Berita Nasional
Apa Itu Tim Mawar? Ini Sejarah dan Sepak Terjangnya!
Munculnya Tim Mawar di balik kericuhan tersebut ditengarai oleh kehadiran mantan anggota Tim Mawar.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Belakangan nama Tim Mawar jadi viral di media sosial.
Di tengah upaya polisi berusaha mengungkap dalang di balik kericuhan pada beberapa lokasi di Jakarta selama 21 - 22 Mei 2019 lalu, nama Tim Mawar ini pun tiba-tiba mencuat.
Apa itu Tim Mawar?
Seperti apa sepak terjang Tim mawar?
Kehadiran hanya seorang mantan anggotanya bisa menyita perhatian publik.
Munculnya Tim Mawar di balik kericuhan tersebut ditengarai oleh kehadiran mantan anggota Tim Mawar, Fauka Noor Farid dalam kerusuhan tersebut.
TRIBUNBATAN.id (grup Tribunmanado.co.id) coba merangkum dari berbagai sumber tentang Tim Mawar dan sepak terjangnya di tanah air:
Dilansir REPUBLICA.co.id 25 juni 2014, Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.
Tim tersebut adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi pada tahun 1998 sebelum Presiden Soeharto tumbang karena aksi mahasiswa hampir di seluruh tanah air.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota Tim Mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999.
Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Infantri Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.
Pengadilan juga memvonis Kapten Infantri Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Infantri Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Infantri Yulius Selvanus dan Kapten Infantri Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.
Sedangkan, enam prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI.
Mereka itu adalah Kapten Infantri Dadang Hendra Yuda, Kapten Infantri Djaka Budi Utama, Kapten Infantri Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan.
Sedangkan Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.
Menurut pengakuan Komandan Tim Mawar Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan K Nusyirwan.
Tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.
Mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayor Jenderal TNI (Purn) Syamsu Djalal menyatakan Tim Mawar mengaku mendapatkan perintah dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus terkait pelaksanaan operasi penghilangan orang secara paksa pada 1997 - 1998.
"Komandan Tim Mawar mengakui penculikan atas perintah komandannya (Danjen Kopassus)," kata Syamsu saat Konsolidasi Nasional Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) di Jakarta Rabu (25/6) sebagaimana dilansir BBC News Indoensia 25 Juli 2018.
Syamsu mengatakan Komandan Tim Mawar Mayor Bambang Kristono mengaku melakukan penculikan terhadap sejumlah orang pada kurun waktu 1997 - 1998.
Syamsu menambahkan Tim Mawar mendapatkan perintah dari Danjen Kopassus yang saat itu dijabat Prabowo Subianto.
Dia mengatakan sempat meminta keterangan dari korban penculikan yang selamat dan menelusuri latar belakang kasus penghilangan orang secara paksa itu.
IKOHI menggelar acara konsolidasi nasional bersama para keluarga dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sejak 24 - 26 Juni 2014.
Ketua IKOHI Mugiyanto menuturkan konsolidasi nasional itu untuk menyikapi situasi politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014.
Mugiyanto menegaskan IKOHI menolak calon presiden yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat termasuk kasus penculikan aktivis 1997 - 1998.
Kehadiran Tim Mawar yang menculik sejumlah orang itu kemudian dikaitkan dengan Prabowo Subianto.
BBC News Indoensia 25 Juli 2018 coba menelisik siapa di balik penghilangan para aktivis tersebut.
Arsip tertanggal 7 Mei 1998 ini mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang menghilang.
Catatan itu memuat bahwa para aktivis yang menghilang boleh jadi ditahan di fasilitas Kopassus di jalan lama yang menghubungkan Jakarta dan Bogor.
Hasil percakapan seorang staf politik Kedutaan Besar AS di Jakarta dengan seorang pemimpin organisasi mahasiswa memunculkan nama Prabowo Subianto.
"Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto," sebut dokumen tersebut.
Pada masa kampanye pemilihan presiden 2014, Prabowo berulang ketika rangkaian peristiwa 1998 terjadi dan mengatakan dia hanya menjalankan perintah atasan.
"Sebagai seorang prajurit, kami melakukan tugas kami sebaik-baiknya," kata Prabowo dalam debat Capres pertama.
"Itu merupakan perintah atasan saya."
Namun arsip yang dibuat pada 8 Mei 1998 ini melaporkan adanya perpecahan di tubuh militer Indonesia mengenai cara mengadapi para demonstran.
Laporan ini menyebutkan Wiranto yang saat itu menjabat Panglima TNI diperintahkan bersikap tegas terhadap para demonstran.
