Rengkuan Membagi Pernyataan dan Seruan Tolak Pemiskinan dan Pembusukan Filsafat di Ruang Publik
Stefi Rengkuan, Ketua Umum Yayasan Leno mengirimkan rilis pernyataan dan seruan "menolak pemiskinan dan pembusukan filsafat di ruang publik".
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Stefi Rengkuan Membagi Pernyataan dan Seruan Menolak Pemiskinan dan Pembusukan Filsafat di Ruang Publik
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Stefi Rengkuan, Ketua Umum Yayasan Leno mengirimkan rilis pernyataan dan seruan "menolak pemiskinan dan pembusukan filsafat di ruang publik".
Ia memberikan alasannya.
"Selaku ketua dari sebuah lembaga yang baru didirikan oleh para profesional Kawanua dengan moto I Yayat U Le'os (hanya kibarkan kebaikan), maka saya tergerak mengirimkan press release yang telah dibuat rekan-rekan pegiat filsafat.
"Kami tidak hadir walau diundang tapi ada teman kami yang hadir yakni, Ferry Doringin, PhD. Beliau adalah termasuk alumni Pineleng juga yang aktif dalam forum intelektual Kawanua Informal Meeting yang diketuai Max Wilar. Press release tersebut berisi point-point yang sesungguhnya sejalan dengan apa yg pernah kami paparkan di tribunnews beberapa hari sebelum acara ini. Ini berarti persoalan yang diangkat dalam diskusi publik itu menjadi perhatian banyak orang yang peduli dan tergelitik dengan kegenitan bermain filsafat bukan pada forum dan hakikat filsafat itu sendiri. Apalagi demi sekadar tunjuk jago dan tak peduli kebutuhan dialog akal sehat yg kritis di ruang publik" katanya
Padahal katanya kebebasan berbicara dan berpendapat di ruang publik itu mesti murni demi menguji kebenaran faktual dalam perpolitikan ataupun bahkan kebenaran itu sendiri. Dan tidak ada yang boleh menolak untuk dikritik atau sekedar mengkritik saja tanpa ada kebijaksanaan atau shopia. Karena filsafat itu sendiri adalah dialog kritis untuk membuka segala ruang gelap dan kesumpekan berpikir yang mutlak-mutlakan bergaya totaliter dogmatis.
"Lembaga yayasan yang baru kami dirikan itu bernama Leno. Artinya dalam bahasa Minahasa tua adalah bening, jernih, bersih. Itu kalau dimaknai dalam konteks "pembusukan" filsafat, Leno dimaknai sebagai idealitas manusia yang berpikir sehat yang terbuka, kritis terhadap realitas termasuk internal diri kelompok sendiri. Jadi lenois itu rendah hati, serta selalu berorientasi pada kebaikan dan kemaslahatan diri dan publik," ujarnya
Dalam bahasa medis katanya disebut kesehatan publik. Siapa yang menurutnya mau sakit atau membusuk sebelum waktunya badan ditanam di kuburan
"Kata Leno itu sendiri sering dilekatkan dengan air yang bersih yang layak digunakan dengan segala manfaatnya. Leno juga dikaitkan dengan air yang jernih dan bening sampai-sampai orang bisa melihat dirinya dan gambar sekitarnya, bagaikan sebuah cermin tempat kita bakaca diri dan merefleksikan dengan tenang dan jernih siapa, bagaimana, mengapa hal manusia, lingkungan, serta apa yang paling mendasar serta segala hal yang belum dan tak pernah selesai sampai tujuan final dan ultim?," katanya.
Berikut isi pernyataan dan seruan "menolak pemiskinan dan pembusukan filsafat di ruang publik":
Seruan untuk mencegah pembusukan filsafat sudah hampir 2.500 tahun lalu dikumandangkan Socrates dalam dialog Plato, Apology. Katanya, “Sahabatku yang terhormat, warga kota Athena, kota terhebat di dunia, yang begitu luar biasa dalam kecerdasan dan kekuasaannya, tidakkah engkau malu dengan begitu sangat peduli untuk menghasilkan banyak uang, dan untuk memajukan reputasi dan prestisemu, sementara untuk kebenaran dan kebijaksanaan dan peningkatan kualitas jiwamu engkau tidak peduli atau khawatir?” (Apology, 29D-E).
Belakangan ini pembusukan filsafat kembali muncul, paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, filsafat digunakan untuk menjustifikasi kepentingan politik tertentu, tanpa konfrontasi apakah hal tersebut menyumbang pada telos
setiap politi, yaitu kohabitasi yang berkedamaian dan bonum communae. Kedua, filsafat dilacurkan sebagai alat untuk tujuan subsistens semata dan bukan lagi sebagai sebuah art of thinking, sebagaimana menjadi praktik para filsuf Yunani kuno.
Pengebawahan akal sehat tampak dari berbagai praktik sofisme atau kelihaian bersilat lidah [Istilah Sofis (Yunani: σοφιστής) mengacu kepada para guru atau penulis pada zaman Yunani Kuno yang berbicara mengenai berbagai tema dengan bermodalkan kemampuan bersilat lidah dan argumentasi yang manipulatif; tujuan seorang Sofis adalah untuk memperoleh bayaran dari pihak yang menggunakannya, dan bukan agar pendengarnya memperoleh pengetahuan yang benar], penyampaian kabar bohong [disinformasi], serta ujaran kebencian.
Tidak hanya dalam politik, praktik-praktik serupa membahana lewat publikasi media-media massa dan percakapan media sosial.
Alih-alih mendorong diskursus publik berdasarkan hikmat kebijaksanaan, sebagian pihak malah membajak ruang publik demi menegaskan demarkasi permusuhan kawan dan lawan.