Tunjangan Hari Libur
Jelang Penerimaan THR, Program Satu-satunya di Dunia, Berikut Sejarah Awal Uang Bonus Hari Raya Ini
Hanya di Indonesia, Asal muasal uang bonus Tunjangan Hari Raya (THR), mulai dari sejarah penerapan hingga besarannya.
Penulis: Reporter Online | Editor: Frandi Piring
TRIBUMANADO.CO.ID - Asal-usul THR masih menjadi pertanyaan bagi sebagian banyak orang tentang pihak mana atau siapa yang mengusulkan Tunjangan Hari raya pada setiap hari raya besar bagi para Pegawai hingga Pekerja.
Awal mula pihak yang mengemukakan THR untuk para Pegawai maupun pekerja di setiap hari-hari besar atau hari raya keagamaan.
Atas rasa penasaran itu timbul pertanyaan, sebenarnya siapa pengusul untuk penerapan THR, sejak kapan direalisasikan? Apakah negara lain juga menerapkan THR kepada para pekerjanya?
Untuk mencari tahu soal adanya THR, Tribun Manado telah menuliskan sejumlah fakta tentang THR atau uang bonus hari raya, seperti yang dikutip dari artikel di Kompas.com dengan judul "Serba-serbi THR: Sejarah, Penerapan, Aturan Hukum, Serta Hanya di Indonesia":
Sejarah THR
Berdasarkan informasi dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), THR pertama kali diadakan pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi sekitar tahun 1950-an.
THR diberikan sebagai salah satu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan pada aparatur sipil negara atau yang waktu itu disebut sebagai pamong pradja.
Menurut salah satu peneliti muda LIPI Saiful Hakam, besaran THR yang diberikan oleh Kabinet Soekiman saat itu sebesar Rp 125 - Rp 200 atau setara Rp 1,1 juta – 1,75 juta saat ini.
Uang tunjangan ini diberikan kepada semua pegawai pada akhir bulan Ramadhan.
Namun, karena THR hanya diperuntukkan bagi kalangan pegawai negeri, maka masyarakat pekerja dan buruh melakukan protes.
Pada 13 Februari 1952, para buruh mogok bekerja dan menuntut pemerintah menurunkan uang THR juga untuk kelompoknya.
Akan tetapi, upaya mereka dibungkam oleh tentara yang diturunkan pemerintah.
Hakam menjelaskan, sebagian besar pamong pradja itu terdiri dari para priyayi, menak, kaum ningrat dan turunan raden-raden zaman kompeni yang kebanyakan berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia (PNI).
Karena itu, Soekiman ingin mengambil hati pegawai dengan memberikan mereka tunjangan di akhir bulan puasa sehingga memberikan dukungan pada kabinet yang dipimpinnya.
Sejak saat itulah THR menjadi program rutin pemerintah Indonesia, bahkan hingga hari ini jika ada perusahaan tidak membayarkan pajak karyawannya, mereka bisa ditegur pemerintah dan mendapat penalti.