Dia kemudian memperingatkan para mahasiswa agar tidak menggelar demonstrasi di jalan-jalan, namun pada saat yang sama mengatakan kepada mereka bahwa militer tidak bermusuhan.
"Jika benar, ini mengindikasikan niatan 'Kubu Wiranto'," sebut dokumen itu.
Di sisi lain, Prabowo berupaya mencegah demonstrasi semakin ganas di Jakarta.
"Prabowo terlibat perebutan kekuasaan dengan Wiranto," tulis arsip tersebut.
Arsip Keamanan Nasional sendiri merupakan sebuah lembaga yang bermarkas di Universitas George Washington dan didirikan secara swadaya oleh sejumlah akademisi dan jurnalis pada 1985.
NSA merilis dokumen-dokumen yang tak lagi berstatus rahasia ini ketika Prabowo dan Gerindra bersiap untuk mengikuti Pileg dan Pilpres 2019.
Gerindra sudah meminta Prabowo untuk kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk melawan Joko Widodo.
Ketika Pilpres 2019 berakhir dengan kekalahan Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno menurut penghitungan versi KPU RI, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan pun pecah di Jakarta.
Beberapa orang meninggal karena terluka; banyak orang yang belum diketahui nasibnya hingga saat ini.
Nama Tim Mawar kembali mencuat; Prabowo pun kembali dikait-kaitkan.
Sebab, Tim Mawar tersebut bermula dari bentukan Prabowo sewaktu masih menjadi Pangkostrad.
Penghujung tahun 1997, beredar rumor Prabowo akan dipromosikan menjadi Panglima Kostrad.
Itu artinya bintang di pundak Prabowo bertambah satu, dari Brigjen menjadi Letjen.
Saat itu, usia Prabowo masih relatif muda, yakni 46 tahun.
Akhirnya, Prabowo diangkat menjadi Pangkostrad, pasukan yang pernah dipimpin mertuanya Soeharto pada 1965/1966.
Ketika Prabowo menjadi Pangkostrad, posisi Danjen Kopassus dijabat oleh orang dekat Prabowo, Mayjen TNI Muchdi PR.
Prabowo menjadi Pangkostrad menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang dipromosikan menjadi Pangdam Jaya.
Setelah diangkat Pangkostrad, konon Prabowo dipanggil menghadap Soeharto yang mengeluhkan banyaknya gerakan oposisi.
Soeharto meminta Prabowo untuk menertibkan gerakan-gerakan oposisi yang dapat mengganggu jalannya Sidang Umum MPR 1998 yang akan pengukuhan dirinya sebagai Presiden ke tujuh.
Prabowo menjawabnya perintah tersebut dengan membentuk Tim Mawar.
Perintah pembentukan Tim Mawar pertama dilakukan secara lisan oleh Prabowo kepada Komandan Karsayudha 42 Grup 4/Sandhi Yuda Mayor Bambang Kristiono sebagai Komandan Satgas Merpati dengan tugas mengumpulkan data kegiatan kelompok radikal.
Setelah mendapat surat tertulis dari Danjen Kopassus, Mayor Bambang segera membentuk Tim Mawar dengan anggota 10 orang, dari perwira dan bintara Detasemen 81/Antiteror.
Tugasnya adalah mencari dan mengungkap adanya ancaman stabilitas nasional.
Tim Mawar bergerak sangat rahasia dengan menggunakan metode hitam atau undercover.
Peristiwa peledakan rumah susun di Tanah Tinggi, Jakarta, telah mendorong Mayor Bambang untuk lebih meningkatkan kerja timnya dalam mengumpulkan data intelijen.
Karena kekhawatiran adanya peningkatan kegiatan aktivis kelompok radikal, kemudian dilakukan penangkapan terhadap mereka.
Sasaran penangkapan adalah orang yang belum bekeluarga, dan pria yang belum terkenal tetapi aktivitasnya menonjol.
Menjelang sidang umum MPR 1998, tercatat ada 28 orang yang harus diculik atau diamankan.
Mereka kebanyakan berasal dari aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD). Dari 28 orang itu, sembilan orang di antaranya telah masuk daftar pencarian orang (DPO).
Mereka adalah Andi Arief, Nezar Patria, Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Faisol Resha, dan Raharjo Waluyojati. Selama dalam penyekapan, mereka mengalami perlakuan yang tak manusiawi, disiksa, ditelanjangi, dan disetrum.
