Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PPDB

Dampak Sistem Zonasi, Pelajar Ini Tak Diterima di SMP Favorit, 15 Piagam Dibakar

Ada siswa yang kecewa karena tidak diterima di SMP negeri impiannya karena sistem zonasi.

Tribun Jateng / Indra Dwi Purnomo
Ayah Yumna, Sugeng Witoto (50) saat memperlihatkan piala yang didapatkan oleh anaknya, Rabu (26/06/2019) 

"Saya, sebagai orangtua kecewa. Kita sudah mendaftar ke jalur prestasi kata pihak sekolah (SMP) tidak bisa, harusnya daftar di sekolah di luar zonasi," jelasnya.

Dirinya mengungkapkan kendati kecewa dengan sistem yang ada, ia tetap melanjutkan anaknya masuk sekolah swasta agar tidak kecewa berkelanjutan.

"Anak saya sudah di daftarkan ke sekolah SMP Muhammadiyah 1 Kajen dan seharusnya dengan sistem seperti ini pihak pemerintah menyediakan banyak sekolah negeri dulu,"ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Pekalongan, Sumarwati saat dihubungi Tribunjateng.com belum memberikan keterangan terkait dengan gagalnya siswa yang masuk ke jalur prestasi tersebut. (*)

Ombudsman Menolak

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerapkan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.

Namun hingga saat ini hal tersebut masih menuai berbagai reaksi masyarakat.

Sebagian besar reaksi tersebut bersifat kontra, terutama dari orang tua Calon Peserta Didik Baru (CPBD).

Banyak orang tua murid yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan sekolah yang sesuai dengan keinginan.

Sistem zonasi yang diterapkan Kemdikbud ini juga menuai kritik yang bersifat kontra dari berbagai pihak.

Ombudsman Republik Indonesia menolak sistem zonasi yang diterapkan Kemdikbud dalam PPDB 2019.

Penolakan ini dilakukan oleh Ombudsman setelah mendapat banyak aduan dari masyarakat, terutama orang tua CPBD.

Penolakan ini juga diputuskan oleh Ombudsman dengan alasan belum meratanya fasilitas dan mutu sekolah.

Komisioner Ombudsman, Ahmad Suaedy, menilai banyak orangtua murid yang ingin anaknya tetap bisa menempuh pendidikan di sekolah yang dianggap favorit meskipun sekolah itu berjarak relatif jauh dari tempat tinggalnya.

"Mentalitas favoritisme itu disebabkan kurangnya penyebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh pelosok Indonesia sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan anaknya," kata Suaedy dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2019).

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved