Strategi Golkar Hadapi Pilkada di Sulut: Ini yang Dilakukan CEP
Lama berkuasa di Sulawesi Utara, Partai Golkar ingin kembali meraih singgasana yang kini dipegang PDIP.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Apalagi membahas figur yang paling potensial. Satu-satunya rujukan yang bisa dibaca pada hasil Pemilu 2019 adalah parpol-parpol mana yang bisa mengusung calon kepala daerah.
UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada menyebutkan syarat parpol yang bisa mengusung adalah parpol yang memperoleh 20 persen kursi dari jumlah total DPRD atau 25 persen suara hasil pemilu. Dari syarat itu, hanya PDIP dan Nasdem yang bisa usung sendiri.
Jika angka itu tak terpenuhi maka suatu parpol dapat bergabung dengan parpol lain untuk mencukupi syarat. Namun demikian untuk
membaca kekuatan masing-masing parpol masih amat sulit.
Alasannya, parpol yang memiliki suara dan kursi terbanyak hasil pemilu tidak bisa seolah-olah dideklarasikan sebagai pemenang pilkada nantinya.
Cara membaca kekuatan tiap parpol di pilkada adalah siapa figur yang diusung. Calon siapa berpasangan dengan siapa.
Sulut itu punya latar belakang etnik, suku dan agama sangat variatif. Sehingga sangat berbahaya jika satu parpol tidak membagun pasangan calon kepala daerah dan wakil hanya dalam satu variatif.
Kemungkinan pasangan calon yang bisa mendominasi jika terjadi perkawinan dua variatif. Misalnya Minahasa-Nusa utara, atau Minahasa-Bolmong atau Kristen-Muslim atau Protestan-Katolik/Pantekosta atau penggabungan variasi lain.
Pak Olly Dondokambey dan Pak Steven Kandouw walaupun masih dalam satu parpol, namun keduanya merupakan kombinasi Tonsea, Tondano dan Tountemboan. Sama dengan Vicky Lumentut dan Mor Bastiaan yang merupakan kombinasi GMIM dan GPdI. Sehingga membaca peta kekuatan parpol akan mudah terbaca ketika pasangan calon sudah ditetapkan KPU daerah. (dru/ryo)