Gojek Perusahaan Pertama Status Decacorn: Valuasi Melebihi Angka Rp 14 Triliun
Perusahaan rintisan (startup) ojek online, Go-Jek, kini menyandang status decacorn. Go-Jek sebagai startup pertama asal Indonesia
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Perusahaan rintisan (startup) ojek online, Go-Jek, kini menyandang status decacorn. Go-Jek sebagai startup pertama asal Indonesia yang naik kelas dan menanggalkan status unicorn. Menurut laporan lembaga riset CB Insights dalam The Global Unicorn Club, valuasi Go-Jek kini sudah menembus angka 10 miliar dolar AS itu, dan menduduki peringkat ke-19 secara global.
Valuasi atau nilai ekonomi dari bisnis Go-jek terbesar untuk perusahaan transportasi online dipegang Uber dengan valuasi yang mencapai 72 miliar dolar AS. Keberhasilan Gojek tersebut sejatinya tidak terlepas dari masifnya injeksi modal yang masuk ke perusahaan besutan Nadiem Makarim tersebut. Baik itu dari luar negeri maupun dalam negeri.
Sebut saja Google, Tencent Holdings, Temasek Holdings, Astra International, Meituan Dianping. Pada 2018, Gojek sukses menghimpun dana hingga 1,5 miliar dolar AS dari sejumlah investor.
Dan pada awal tahun ini juga berhasil meraup dana 1 miliar dolar AS. Dengan dana besar di tangan, Gojek pun sudah melakukan ragam ekspansi yang tergolong gencar sejak tahun lalu. Seperti ekspansi ke sejumlah negara di Asia Tenggara dan mengoptimalkan layanan pembayaran digital melalui fitur Go Pay.
Selain Gojek, di daftar tersebut masih ada dua perusahaan digital Indonesia yang masuk daftar, bukan sebagai dekakron tapi masih unikorn. Yakni Tokopedia dengan valuasi 7 miliar dolar AS, dan berikutnya adalah Traveloka dengan valuasi sekitar 2 miliar dolar AS.
Status decacorn adalah istilah yang diberikan kepada perusahaan rintisan digital dengan valuasi lebih dari 10 miliar dolar AS atau setara Rp 141 triliun. Untuk perusahaan sejenis, valuasi Go-Jek masih berada di bawah seterunya, yaitu Grab yang sudah mencapai 11 miliar dolar AS.
Adapun istilah unicorn disematkan bagi perusahaan rintisan (startup) yang memiliki valuasi lebih dari satu miliar dolar AS atau jika dikonversi ke rupiah saat ini, nilainya mencapai Rp 14,1 triliun.
Istilah ini pertama kali muncul sekitar tahun 2013 lalu yang ditulis secara publik oleh Aileen Lee, seorang pemodal ventura dari Cowboy Ventures. Lee menggunakan istilah itu dalam sebuah artikel yang diterbitkan Tech Crunch dengan judul "Welcome to the Unicorn Club: Learning From Billion-Dollar Startups".
Sejak saat itu, "unicorn" menjadi kosa kata baru di bidang investor publik dan swasta, pengusaha, dan siapapun mereka yang bekerja di industri teknologi.
Mengapa harus unicorn, mitos seekor kuda bertanduk satu, yang sebagian besar orang tidak percaya mereka ada, sedangkan valuasi perusahaan itu riil terhitung angka dan nyata? Lee menganggap istilah unicorn mampu menggambarkan obsesi magis para startup yang berburu valuasi hingga miliaran dolar AS. Ditambah kala itu, masih sedikit perusahaan rintisan yang memiliki valuasi 1 miliar dolar AS.
Sumbang Rp 44,2 Triliun
Sebelumnya diberitakan, perusahaan penyedia ojek online, Go-Jek disebut memberikan kontribusi sebesar Rp 44,2 triliun untuk perekonomian Indonesia selama 2018 lalu.
Hal ini disimpulkan riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) dalam acara pemaparannya di Jakarta. Menurut Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), Paksi Walandouw, sumbangan Go-Jek yang paling besar berasal dari layanan antar makanan Go-Food.
Kontribusi dari Go-Food mencapai angka Rp 18 triliun selama 2018 lalu. Sementara layanan utama Gojek yakni Go-Ride memberi kontribusi terbesar kedua dengan angka 16,5 triliun.
Menurut Paksi, angka kontribusi tersebut dihitung dari selisih pendapatan mitra (driver) sebelum dan setelah bergabung dengan Go-Jek. Rinciannya adalah 18 triliun dihasilkan dari mitra Go-Food, 16,5 triliun dari Go-Ride, 8,5 triliun dari Go-Car dan 1,2 triliun dari Go-Life.