Teroris Selandia Baru Terinspirasi Breivik: Tembak Mati 49 Orang
Jumat (15/3/2019), hari terkelam di Selandia Baru. Penembakan brutal terjadi di dua masjid di Kota Christchurch. Sebanyak 49 orang
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, WELLINGTON - Jumat (15/3/2019), hari terkelam di Selandia Baru. Penembakan brutal terjadi di dua masjid di Kota Christchurch. Sebanyak 49 orang dikabarkan tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan yang berlangsung selama beberapa menit itu.
Penembakan brutal pertama dilancarkan di Masjid Al Noor, pukul 13.45 waktu setempat. Dikutip dari AP News, penembakan kedua dilancarkan di Masjid Linwood.
Jumat kemarin disebut sebagai yang terkelam karena kejahatan kekerasan jarang terjadi di Selandia Baru.Tingkat pembunuhan negara itu mencapai level terendah dalam 40 tahun terakhir menjadi 35 per tahun per 2017, kata polisi. Tidak heran jika insiden berdarah kali ini benar-benar mengejutkan.
Alih-alih hanya mengecam pelaku, senator Queensland Fraser Anning malah mengatakan insiden ini disebabkan kebijakan negara soal imigran Muslim.
"Seperti biasa, politisi sayap kiri dan media akan bergegas mengklaim bahwa penyebab penembakan hari ini terletak pada undang-undang senjata atau mereka yang memiliki pandangan nasionalis, tetapi ini semua omong kosong, klise," ujar Fraser Anning.
"Penyebab kejadian berdarah hari ini di Selandia Baru karena program pemerintah yang mengizinkan Muslim fanatik pindah ke Selandia Baru."
Senator Anning melanjutkan dengan mengatakan sementara Muslim mungkin menjadi korban serangan, tetapi ia mengklaim mereka juga sebagai pelaku. Anning menyalahkan kematian di Masjid Selandia Baru kepada "seluruh umat Islam".
"Apakah ada yang masih membantah hubungan antara imigran Muslim dan kekerasan?" cuit Anning.
Pernyataan keras Anning itu berkebalikan dengan kenyataan bahwa populasi Muslim di Selandia Baru sebenarnya masih terhitung kecil. Secara persentase populasi Muslim memang meningkat 28 persen dibanding 2006. Namun dibandingkan keseluruhan populasi Selandia Baru, warga Muslim hanya mencapai 1,1 persen dari total populasi Selandia Baru yang mencapai 4,25 juta pada 2013.
"Muslim sudah berada di Selandia Baru selama lebih dari 100 tahun. Tidak ada yang seperti itu pernah terjadi," Mustafa Farouk, presiden Federasi Asosiasi Islam, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon.
"Kami berkeliling dunia dan memberi tahu orang-orang bahwa kami tinggal di negara paling damai di dunia," kata Farouk. “Ini tidak akan mengubah pikiran kami tentang tinggal di sini," katanya.
Menurut Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, terdapat 57 masjid yang terdaftar di Selandia Baru termasuk pusat kajian Muslim.
Pelaku penembakan di Masjid Al-Noor diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant dari Australia. Penembakan itu ia siarkan secara online dan menghadirkan manifesto 73 halaman. Ia melabeli dirinya sebagai "warga kulit putih biasa".
Perdana Menteri Australia Scott Morrison membenarkan bahwa Tarrant adalah warga negara Australia.
Tarrant mengklaim serangan itu untuk mewakili "jutaan warga Eropa dan bangsa-bangsa etno-nasionalis lainnya". "Kita harus memastikan keberadaan rakyat kita, dan masa depan untuk anak-anak kulit putih," ujarnya.
Dia menggambarkan, alasannya untuk menunjukkan kepada penjajah. “Tanah kami (mewakili orang kulit putih Eropa) tidak akan pernah menjadi tanah mereka (imigran), tanah air kami adalah milik kami sendiri dan bahwa, selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami," katanya.
Tarrant mengungkapkan, dia telah merencanakan serangan ini dalam dua tahun, dan memilih untuk menyerang masjid di Christchurch sejak tiga bulan lalu.
Dia mengatakan Selandia Baru bukan pilihan utama untuk menyerang, tetapi menggambarkan Selandia Baru sebagai sasaran empuk seperti di tempat lain di Barat.
