Kisah Kriminal
Kisah Otaku yang Melakukan Pembantaian di Akihabara, Membuatnya Menunggu Hukuman Mati
Truk besar berwarna putih itu tiba-tiba menghantam kerumunan orang di persimpangan jalan Kanda Myojin-dori dan Chuo-dori.
Tetapi Kato melanggar “surga para pejalan kaki” dengan membawa “neraka” berbentuk truk berwarna putih.
Sebanyak 17 ambulans datang untuk menolong para korban kekejaman Kato.
Sebanyak 7 nyawa melayang, tiga orang tewas karena ditabrak truk dan empat lainnya karena ditusuk.
Mereka adalah sepasang kawan Kazunori Fujino (19) dan Takahiro Kamaguchi (19), Katsuhiko Nakamura (74), Naoki Miyamoto (31), Mitsuru Matsuri (33), Kasuhiro Koiwa (47), dan Mai Muto (21).
Sedangkan yang terluka setidaknya ada 8 orang.
Baik yang selamat dari pembantaian hingga yang tewas adalah warga Jepang yang sedang berbelanja di ibukota anime dunia ini.
Stereotip otaku
Bahkan, kota ini juga menjadi tempat agar penggemar dapat bertemu dengan seniman-seniman manga maupun anime, baik di acara resmi hingga berjalan di keramaian.
Kebudayaan ini melahirkan sekelompok orang yang biasa dipanggil atau memanggil dirinya sendiri sebagai otaku.
Pada awalnya kata ini tertuju pada orang yang sering pergi ke konvensi anime, manga, atau lainnya.
Istilah ini dipopulerkan Nakamori Aoki, penulis dan kritikus dalam artikelnya pada 1983.
Kata otaku digunakan untuk memanggil orang kedua, apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara harafiah maka artinya adalah “kamu”.
Namun lambat laun, otaku dikaitkan dengan obsesi dan koleksi terhadap anime atau manga.
Orang yang didefinisikan sebagai otaku biasa jajan dan berkumpul di Akihabara.
Rupanya, Kato adalah salah satunya. Bahkan dahulu, pria yang kini berumur 36 tahun itu sering mengunjungi Akihabara.