seperti TV, Kulkas, lemari, kursi dan barang-barang berang lainnya ditinggalkan didalam rumah.

"Cuma bawa akte, surat-surat dengan anak-anak pe surat," tandasnya.

Nontje Kapotih warga Desa Kema 2 yang dijumpai di lokasi pengungsian nampak sedang berjalan tanpa memakai alas kaki.

"Ada mengungsi dari Kema 2. Mengungsi karena takut Tsunami," kata Nontje spontan saat bersua dengan Tribunmanado.co.id.

Tidak ada informasi pasti alias resmi yang diterimanya, hanya karena takut pasca gempa sehingga spontan pergi mengungsi ke tempat yang aman.

"Hanya pakaian di badan yang dibawa dari rumah," tandasnya.

Warga di Desa Kema 1, 2 dan 3 Kecamatan Kema yang rumahnya berada di dekat pantai langsung pergi mengungsi ke wilayah dataran tinggi.

Terpantau mereka pergi meninggalkan rumahnya dalam kondisi gelap gulita karena listrik padam.

Ada yang berjalan kaki sambil memegang anak kecil, gedong balita, naik motor tiga orang hingga menggunakan kendaraan roda empat pickp up dan tertutup.

"Selain di Kauditan ada le warga Kema 3 so pi menungsi di Minawerot," kata warga lainnya yang melintas di persimpangan Kauditan.

Terpantau, titik-titik pengungsian warga mulai terlihat di rumah warga di Desa Kema 1, Desa Tontalete, jalan Kabima - Tontalete.

Sekitar pukul 02.30 wita warga mulai kembali ke rumah setelah peringatan Tsunami sudah dicabut BMKG.

Di tempat terpisah pasca gempa bumi 7,1 SR Tribunmanado.co.id coba mendekat ke pantai Kema untuk melihat kondisi air laut, ‎apakah surut atau tidak.

Setibanya di pantai Kema tepatnya di pantai Firdaus terpantau laut bergelombang dan berangin, sejumlah warga berada disana hingga pukul 02.00 wita untuk mengecek langsung kondisi laut yang terinformasi akan terjadi Tsunami.

Ibu Selly warga yang tinggal persisi di dekat pantai Kema tepatnya di Desa Kema 2 jaga 2 mengatakan tidak terjadi air surat, apalagi ada bunyi peringatan akan terjadi Tsunami.

"Informasi Tsunami saya dengar dari warga sekitar, hingga keluarga saya dari Minsel menelpon dan katakan untuk waspada dan berhati-hati akan terjadi Tsunami," kata ibu Selly.

Namun hingga 3 jam pasca gempa bumi 7,1, Tsunami ‎yang dikuatirkan sejumlah warga tidak terjadi.

Dirinya menceritakan ada orang yang mengatakan pasca gempa bumi, di Kota Bitung sudah terjadi Tsunami. Menurutnya hal itu tidak benar, pasalnya jika di liat dari keberadaan wilayah, wilayah Kema yang akan kena Tsunami duluan ketimbang Bitung karena Bitung terhalang dengan pulau Lembeh.

"Faktor lainnya, mengapa saya dan keluarga tetap bertahan tidak mengungsi karena saya melihat di tengah laut lampu dari perahu nelayan masih menyala. Kalau lampu sudah tidak kelihatan berarti sudah tertutup gemlombang Tsunami atau perahu nelayan di laut sudah terserat ke daratan," jelasnya. (crz)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved