Nasional
Aturan Kedokteran yang Buat Ribuan Dokter Muda Menganggur dan Gigit Jari, Ada yang Jadi Office Boy
Ribuan Dokter muda di Indonesia menganggur karena ijazah tertahan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti)
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ribuan Dokter muda di Indonesia menganggur karena ijazah tertahan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti), sebelum mengikuti uji kompetensi.
Padahal, mereka telah menyelesaikan proses akademik di Fakultas Kedokteran di kampusnya.
Juru Bicara Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) Aswan mengatakan, Permenristekdikti Nomor 11 Tahun 2016 tentang Sertifikat Profesi Dokter atau Dokter Gigi, membuat dokter muda terbelenggu.
Mereka kesulitan mencari pekerjaan di luar bidang klinis maupun mengikuti proses calon pegawai negeri sipil (CPNS), karena belum memperoleh ijazah pendidikan tinggi.
"Kami kuliah tapi tidak dapat ijazah, padahal sudah menyelesaikan proses akademik di kampus. Bagaimana mau kerja, kalau ijazah kami ditahan," ucap Aswan, Senin (8/4/2019).
Baca: Ijazah Ditahan, Jokowi Diminta Cabut Aturan Ini, Dokter Muda di Papua Kehilangan Nyawa
Meski menganggur, katanya, ada juga dokter muda terpaksa bekerja di luar bidang klinis maupun wiraswasta.
Tentunya, mereka bekerja menyesuaikan ijazah terakhir pendidikan mereka, yakni SMA.
"Kami tidak bisa bekerja sesuai jenjang pendidikan kami di kampus. Terpaksa kami mencari pekerjaan menggunakan ijazah SMA. Makanya tak heran bila dokter muda ada yang kerja sebagai petugas administrasi," ungkapnya.
Menurut Aswan, pengabdian dari ribuan lulusan dokter ini terhambat oleh aturan, bahwa jika selesai menempuh pendidikan profesi dan di-yudisium di atas tanggal 8 juli 2014, maka tidak boleh diberikan ijazah.
Surat edaran ini menjadi pegangan seluruh Fakulatas Kedokteran Se-Indonesia, sehingga kewajiban menerbitkan ijazah oleh kampus tidak lagi bisa dilakukan.
Surat edaran tersebut ada karena lahirnya UU Pendidikan Dokter (Dikdok) No 20 tahun 2013, yang tumpang tindih dan atau kerancuan pada pasal 36.
Ayat 1 pasal tersebut menyebutkan "Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional, sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter atau dokter gigi."
Sementara pada ayat 2 disebutkan, "Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana pada ayat 1 memperoleh sertifikat profesi".
Sampai saat ini sertifikat tersebut tidak ada dan disamakan dengan ijazah dokter, padahal itu sangat berbeda dengan UU Kemenristekdikti yang jelas membedakan pengertian dari keduanya.
Namun, hal ini menjadi alasan kementerian membuat aturan untuk menahan ijazah.