Hukuman Mati
Steve Emmanuel Terancam Vonis Mati, Inilah Kisah Permintaan Terakhir Terpidana Mati Paling Fenomenal
Steve Emanuel disidang lantaran tertangkap membawa kokain seberat 92,04 gram di sebuah kondominum di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, (21/12/2018).
Dia menjawab, "Saya tahu."
Kemudian saya lanjutkan, "Sebentar lagi Saudara akan menghadap Tuhan, persiapkanlah diri Saudara baik-baik."
Lalu, dia mengucapkan terima kasih untuk terakhir kalinya.
Regu tembak yang terdiri atas dua belas orang tamtama dan seorang bintara dibawah pimpinan seorang perwira telah berdiri berjajar berhadapan dengan tereksekusi.
Jarak yang memisahkan mereka ± 6 m. Senapan yang baru mereka terima pagi hari itu telah mengarah ke jantung Bobby.
Di antara senjata itu ada yang berisi peluru dan ada pula yang kosong.
Salah seorang dari mereka berdiri di belakang regu tembak sambil memegang baterai untuk menerangi terhukum.
Tak jauh dari mereka, berdiri petugas lain yang terdiri atas dokter, dan pegawai penjara.
Komandan regu tembak berdiri agak ke samping dengan memegang sebilah pedang.
Dari tempatnya, sang komandan memberi aba-aba siap tembak kepada bawahannya berupa ayunan pedang.
Beberapa detik kemudian, muntahlah berondongan peluru menuju jantung Bobby. Tak lama setelah itu kepalanya tertunduk.
Dokter memeriksanya dengan stetoskop dengan diterangi baterai. Lima butir peluru bersarang di jantungnya. Dia dinyatakan meninggal saat itu juga.
Itulah akhir dari riwayat kejahatan yang panjang. Dimulai dari kejahatan kecil yang meningkat menjadi besar dan sering diwarnai dengan pembunuhan.
Terakhir, pada tahun 1963, dia merampok uang Rp24.500.000,00 milik suatu bank di lakarta dan membunuh dua karyawan bank itu.
Dalam kasus ini, ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan Desember 1964.