Tidak hanya itu, mereka juga ditidurkan di atas es balok, disundut rokok, dan dipukuli hingga tak sadarkan diri.
Kesembilan orang tersebut akhirnya dibebaskan dalam kondisi selamat. Masih ada 14 orang lain yang diculik oleh Tim Mawar.
Mereka adalah Yanie Afri, Sony, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, Wiji Thukul, Ucok Munandar, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Naser. Hingga kini, ke-14 orang ini masih hilang.
Penculikan oleh Tim Mawar terhadap sembilan aktivis yang berhasil dibebaskan dengan selamat dilakukan mulai 3 Februari 1998 dengan korban pertamanya Desmond J Mahesa, dan berakhir pada 27 Maret 1998 dengan sasaran aktivis Andi Arief.
Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak aparat.
Pangkostrad Letjen TNI Prabowo mendengar insiden penembakan mahasiswa Trisakti dari Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang meneleponnya sekitar pukul 20.00 WIB.
Rumor yang beredar saat itu, penembakan tersebut dilakukan oleh Kopassus, karena dilakukan oleh penembak jitu yang hanya bisa dilakukan oleh anggota Kopassus.
Namun pihak Kodam Jaya berkeyakinan para penembak berasal dari oknum polisi.
Berdasarkan uji balistik Forensic Science Agency Northern Ireland (FSANI) Belfast, diketahui bahwa proyektil barang bukti yang ditemukan di lantai gedung Syarief Thayeb ditembakkan dari jenis senjata api SS-1 kaliber 5,56 MM.
Sedang proyektil dari tubuh Hery Hartanto ditembakkan dari senjata api SS-1 kaliber 5,56 MM dan proyektil dari tubuh Hery Hartanto ditembakkan dari jenis senjata api Steyr kaliber 5,56 MM dengan perkiraan jarak tembak 100-200 meter.
Penembakan mahasiswa Trisakti memicu kerusuhan besar di Jakarta dan sejumlah daerah lain di Indonesia.
Kerusuhan terjadi sehari setelah penembakan, mulai 13-15 Mei 1998. Dalam kerusuhan ini, etnis Cina yang dijadikan kambing hitamnya.
Massa yang tidak diketahui identitasnya, orang-orang berbadan kekar tiba-tiba datang menggunakan truk di titik-titik yang telah ditentukan. Mereka kemudian berteriak-teriak memprovokasi warga agar toko-toko milik orang-orang Cina dibakar.
Ketika puncak peristiwa itu terjadi, Presiden Soeharto sedang berada di Kairo, Mesir, menghadiri pertemuan G-15 pada 13-14 Mei 1998. Selama Soeharto ke luar negeri, tanggung jawab dalam negeri diserahkan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.
Menurut keterangan Gubernur DKI Jaya Sutiyoso, dalam peristiwa kerusuhan itu sebanyak 4.939 bangunan rusak dibakar, 1.119 mobil pribadi hangus dibakar, angkutan umum 66 buah, dan 821 motor hangus dibakar. Rumah warga yang dibakar 1.026 buah.
Jumlah bank yang dirusak massa sebanyak 64, terdiri dari 313 kantor cabang, 178 kantor cabang pembantu, dan 26 kantor kas. Total kerugian fisik bangunan akibat kerusuhan itu mencapai angka Rp2,5 triliun lebih, belum termasuk dengan isinya.
Kerugian ini lebih buruk dari kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) di Jakarta yang hanya merusak 144 bangunan atau dibandingkan kasus 27 Juli 1966 yang menghancurkan puluhan bangunan dan kendaraan dengan kerugian Rp100 miliar.
Dari segi korban jiwa dan luka juga dampak kerusuhan ini jauh lebih besar. Bahkan konon disebut yang terbesar, setelah terjadinya peristiwa pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966.
Di Jakarta, korban-korban kerusuhan mulai berjatuhan. Pemerintah Daerah Tangerang mencatat, lebih dari seratus orang tewas terbakar dalam aksi penjarahan di sebuah kompleks pertokoan. Pemda Bekasi juga menemukan puluhan orang tewas terbakar.
Pusat Penerangan ABRI melaporkan, jumlah korban jiwa mencapai 500 orang. Belum termasuk jumlah korban tewas yang berada di Surakarta, Jawa Tengah, Makassar, Medan, Surabaya, Jawa Timur, dan sejumlah daerah lainnya yang ada di Indonesia.
Hingga kini, tidak ada jumlah pasti berapa total korban tewas akibat tragedi Mei 1998 tersebut. Untuk wilayah Jakarta saja, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah menemukan variasi angka yang berbeda-beda.
