Berita Minahasa
Mengenal Upacara Mengaley yang Menjadi Pembuka Festival Wanua Warembungan
Dari Rano Oki rombongan terus berjalan hingga mendaki ke punggung gunung, yang bernama kawasan Pinopoan yang berarti ‘rata’.
Penulis: Andreas Ruauw | Editor: maximus conterius
Laporan Wartawan Tribun Manado Andreas Ruauw
TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Upacara Mengaley menjadi pembuka Festival Wanua Warembungan di Desa Warembungan, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Kamis (7/3/2019).
Mengaley berarti ‘meminta pertolongan atau tuntunan dari Yang Maha Kuasa’.
Pelaksanaanya digelar di rumah tetua adat Warembungan, Rinto Taroreh, di “Wale Pahemungan Ne Waraney”, yang menghadirkan komunitas seni dan budaya di Tanah Minahasa.
Pukul 08.00 pagi, para peserta dengan menggelar napak tilas, menyatu dengan alam menjejaki Warembungan yang adalah tanah teluhur.
Mereka memulainya di lokasi Wanua Ure Lotta dan melakukan upacara adat Mahelur.
Setelah melakukan upacara adat Mahelur, rombongan yang dipimpin langsung oleh Tonaas Rinto Taroreh melanjutkannya ke perkebunan Tawaang, yang di dalamnya ada situs batu Opo Warere sebagai penanda perjalanan leluhur Minahasa.
Setelah dari perkebunan Tawaang, rombongan menuju ke Rano Oki, yang menandakan situs perjalanan sebagai tempat persinggahan dan sebagai sumber air minum dari para leluhur Minahasa.
Dari Rano Oki rombongan terus berjalan hingga mendaki ke punggung gunung, yang bernama kawasan Pinopoan yang berarti ‘rata’.
Tidak berhenti, rombongan melanjutkan ke pancuran Sasarongsongan, yang juga salah satu situs sumber air tanda perjalanan leluhur Warembungan.

Setelah istirahat sejenak para peserta berjalan mengikuti kawasan Lewet dan mendaki ke Patalingaan, yang artinya ‘tempat mendengarkan’.
Kemudian mereka menuju ke situs Lalalesan dan turun menuju ke Watu Tumani yang berada di tengah kampung Warembungan.
Dalam perjalanan itu rombongan dikawal dengan tarian Kawasaran sampai ke Watu Tumani.
Di tempat itu rombongan menggelar upacara adat Mahelur, yang juga pertanda selesainya rangkaian napak tilas tersebut.
Fredy Wowor, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi Manado, mengungkapkan, ada makna mendalam dalam kegiatan napak tilas ini.