Kadis ESDM Sulut Bicara Tentang Tambang Bakan yang Sering ‘Makan Korban’ dan Dilematis Penertiban
Korban kembali berjatuhan di lokasi tambang liar atau ilegal. Penambang tewas di Lokasi Tambang Bakan, Lolayan, Bolmong bukan baru kali ini terjadi.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
Di Sulut, baru ada dua WPR yang satu di Tobangon Kabupaten Boltim dan Tatelu Kabupaten Minut
Ada di Alason, Mitra baru mau diajukan, kemudian ada ancang-ancang usulan eks WPR, Mintu Kabupaten Boltim. Waktu penyuluhan di sana, penambang punya keinginan untuk mengusulkan WPR.
Apa beda tambang rakyat dengan tambang yang dikelola perusahaan besar?
WPR itu dibatasi wilayahnya 25 hektare per blok tambang. Kalau misalnya ada 250 hektare lahan maka dibagi 10 blok
Saat ini sudah relatif lebih sulit mengurus WPR, karena harus diusulkan ke pusat, jika wilayah itu sudah ditetapkan, baru kewenangan Gubernur mengeluarkan izin.
Baca: Cerita Anas Nugroho saat Detik-detik Longsor Tambang Bakan: Masih Banyak Terjebak di Lubang
WPR itu juga ada batasan, lubang vertikal cuma batas 25 meter, tapi di lapangan sulit dikontrol, sudah langgar ketentuan. WPR ini merupakan tambang yang dikelola tradsional, tidak bisa pakai alat berat
Persoalan tambang liar sejak dulu tak pernah selesai , kenapa pemerintah tak tegas?
Penertiban tambang liar ini dilematis, susah. Sudah ditertibkan, saat kita tidak ada di tempat, mereka masuk lagi. Memang dilematis, karena masyarakat masih banyak bergantung di tambang, puluhan ribu orang cari makan di tambang.
UUD 45 pasal 33, digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan investor. Tambang ini harus ada manfaat untuk kesejahteraan rakyat.
Kalau ditutup banyak masyarakat hilang pekerjaan, kalau dibiarkan merusak lingkungan. Akan dicarikan solusi bersama, rakyat visa menambang, tanpa rusak lingkungan