Data Tim Relawan menyebutkan, korban tewas dalam peristiwa itu mencapai angka 1.190 atau 1.339 orang akibat terbakar atau dibakar, 27 orang akibat senjata tajam atau dibunuh, dan 91 orang lainnya mengalami luka-luka karena berbagai sebab.
Sedangkan data Polda Metro Jaya menyatakan, 451 orang meninggal dunia, dan korban luka tidak tercatat. Data Kodam masih lebih besar, yakni 463 orang meninggal, termasuk di antaranya aparat keamanan, dan 69 orang lainnya luka-luka.
Data terakhir adalah yang dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta yang menyatakan korban meninggal mencapai angka 288 orang dan 101 orang lainnya mengalami luka-luka. Kebenaran angka-angka tersebut hingga kini masih belum menemui kesepakatan.
Sementara korban pelecehan seksual dan pemerkosaan dari etis Cina hingga kini masih gelap, tidak ada angka yang pasti. Ada yang menyebut wanita yang menjadi korban pemerkosaan di Jakarta berjumlah 92 orang, namun membuka peluang lebih.
Sehari setelah mundurnya Presiden Soeharto, pada 22 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto melapor kepada Presiden BJ Habibie bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta melakukan konsentrasi pasukan di Kuningan dan Istana Negara.
Habibie lalu menjawab tegas, "Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah komando Pangkostrad harus segera kembali ke basis kesatuan masing-masing."
Saat mendengar jawaban Habibie, Wiranto sempat kaget dan kembali bertanya, "Sebelum matahari terbenam?" Dan ditegaskan lagi, "Saya ulangi, sebelum matahari terbenam!" Kepada penggantinya, Habibie menyerahkan sepenuhnya kepada Wiranto.
Maka, Wiranto mengusulkan untuk sementara jabatan Pangkostrad diemban oleh Asisten Operasi Pangab Letjen Johny Lumintang. Dia diminta untuk segera mengembalikan semua pasukan ke basis masing-masing, sebelum matahari terbenam.
Besoknya, 23 Mei 1998, atas usul Wiranto, akhirnya Panglima Divisi Siliwangi Mayjen Djamari Chaniago dilantik menjadi Pangkostrad menggantikan Prabowo. Setelah pembicaraan dengan Wiranto selesai, Prabowo datang menghadap Habibie.
Akhirnya Habibie menerima Prabowo. Dengan menggunakan bahasa Inggris, Prabowo yang datang dalam keadaan marah mengatakan, "Ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto. Anda telah memeceat saya," katanya.
"Anda tidak dipecat, tetapi jabatan anda diganti," kata Habibie. "Mengapa?" sergah Prabowo. Lalu Habibie menjelaskan bahwa dirinya mendapat laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kunungan, dan Istana Negara.
"Saya bermaksud mengamankan Presiden," kata Prabowo. Tetapi dijawab Habibie itu bukan tugas Prabowo, melainkan Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung kepada Pangab. "Presiden apa anda? Anda naif!" tegas Prabowo.
"Atas nama ayah saya Prof Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta anda memberikan saya tidak bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad," mohon Prabowo. Namun ditolak dengan tegas oleh Habibie.
"Tidak! Sebelum mahatari terbenam semua pasukan sudah harus diserahkan kepada Pangkostrad baru! Saya bersedia mengangkat anda menjadi duta besar di mana saja," tegas Habibie. "Yang saya kehendaki adalah pasukan saya," timpal Prabowo.
Pertemuan panas itu akhirnya ditutup dengan pelukan Habibie kepada Prabowo. Menurut Habibie, inisiatif Prabowo untuk mengamankan Presiden sangat bagus. Tetapi sayang, tidak dikomunikasikan terlebih dahulu kepada Panglima ABRI. (thomlimah limahekin)
BERITA TERPOPULER:
Baca: Kisah Kelam Sosok Penyumbang 28 Kg Emas Monas, Berjuang untuk Negara Tapi Dituduh Antek PKI
Baca: Kakek Buyut Maruf Amin Gegerkan Tanah Arab, Kondisi Jasad Masih Utuh setelah Makam Dibongkar
Baca: Maia Ungkap Penyesalan Ceraikan Dhani Usai El Rumi Temukan Ini, Bahkan IG Dhani Upload Video Maia
TONTON JUGA:
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Ada Mantan Anggota Tim Mawar di Balik Kerusuhan 21 - 22 Mei? Ini Sejarah dan Sepak Terjang Tim Mawar