"Sebuah serangan di Selandia Baru akan memusatkan perhatian pada kebenaran serangan terhadap peradaban kita, bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang aman. Para penyerang berada di semua tanah kita, bahkan di daerah-daerah terpencil di dunia dan bahwa tidak ada tempat lagi yang aman dan bebas dari imigrasi massal.”
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern mengatakan, penembakan masjid di Christchurch menjadi salah satu hari terkelam di Selandia Baru.
"Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya," kata Ardern.
Ia mengatakan, kemungkinan yang terkena dampak dari penembakan brutal itu adalah migran atau pengungsi.
“Mereka telah memilih untuk menjadikan Selandia Baru sebagai rumah mereka dan itu adalah rumah mereka. Mereka adalah kita," lanjut Ardern.
Seorang warga Christchurch bernama Nathan Cambus sempat merekam penangkapan terhadap seorang terduga pelaku teror. Dalam video yang ia unggah di laman Youtube, Nathan menyaksikan polisi menabrakan mobilnya ke mobil terduga pelaku.
Polisi kemudian melompat keluar dan menarik senjata. Dalam video yang dia unggah, tampak dua polisi menodongkan senjata ke arah terduga pelaku.
Setelah penangkapan, polisi mendapati ada bahan peledak yang dipasang di mobil yang mereka tunggangi.
“Dari apa yang kami ketahui, tampaknya ini sudah direncanakan dengan baik. Dua alat peledak yang melekat di mobil tersangka telah ditemukan dan mereka telah dilucuti,” ucap Ardern.
Setelah serangan itu, seorang pria yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini meninggalkan 74 halaman manifesto anti-imigran. Manifesto itu menjelaskan siapa dia dan alasan atas serangan tersebut. Belakangan diketahui, dia adalah Brenton Tarrant dan mengaku sebagai seorang rasis.
Brenton Tarrant yang diduga menjadi pelaku penembakan di dua masjid itu mengakui dirinya sebagai seorang yang terinspirasi dari Anders Behring Breivik, seorang pembunuh massal asal Norwegia.
Tarrant sempat menyiarkan secara langsung serangannya di Facebook Live ini mengakui melakukan pembunuhan itu sebagai balas dendam atas kematian Ebba Akerlund, seorang anak berusia 11 tahun yang terbunuh dalam serangan teror di Stockholm yang dilakukan Rakhmat Akilov pada 2017.
Dalam manifesto yang sempat ditulisnya, Tarrant menuliskan “Saya telah membaca tulisan-tulisan Dylann Roof dan banyak lainnya, tetapi hanya benar-benar mengambil inspirasi sejati dari Knight Justiciar Breivik.”
Breivik adalah pelaku pembuhunan terhadap 77 orang di Norwegia pada 2011. Dia dihukum 21 tahun penjara oleh Pengadilan Norwegia dan merupakan hukuman maksimal yang dibolehkan di negara tersebut.
Dubes RI untuk Selandia Baru di Wellington, Tantowi Yahya, menyatakan ada 2 WNI turut menjadi korban luka dalam serangan itu. "Informasi terbaru, ada 2 WNI yang menjadi korban," kata Tantowi Yahya saat dihubungi detikcom, Jumat (15/3/2019).
Dua WNI tersebut terdiri dari ayah dan anak. Mengenai identitas, Tantowi belum mau mengungkapnya.
"Seorang bapak dan anaknya, yang solat di masjid tersebut. (Identitas) belum bisa kami sampaikan," tutur Tantowi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla JK menyebut telah memerintahkan KBRI Wellington untuk mencari kabar WNI yang hingga saat ini belum bisa dikontak. Tiga WNI tersebut berada di dalam masjid saat penembakan terjadi. Dia pun mengimbau warga Indonesia lainnya untuk berhati-hati.
Sebelumnya, insiden kekerasan paling mematikan di Selandia Baru terjadi pada November 1990 di Aramoana, sebuah permukiman kecil di pesisir timur laut Dunedin.
Pelaku, yang diidentifikasi sebagai David Malcolm Gray (33), menembak brutal tetangganya dengan senapan semiotomatis hingga menewaskan 13 orang. Ia lalu ditembak mati oleh polisi. Penembakan itu pun hanya berawal dari masalah anjing tetangga yang tersesat di properti Gray. (Tribun/ttc/kps)